١٩ [طعم حقيقي]

252 36 1
                                    

Janganlah membantah kedua orang tua sekalipun kalian benar.

"Hati-hati, Kak!"

Mawar tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya menyambut kepergian Magma. Mawar berjalan ke dalam rumah. Terlihat Alifa dan Raka yang masih berada di ruang tamu.
    
"Udah pulang?"
    
Mawar melepas kaos kakinya. "Nggak ada pertanyaan yang lebih berbobot gitu, Ma? Padahal udah jelas jawabannya."
    
Raka tertawa. "Seneng jalan sama Magma?"
    
Mawar berjalan mendekat dan duduk di antara Alifa dan Raka.

Cewek itu tersenyum. "Menurut kalian.... Mendingan Magma atau orang itu?"
    
Alifa dan Raka saling memandang. Bingung ingin memberi jawaban seperti apa.
    
"Aku seneng bisa buat Kak Magma bahagia. Itu cinta bukan, ya?," Mawar bertanya kepada orang tuanya.
    
"Kalo seandainya orang itu dateng siapa yang bakal kamu pilih?"
    
"Dia." Jawaban spontan dari Mawar membuat kedua orang tuanya terkejut begitu juga dengan Mawar.
    
Alifa mengusap ubun-ubun anaknya. "Itu tandanya belum ada yang bisa gantiin posisi dia dihati kamu." Ada jeda. "Kamu lebih sayang ke Magma dibanding cinta," pendapat Alifa.
    
"Beda lagi kalo sama orang itu. Kamu kagum sama dia, kamu cinta sama dia, kamu sayang sama dia." Raka ikut-ikutan.
    
"Waktu aku seminggu lagi sama Kak Magma. Dia ke terima di Boston," kasih tahu Mawar dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan.
    
"Kamu sedih?," Tanya Alifa yang diangguki oleh Mawar.
    
Raka berdiri lalu menunduk melihat anaknya itu. "Maafin kita." Selepas Raka mengucapkan itu Alifa ikut berdiri.
    
"Kita emang restuin kamu sama Magma tapi bukan untuk menjadi pendamping hidup kamu."
    
Ada ratusan duri yang menancap direlung hati Mawar ketika tiba-tiba Raka berucap seperti itu.
    
"Maksud kalian apa?," Tanya Mawar yang kini sudah berdiri dengan nada yang bergetar.
    
Alifa menunduk. "Dia nggak baik buat kamu."
    
Mawar meremas ujung jilbabnya. Satu tetes air mata mengalir dipipinya. "Kenapa sih, Ma, Pa? Kalian egois?" Ada jeda. "Kenapa?! Mama bilang dia nggak baik. Sekarang pas aku tau kalo kalian baik banget sama Kak Magma kalian juga ternyata nggak restuin karena kalian anggap Kak Magma itu nggak baik?"
    
Mawar pasrah. "Sekarang jelasin ke aku sekarang juga! Definisi orang baik menurut kalian itu gimana, sih?"
    
"Aku kenal dia dan Kak Magma lebih jauh dibanding Mama sama Papa tapi kenapa kalian main nilai gitu aja?"
    
"Bahkan kalian udah ngehukum orang yang nggak bersalah! Kalian nggak percaya sama aku, kalian nggak percaya sama anak sendiri! Sekarang apa lagi? Mau ngehancurin hidup Kak Magma juga. Iya?!"
    
Alifa dan Raka masih diam.

Mawar mulai terisak. "Tolong. Cukup hidup dia aja yang kalian hancurin, hidup Kak Magma aku mohon jangan." Ada jeda. "Karena tanpa kalian hancurin pun... Hidupnya udah hancur, Ma, Pa."

Alifa menatap anaknya itu. "Sayang, gimana jika suatu saat nanti dia nyakitin kamu?." Nadanya tersirat akan kekhawatiran.
    
Mawar menggeleng keras. "Dia nggak akan pernah nyakitin aku, Ma."
    
Bohong.
    
"Gimana kalo kamu tau kebenarannya?," Raka membuka suara.
    
"Kebenaran apa?"
    
Alifa maju lalu memeluk anaknya itu. "Maafin kita belum bisa buat kamu bahagia. Kita cuma mau yang terbaik untuk kamu. Kalo misalnya Magma baik, buktiin itu sama kita!" Ada jeda. "Suatu saat dia nyakitin kamu, bilang ke kita, kembali sama kita."
   
"Kenapa kalian bisa ngira kalo Kak Magma itu nggak baik?"
    
Raka tersenyum. "Karena lelaki yang baik tidak akan ditemukan dengan cara pacaran begitu juga sebaliknya."
    
Mawar terhenyak. Benar. Dirinya sadar. Ke mana sikapnya yang dulu? Yang selalu membantah dan meminta Magma untuk putus? Apakah aqidahnya sudah tergadaikan begitu saja? Mawar nyaris menangis memikirkannya.
    
"Bertahan sama Magma sampe orang itu datang." Alifa menimpali.
    
Mawar makin tak paham. "Kalian jadiin Kak Magma pelampiasan?"
    
"Nggak gitu, Sayang. Suatu saat kamu bakal tau."
    
"Alzam jauh lebih baik ketimbang dia."
    
Ucapan Raka barusan membuat darah Mawar berdesir begitu saja mendengar nama orang itu. "Pa?" Mawar memastikan.
    
"Kita bakalan ngomong tapi nggak sekarang. Kita bakal jelasin kenapa nggak mihak kamu."
    
"Jadi kalian selalu restuin aku sama Kak Alzam?"
    
Alifa dan Raka kompak mengangguk.

My Heart is Calling You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang