Brak
Sheila terjatuh keras ke aspal. Rasa sakit di seluruh tubuhnya semakin menjadi, terutama di tangannya yang sudah terluka sejak awal.
"Aduh...,"
Sheila merintih kesakitan. Tubuhnya bergetar, dan pandangannya mulai kabur. Motor yang menyerempetnya tak berhenti, pengemudinya melarikan diri begitu saja tanpa menoleh.
Sementara itu, Deffan, yang kebetulan lewat di jalan itu dengan mobilnya, melihat insiden tersebut dari kejauhan. Ia langsung menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan berlari mendekat ke arah Sheila.
"Sheila, lo nggak apa-apa?" suara Deffan terdengar panik, matanya melihat tubuh Sheila yang tergeletak di jalan.
Sheila berusaha bangun, tapi rasa sakit membuat tubuhnya tak sanggup bergerak.
"Sakit... kaki gue..." rintihnya, air mata mengalir perlahan di pipinya.
Deffan dengan cepat berlutut di samping Sheila, matanya penuh kekhawatiran.
"Jangan paksa gerak dulu," ujarnya sambil memeriksa luka di kaki Sheila.
Setelah memastikan bahwa tak ada yang patah meskipun lukanya cukup parah, Deffan membantu Sheila berdiri dengan hati-hati.
"Gue antar ke rumah sakit ya," katanya tegas.
Sheila hanya bisa mengangguk, rasa sakit membuatnya tidak sanggup berkata banyak.
Deffan memapah Sheila ke dalam mobilnya dan segera melajukan kendaraan menuju rumah sakit terdekat. Di dalam mobil, Sheila mulai merasa pusing, tubuhnya semakin lemah. Namun, di antara rasa sakit itu, ia merasa ada sedikit kelegaan-untuk pertama kalinya malam itu, ia tidak sendirian.
Deffan menoleh sebentar ke arah Sheila, memastikan kondisinya. "Tahan sebentar lagi kita sampai," ujarnya menenangkan.
Meski kepalanya terasa berat, Sheila memperhatikan wajah Deffan di antara kabut pikirannya. Orang yang selalu beberapa bulan ini tak ia lihat. Orang yang juga beberapa bulan kemarin memberikan perhatian penuh kepadanya kini menjadi penyelamatnya.
Sheila menggumam lemah, "Makasih... Maaf gue jadi ngerepotin lo. "
Deffan hanya tersenyum tipis. "Nggak usah pikirin itu, yang penting lo selamat."
Deffan duduk di kursi samping ranjang rumah sakit, menatap Sheila yang masih lemah. Sesaat hening, seolah mencari kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Akhirnya, ia menarik napas panjang sebelum berbicara.
“Sheila,” Deffan memulai dengan suara tenang namun tegas, “gue tau lo masih punya perasaan sama Arsen. Tapi lo harus sadar, dia udah punya istri sekarang. Cinta nggak bisa dipaksain, apalagi kalau orang yang lo cintai udah terikat pernikahan.”
Sheila terdiam, matanya berkaca-kaca mendengar kalimat itu. Dia tahu Deffan benar, tapi hatinya masih sulit menerima kenyataan.
“Tapi... gue nggak bisa berhenti ngerasain ini, Deff,” jawabnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade: Jejak Rindu
Teen Fiction"Aku hamil." "Gue mau lo gugurin kandungan lo! Dan masalah selesai." Hanya karena rasa cemburu di hati Arsen membuatnya gelap mata sampai merenggut kesucian Elina, pacarnya sendiri. ______ 2020