Sepulang dari pesta, Elina merasa suasana hatinya tiba-tiba mendung. Meski seharusnya ia merasa bahagia dengan momen perayaan ulang tahun Sheila dan kebersamaan teman-temannya, perasaan rindu dan kesepian menghantui pikirannya. Ia berjalan pelan, sesekali menghela napas berat. Arsen yang memperhatikannya langsung merasakan ada yang tidak beres.
“Elina, kamu kenapa sayang?” tanya Arsen, menatapnya dengan khawatir.
Elina terdiam sejenak, menundukkan kepala.
“Aku... aku kangen sama orang tuaku,” ungkapnya pelan, suaranya hampir tak terdengar.
“Sejak aku kecil, aku nggak pernah tahu gimana wajah mereka, dan sekarang aku cuma bisa membayangkan mereka.”
Arsen mengerutkan kening, merasakan hati Elina yang sedang terluka. “Pasti berat ya, nggak pernah ketemu mereka,” ujarnya dengan lembut. “Tapi kamu tahu, kamu nggak sendirian. Aku ada di sini buat kamu.”
Elina mengangkat wajahnya, menatap Arsen dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Tapi, Sen, aku merasa kayak ada yang hilang di hidupku. Temanku punya orang tua, sedangkan aku cuma punya panti asuhan. Kadang aku iri.”
Arsen menggeleng. “Nggak perlu merasa iri. Kehidupan kita masing-masing berbeda. Yang penting, kamu tetap berharga, Elina. Keluarga bukan cuma soal darah. Kita udah membentuk keluarga baru di sini."
Elina mengangguk, mencoba mencerna kata-kata Arsen.
“Iya, aku tahu. Tapi kadang aku berharap bisa tahu lebih banyak tentang mereka. Kenapa mereka ninggalin aku? Apa mereka mikirin aku?”
Arsen meraih tangan Elina, menggenggamnya erat.
“Dengar, kita akan mencari mereka. Aku janji, aku bakal bantu kamu. Kita bisa cari informasi lebih lanjut tentang masa lalu kamu. Pasti ada cara untuk menemukan mereka.”
Elina menatap Arsen dengan harapan baru di matanya. “Kamu beneran mau bantu aku?”
“Of course! Kamu adalah bagian penting dari hidupku, dan aku nggak akan tinggal diam saat kamu butuh."
Elina merasa hangat di hatinya mendengar ucapan Arsen. “Makasih, sayang. Kamu selalu ada buatku."
Arsen tersenyum, senyumnya yang menenangkan. “Nggak perlu berterima kasih. Kamu hidupku, udah jadi kewajibanku buat kamu bahagia."
Elina tersenyum, merasakan rasa syukur atas kehadiran Arsen dalam hidupnya yang sepi.
~
Pagi ini, Arsen baru saja bangun dan bersiap untuk menjalani hari, tetapi teleponnya berbunyi. Dia melihat kontak yang tertera di layar.
“Halo, Ibu.”
“Halo, Nak Arsen. Maaf mengganggu,” suara Bu Asih terdengar serius.
“Ibu punya kabar penting tentang Elina.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade: Jejak Rindu
Teen Fiction"Aku hamil." "Gue mau lo gugurin kandungan lo! Dan masalah selesai." Hanya karena rasa cemburu di hati Arsen membuatnya gelap mata sampai merenggut kesucian Elina, pacarnya sendiri. ______ 2020