⏳Winnie-41⏳

6.9K 1.2K 116
                                    

Winnie duduk sendirian di ruang tamu sambil melihat-lihat katalog dan terkejut ketika mendengar suara benda keras yang dilemparkan ke pintu dengan seorang anak kecil berlari melewati ruang tamu.

"Assalamualaikum, Pak Haji!" seru Winnie seraya menyembulkan kepala agar dapat melihat anaknya.

"Waalaikumsalam!" seru sang anak sambil terus berlari.

Winnie masih menyembulkan kepala menunggu anaknya datang dan tak lama, Morgan datang dengan botol air dingin di tangan.

"Ah! Segel!" ucap Morgan setelah meminum air dingin yang ia ambil dari kulkas. Morgan berhenti berjalan untuk meminum air dingin itu lagi dan kembali berjalan mendekati ibunya.

"Udah berapa kali mami bilang sama Morgan, ucapin salam sebelum masuk rumah." kata Winnie pada Morgan yang kini duduk di atas meja berbahan kaca.

"Molgan lupa, kalena tadi lagi haus banget."

"Kata daddy juga jangan sering-sering minum es, kalo ingusan gimana?"

"Molgan emang ingusan."

"Hah?" Winnie menekan sejenak hidung Morgan untuk melihat apakah Morgan sedang pilek atau tidak. "Tapi ingus Morgan nggak ada."

"Kata Om Nick, Molgan ini bocah ingusan. Belalti Molgan ingusan, selalu ingusan."

Winnie tertawa lalu menoyor kepala anaknya. "Morgan dibilang bocah ingusan karena bocah itu rentan pilek, ingusan, bukan berarti selalu ingusan."

Morgan menghela napas, berdecak, lalu menggelengkan kepala. "Om Nick sesat telnyata."

"Bukan sesat, emang Morgan yang salah tanggap."

Morgan membulatkan mata. "Kenapa mami bela Om Nick? Sehalusnya bela Molgan kalena Molgan anak mami!"

"Mami nggak bela Om Nick, Morgan emang anak mami. Ini udah sore, ayo kita mandi karena bentar lagi daddy pulang dari kantor. Tadi main apa? Main di mana?" Winnie beranjak dari sofa dan menggenggam tangan Morgan.

"Main basket, main di belakang. Tadi main basketnya kayak gini." Morgan menarik tangannya lalu melompat setinggi mungkin dan memperagakan gerakan menggiring bola basket.

"Ya ampun, ya ampun. Wow, kerennya anak mami!" Winnie memuji anaknya.

Morgan tersenyum lebar. "Ntal malem Molgan mau ajak daddy main basket, yang kalah, halus jadi budak!"

"Dad, ayo main basket. Kalo daddy kalah, daddy halus jadi budak Molgan."

Dexter terkejut mendengar penuturan anaknya tetapi tak lama laki-laki itu tertawa. "Jadi budak? Kalo Morgan kalah, Morgan jadi babu daddy berarti?"

Morgan mengangguk sambil memegang bola basketnya.

"Oke, let's go." Dexter yang tadinya sedang duduk di sebelah Winnie mulai beranjak untuk bermain bersama anaknya.

"Tapi! Ada tapinya! Kita cuma sampe tiga poin, Molgan halus main duluan kalo Molgan udah dapet dua poin, balu daddy boleh main."

Dexter tertawa. "Peraturannya kayak gitu?"

"Licik!" seru Winnie dengan kedua tangan berada di sisi bibir.

"Nggak licik! Daddy besal, Molgan kecil. Kalo Molgan nggak bikin pelatulan kayak gitu, daddy pasti menang."

"Oke, Morgan masukin bolanya duluan." Dexter menunjuk ke arah ring basket.

Morgan melemparkan bola basketnya dan dalam satu kali lemparan, bola itu langsung masuk ke dalam ring, begitu pula dengan lemparan kedua. Morgan memang sangat menyukai basket sampai Dexter membelikan mesin basketball arcade dan tiang basket untuk anak itu.

"Mami yang lempal bolanya." Morgan memberikan bola basket pada Winnie setelah ia berhasil mendapatkan 2 poin.

Winnie beranjak dari sofa dan berdiri di antara Dexter juga Morgan. Winnie melempar ke atas bola tersebut dan Dexter berhasil mengambil lebih dulu kemudian Dexter lempar bola ke ring dan masuk.

"Culang!" seru Morgan membuat Dexter dan Winnie tertegun. "Daddy halus lali ke ling balu boleh lempal bola! Tadi nggak sah!"

"Ya ampun, anak ini." gumam Winnie.

"Oke-oke. Kalo gitu Morgan yang bawa bolanya lebih dulu." kata Dexter dan Morgan langsung mengambil bola basket.

Morgan mengambil bola basket dan mulai memantul-mantulkan bola sambil sesekali melirik sang ayah agar tidak kecolongan. Ketika Dexter ingin merebut bola, Morgan melemparkan bola itu dari kedua kaki Dexter yang terbuka cukup lebar dan Morgan segera berlari mengambil bola tersebut.

"I WIN!" seru Morgan saat bola yang ia lempar berhasil masuk ke ring sehingga kini Morgan sudah memperoleh tiga poin.

"Daddy, taluh ini." Morgan memberikan botol susu dengan isinya yang sudah habis pada Dexter untuk ditaruh di meja.

Dexter tertawa sambil beranjak. "Daddy beneran jadi budak Morgan?"

"Iya dong, daddy kalah main basket ya halus jadi budak."

"Dosa tau suruh-suruh daddy kayak gitu, anak yang durhaka." cibir Winnie.

"Cuma untuk hali ini aja kok jadi budaknya, besok enggak lagi." balas Morgan sambil memainkan rambut Winnie.

"Ada lagi? Pangeran mau suruh daddy ngapain lagi nih?" tanya Dexter.

"Um... Nggak ada. Waktunya bobok!" Morgan menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang biasa Dexter tempati. "Eh, tapi Molgan mau sesuatu."

Dexter mengurungkan niat untuk berbaring dan memilih duduk di tempat tidur dengan perasaan yang tidak enak.

"Jangan yang macem-macem, ya. Jangan nyusahin daddy." ujar Winnie.

"Molgan mau motol!"

Dexter dan Winnie saling tatap.

Dexter tertawa. "Motor? Motor mainan?"

"Motol benelan, Daddy! Kemalen Molgan liat di yutub ada anak kecil naik motol, dia bisa, jadi Molgan halus bisa!"

"Emang ada motor untuk anak kecil?" tanya Dexter pada Winnie.

"Ada, motor untuk anak kecil emang ada. Nggak usah motor deh, Morgan. Serem tau kalo Morgan jatuh, atau nggak cari deh motor yang ada roda tambahannya." kata Winnie.

"Kata daddy, jatuh itu biasa! Kalo udah jatuh halus bangkit telus coba lagi sampe bisa!" balas Morgan dengan penuh semangat membuat Dexter dan Winnie tersenyum bangga pada anak mereka.

"Morgan yakin mau belajar naik motor? Kalo jatuh nggak bakal nangis, 'kan?" tanya Dexter.

"Enggak, Dad. Pokoknya besok halus ada motol Molgan."

Dexter mengangguk. "Oke."

"Sayang daddy!" Morgan memeluk erat Dexter lalu mencium dengan penuh penekanan pipi sang ayah.

"Sama mami nggak sayang?" tanya Winnie.

"Mustahil kalo Molgan nggak sayang." Morgan beralih memeluk dan mencium ibunya.

Winnie and Her Time Travel

Qotd: Morgan lebih mirip siapa nih?

Winnie and Her Time Travel [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang