Setelah beberapa hari beradaptasi dengan kehidupannya yang baru dan menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Deffan dan keluarganya, Elina merasakan perubahan besar dalam hidupnya. Dan minggu ini perkiraan kelahiran anaknya, momen yang sangat penting baginya.
Pagi tadi, Arsen mendapatkan telepon dari orang tuanya yang tinggal di Australia. Mereka mendengar kabar tentang Elina yang sebentar lagi melahirkan dan merasa khawatir serta ingin mendukung putri mereka dalam masa-masa sulit ini, pasti akan terasa menyakitkan pikir mereka.
“Arsen, Mamah sama Papah akan pulang ke Indonesia,” kata Mamahnya, dengan suara lembut dan penuh perhatian. “Kami ingin menemani Elina saat dia melahirkan.”
Arsen merasa terharu mendengar keputusan orang tuanya. “Makasih, Mah. Pasti Elina bakal seneng."
“Jangan khawatir, kami akan segera berangkat,” jawab Papahnya. “Kami ingin memastikan Elina merasa didukung dan tidak sendirian.”
Setelah pembicaraan itu, Arsen segera memberi tahu Elina. “Sayang, Mamah Papah akan pulang dari Australia. Mereka ingin menemanimu saat melahirkan.”
Elina tampak terkejut dan bahagia. “Serius? Aku senang banget mereka datang.”
“Iya, mereka peduli banget sama kamu." jawab Arsen dengan senyum bangga.
Hari ini, sebelum kedatangan orang tua Arsen. Mereka memutuskan untuk mengunjungi makam orang tua Elina. Beberapa hari lalu, Arsen memang belum mengunjungi dan ini kali pertama baginya.
Mereka berjalan perlahan memasuki area pemakaman, menuju makam orang tua Elina. Arsen memegang tangan Elina erat, dan Elina membawa setangkai bunga.
Arsen berbisik lembut masih memegang tangan Elina. “Kamu baik-baik aja, Sayang?”
Elina mengangguk pelan, menghela napas. “Iya... aku cuma nggak nyangka aja. Ini pertama kalinya aku ke sini sama kamu."
Arsen tersenyum tipis, lalu memandang makam dengan tatapan tenang. “Ini juga pertama kalinya aku ketemu mereka. Aku bakal kenalin diri hari ini.”
“Mereka pasti seneng kenal kamu, Sayang. Kamu itu orang yang selalu aku doain, dan aku yakin mereka bangga kamu jadi suamiku."
Elina berlutut di depan makam orang tuanya walaupun agak kesusahan karena perutnya yang besar, ia meletakkan bunga di sana. Arsen duduk di sampingnya, dengan tatapan penuh rasa hormat.
Arsen mengambil napas dalam, lalu berbicara dengan suara pelan ke arah makam. “Pa, Ma... ini aku, Arsen. Sekarang aku jadi suaminya Elina, buah hati kalian, dan bentar lagi... kalian bakal jadi kakek-nenek. Kami bakal punya anak.”
"Maafin Arsen udah pernah nyakitin anak tersayang kalian."
Elina menyeka air mata yang mulai jatuh, tersenyum ke arah makam. “Kami akan jaga satu sama lain, Ma, Pa. Arsen ini orang yang baik banget... aku tahu kalian pasti seneng aku sama dia.”
Arsen melirik Elina dengan tatapan penuh sayang.
“Jangan khawatir ya, Pa, Ma. Aku bakal jaga Elina, selalu. Aku bakal jadi ayah yang baik buat anak kami nanti, dan kami bakal kasih kebahagiaan kayak yang kalian kasih ke Elina.”
“Sen... mereka pasti denger. Aku ngerasa mereka juga bahagia sekarang, liat kita di sini.”
Mereka terdiam sejenak, menikmati kedamaian sambil memandang makam. Elina merasa kehadiran orang tuanya begitu dekat.
Mereka akhirnya berdiri, Elina menatap makam orang tuanya dengan senyum tenang, lalu berbalik bersama Arsen. Mereka meninggalkan makam dengan perasaan lega.
Setelah berziarah, mereka pun melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua Deffan, yang sekarang sudah menjadi orang tua Elina. Bersilaturahmi sembari merencanakan untuk kelahiran anaknya yang sebentar lagi tiba.
~
Sore harinya, ketika orang tua Arsen tiba di Indonesia, suasana di rumah terasa lebih hangat. Vania, Mamah Arsen, segera memeluk Elina dengan penuh kasih sayang.
“Elina, kami senang banget bisa ada di sini buat dukung kamu.”
Elina merasa terharu melihat perhatian orang tua Arsen. “Makasih, Mah. Kehadiran kalian berarti banget buat Elina.
Dimas, Papah Arsen, tersenyum lebar. “Kami datang untuk memastikan bahwa kamu mendapatkan semua dukungan yang kamu butuhkan. Ini adalah waktu yang penting bagi kita semua.”
Mereka akan menghabiskan beberapa hari bersama, berbincang, dan merencanakan persiapan untuk kelahiran anak Elina. Arsen akan membantu dengan semua persiapan yang diperlukan, dan orang tuanya memberikan dukungan emosional serta fisik.
Malam harinya, saat mereka sedang berkumpul di ruang tamu, Vanja memutuskan untuk berbicara.
“Elina, kami sangat bangga padamu. Kami tahu ini bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi kami ingin kamu tahu bahwa kamu tidak sendirian. Kami ada di sini untuk membantumu.”
Elina mengangguk, merasakan air mata haru menggenang di matanya. “Elina beruntung banget punya Mamah dan Papah. Dukungan kalian membuatku merasa lebih kuat.”
Arsen menggenggam tangan Elina. “Kita bakal melalui ini bersama-sama. Aku pasti selalu ada di sampingmu, nggak peduli apa yang terjadi.”
~
Di kamar Arsen dan Elina.
Mereka mengobrol ringan ditemani redupnya lampu tidur.“Sayang,” Elina memulai, suaranya bergetar sedikit, “kamu janji kan bakal jaga anak kita?”
Arsen menatap Elina dengan penuh perhatian. “Tentu, sayang. Aku bakal ngelakuin apa pun buat ngelindungin dan merawat anak kita,” jawabnya tegas. “Dia adalah segalanya bagi kita.”
Elina merasa tenang mendengar kata-kata Arsen. Namun, rasa cemas masih menghantuinya.
“Kalau aku nggak ada, kamu tetep sayang anak kita kan?” tanyanya, matanya mulai berkaca-kaca.
Arsen langsung mendekat dan menggenggam tangan Elina dengan lembut.
“Kamu ngomong apa si, Sayang? Jangan mikir kayak gitu. Kita akan membesarkan anak kita bareng. Aku nggak bisa bayangin hidup tanpa kamu.”
Elina menghela napas dalam-dalam, berusaha mengusir kecemasan yang mulai mengganggu pikirannya.
“Aku cuma takut… kalau terjadi sesuatu."
Arsen menarik Elina ke pelukannya, mengelus punggungnya dengan lembut. “Kita udah ngelewatin banyak hal bersama. Aku yakin kita bisa menghadapi apa pun yang terjadi. Aku di sini, dan aku bakal selalu ada di sampingmu.”
Elina merasa sedikit lebih tenang, tetapi hatinya masih bergetar. “Aku pengin jadi ibu yang baik. Aku pengin anak kita merasa dicintai dan aman.”
“Tentu, dia pasti bakal ngerasain. Kita berdua pasti ngasih cinta nggak terbatas, buat kenangan indah bersama, kayak yang udah kita lakuin sampai sekarang," jawab Arsen, senyumnya menyebar di wajahnya.
Elina tersenyum kembali, berusaha menghilangkan keraguannya. “makasih, Sayang."
“Selalu. Kita bakal terus bersama. Tidur yang nyenyak, sayang." Arsen berkata sambil menutup mata Elina dengan lembut.
Setelah beberapa saat, mereka berdua terlelap dalam pelukan satu sama lain, dikelilingi oleh harapan dan cinta yang mendalam untuk masa depan mereka.
~tbc~
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade: Jejak Rindu
Teen Fiction"Aku hamil." "Gue mau lo gugurin kandungan lo! Dan masalah selesai." Hanya karena rasa cemburu di hati Arsen membuatnya gelap mata sampai merenggut kesucian Elina, pacarnya sendiri. ______ 2020