Tak terasa sudah seminggu sejak kejadian Elina pergi ke panti tanpa seizin Arsen dan kedatangan Arsen menjemput Elina. Kini mereka sedang duduk manis menikmati sarapan. Nasi goreng buatan Elina memang tiada tanding.
"Berangkat sekarang?" tanya Elina setelah sarapan.
Arsen mengangguk tangannya diposisikan di pinggang ramping istrinya. Mobil yang mereka naiki membelah jalan raya yang masih sepi. Mungkin karena sekarang masih terlalu pagi. Mereka sampai di rumah Sheila, rumah megah yang dilengkapi dengan taman di bagian samping yang bersebelahan dengan kolam renang ukuran sedang. Taman yang cukup asri, ditumbuhi aneka tanaman hias.
Di depan pintu yang besar itu sudah berdiri sosok perempuan dengan pakaian yang rapih. Tangan kirinya memegang koper lalu turun dari anak tangga. Ia kemudian masuk ke mobil dan melepas kacamata hitamnya.
"Pagi Shei," sapa Elina ketika Sheila sudah duduk di kursi penumpang.
Sheila tak membalas sapaan Elina, ia justru malah menatap Elina tajam. Seperti ada rasa tak suka Elina ada di sini. Padahal biasanya Arsen jarang bahkan hampir tak pernah mengajak Elina saat bersamanya. Ia menatap Arsen penuh tanda tanya.
"Mulai sekarang aku bakal selalu ngajak Elina kalo mau ketemu sama kamu. Aku nggak mau terjadi kesalahpahaman lagi." Seolah bisa membaca suasana, Arsen berkata demikian.
Sheila mengembuskan nafas kasar, matanya fokus pada jalanan yang mulai ramai walaupun masih sedikit renggang.
Sekarang Elina dan Arsen sedang mengantar Sheila ke bandara, Sheila ada urusan pekerjaan untuk mengantikan neneknya yang sedang sakit di Australia. Itulah sebabnya ia meminta Arsen untuk mengantarkannya, namun ia tak sampai berfikir kalau Elina akan ikut. Padahal ia ingin menghabiskan waktu berdua dengan Arsen sebelum ia pergi, setidaknya sarapan dan mengobrol bersama.
Mereka sudah sampai di bandara, segera Arsen membawakan koper Sheila dan duduk untuk menunggu panggilan. Tidak membutuhkan waktu pesawat yang akan Sheila tumpangi telah tiba. Dengan berat hati, Sheila bangkit dari duduknya lalu memeluk Arsen.
"Aku pasti bakal kangen sama kamu."
Arsen segera mengakhiri pelukan itu karena ia tak mau istrinya salah paham lagi.
Ia memegang bahu Sheila lalu berkata, "Hati-hati di jalan, dan sehat terus kamu di sana."
Sheila nampak tersenyum, namun senyumannya hilang kala melihat Elina di belakang Arsen sambil memegang ujung jaket lelaki itu.
"Thanks, udah nganterin gue."
Elina tersenyum mendengar perkataan Sheila, setidaknya ia masih dianggap seseorang di sini.
"Sama-sama, kamu kan sahabat Arsen jadi sahabat aku juga." ucap Elina menekankan kata sahabat di kalimatnya.
Elina menahan tawanya saat melihat wajah Sheila yang nampak kesal. Sheila menarik kopernya dengan sekali hentak dan pergi dengan wajah yang merah padam. Arsen dan Elina memandang punggung Sheila yang semakin menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade: Jejak Rindu
Teen Fiction"Aku hamil." "Gue mau lo gugurin kandungan lo! Dan masalah selesai." Hanya karena rasa cemburu di hati Arsen membuatnya gelap mata sampai merenggut kesucian Elina, pacarnya sendiri. ______ 2020