tiga puluh satu

46 4 21
                                    

Sheila merasa sedikit lebih baik dan memutuskan untuk pergi ke kamar mandi sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sheila merasa sedikit lebih baik dan memutuskan untuk pergi ke kamar mandi sendiri. Meski tubuhnya masih lemah, ia ingin menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya bergantung pada Elina.

Namun, begitu masuk ke kamar mandi, kepalanya mendadak pusing, dan kakinya terasa goyah. Sebelum sempat berpegangan, tubuhnya terjatuh dengan suara keras.

"Sheila!"

Elina yang mendengar suara itu segera berlari ke kamar mandi. Ia menemukan Sheila tergeletak di lantai. Ia tanpa ragu langsung membantu Sheila berdiri, dengan hati-hati menopangnya.

"Kamu nggak apa-apa? Sheila, kamu harus lebih hati-hati! Kenapa nggak bilang kalau kamu butuh bantuan?" suara Elina penuh kekhawatiran, tetapi lembut.

Sheila tak mampu menahan air matanya lagi. Ia merasa malu, sakit, dan juga bersalah. Ketika Elina membantunya berdiri dan membimbingnya kembali ke tempat tidur, Sheila mulai terisak, air mata yang telah lama ia tahan akhirnya tumpah.

“Elina… gue… maaf… gue minta maaf,” ujar Sheila terbata-bata di antara isakannya.

Elina terdiam sejenak, kaget dengan permintaan maaf Sheila.

“Sheila, kamu nggak perlu minta maaf. Semua orang pasti pernah berbuat salah.”

Sheila menggelengkan kepala, air matanya terus mengalir.

“Gue udah egois… Gue selama ini marah sama lo, benci lo karena... lo istri Arsen. Padahal Lo nggak pernah jahat. Lo sabar dan selalu baik sama gue,"

Elina menatap Sheila dengan lembut, lalu duduk di sampingnya dan memegang tangannya dengan penuh empati.

"Sheila, aku ngerti. Perasaan itu memang sulit, apalagi situasinya cowok yang kamu suka udah jadi suami orang. Tapi aku nggak pernah marah sama kamu. Aku paham, dan aku juga nggak pernah anggap kamu sebagai musuh."

Sheila menunduk, menangis semakin kencang. “Gue nggak tahu harus gimana lagi… Rasanya sakit banget."

Elina mengusap punggung Sheila dengan penuh kasih sayang, membiarkannya menangis tanpa menghakimi.

“Sheila, nggak ada yang salah dengan perasaan kamu. Tapi kita nggak bisa memaksakan cinta, dan aku yakin kamu bakal kuat menghadapi ini. Aku ada di sini buat kamu, bukan cuma karena kamu sahabat Arsen, tapi karena aku peduli sama kamu.”

Sheila terus menangis, tapi kali ini tangisannya lebih lega. Di antara isakannya, dia merasakan beban yang sedikit terangkat, seolah tembok yang ia bangun selama ini mulai runtuh. Elina tetap berada di sisinya, memastikan Sheila tahu bahwa dia tidak sendirian.


Beberapa jam setelah kejadian di kamar mandi, hubungan antara Sheila dan Elina sedikit membaik. Sheila mulai merasa lebih nyaman, meskipun perasaan bersalah masih menghantui.

Menjelang sore, Sheila memutuskan untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini ia pendam. Hal yang selama ini menjadi beban di hatinya, yang membuat rasa bersalahnya semakin besar.

Saudade: Jejak RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang