٣٣ [خطبة]

326 35 1
                                    

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Ketahuilah, apabila ada manusia yang terkagum terhadapmu, maka sebenarnya ia hanya kagum terhadap keindahan tirai Allah padamu (yang menutupi segala aibmu)."
-Madaarijus Saalikin 2/293-

Mawar turun dari mobil Alya sedangkan Alya sedikit mengintip mencondongkan badannya ke depan.
    
"Di rumah lo, kok, rame?"
    
Mawar memandang ragu. "Gue juga nggak tau."
    
Mawar memperhatikan lalu bola matanya membesar. "Demi apa?! Itu, kan, mobil keluarganya Magma sama Alzam!" Mawar nyaris terpekik menahan suaranya agar tidak berteriak saat ini juga.
    
Alya melemaskan bahunya. "Maksudnya gimana, ya?," Cewek itu berpikir lalu menggeleng. "Urus aja, deh."
    
Alya kembali ngeselin. "Gue mau pulang, udah mau Maghrib." Setelah mengatakan itu, Alya pergi dengan senyum menggoda yang terpatri di bibirnya dipersembahkan untuk Mawar.
    
Mawar meremas tas selempangnya juga belanjaan buku yang dia bawa. Cewek itu melangkahkan kakinya ke pintu utama. Detik itu juga, jantungnya berdetak tak karuan.
    
Alifa terkejut melihat kepulangan anaknya. "MASUK, MAWAR!" Titah Alifa seraya berteriak.
    
Mawar masuk dengan diam. Terlihat ada keluarga Alzam juga Magma. Cewek itu dibuat bingung sendiri. Sebenarnya ini ada acara apaan, sih? Nggak mungkin, kan, kalo acara lamaran tapi gini banget? Maksudnya, kenapa harus lengkap juga keluarga Magma datang?
    
Ketika sampai di hadapan mereka semua, Mawar mengucapakan salam yang dibalas serempak oleh semuanya.
    
Cewek itu duduk yang diapit oleh Alifa juga Raka. Raka mengambil alih belanjaan Mawar dan di taruhnya di atas meja.
    
Mawar merutuki Papanya itu. Bisa-bisanya di taruh di situ. Mana isi, atau sebut aja sampul bukunya kelihatan! Nanti kalo ada yang ngintip terus tahu buku itu gimana? Bisa berabe. Mana dirinya tak tahu buku apa saja yang dibeli. Yang dia tahu, rak buku yang cewek itu datangi adalah berisikan tentang pernikahan.
    
Afzal berdehem. "Jadi begini...."
    
"Kedatangan kami di sini ingin melamar putri kamu, Rak. Yang bernama Mawar Syakila Putri. Putra saya, Alzam juga keponakan saya Magma, bersiap melamar Mawar malam ini juga."
    
Afzal otomatis tertawa. "Agak susah, sih. Tapi keputusan ada ditangan kamu, Nak."
    
Afzal menatap Mawar dengan senyum lebar.
    
Mawar menganga tak percaya. "Maksudnya, Kak Alzam sama Kak Magma yang mau khitbah aku hari ini?"
    
Mawar tertawa kecil merasa lucu. "Gimana bisa, sih?"
    
Alzam menghela napas. "Aku yang suruh Magma untuk lamar kamu juga, Mawar. Hati kamu lebih condong ke siapa?"
    
Mawar diam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dirinya tahu apa maksud Alzam. Jangankan orang lain, dirinya saja bingung kepada siapa hatinya memilih.
    
"Bukannya aku udah bilang jangan ngelamar aku?" Mawar menyindir dengan retoris.
    
Magma mengeluarkan kameranya dan mengacungkannya. "Kamu bisa cek ini kalo masih nggak percaya sama penjelasan aku. Apapun yang kamu denger waktu itu, itu semua bohong. Kita cuma lagi meragakan gimana aksi kita kalo memang kayak gitu situasinya di dalam permasalahan ini." Ada jeda. "Nggak perlu diperjelas dan diperpanjang, aku sama Alzam jadi malu sendiri."
    
Revan ngakak yang dipelototi oleh Marwah. "Lo jadi tau, kan, kelakuan absurd mereka dari kecil, tuh, apa?"
    
Mawar memandang tak percaya. "Jadi itu semua akting?"
    
Serempak mereka semua mengangguk tanpa terkecuali. Benar-benar berniat untuk menyakinkan Mawar.
    
Ini Alzam sama Magma pakai jurus apa, sih, buat nyewa mereka?
    
Kejora tersenyum. "Apapun itu keputusan kamu tolong pilih dari hati kamu, ya." Ada jeda. "Kita sama-sama di sini juga bukan untuk melamar kamu aja tapi untuk melihat atau bisa ngerasain langsung juga gimana rasanya pas kamu nerima salah satu di antara kami." Kejora menggeleng. "Nggak perlu sungkan, apapun itu keputusan kamu kita hargai dan nggak akan ngebuat kita main hakim sendiri nantinya."
    
Seketika Mawar berdehem lalu membenarkan posisi duduknya. "Aku bakal jawab detik ini juga."
    
Mawar bicara dengan penuh keseriusan yang membuat suasana tegang. Jangan tanya gimana jantung Alzam dan Magma.
    
Mawar memandang Magma yang sangat berbeda dari yang dulu. Benar persis seperti Alzam kini.
    
"Makasih untuk Kak Magma karena udah jadi alasan perantara gimana aku bisa kumpul-kumpul lagi satu keluarga sama kalian. Andai di saat pertama kali kita ketemu Kak Magma nggak negur, pasti nggak bakalan seperti ini." Mawar menahan suaranya yang bergetar. Demi apapun, Mawar tak kuasa untuk menolak cowok itu. Tapi mau bagaimana lagi? Hatinya akan selalu condong kepada Alzam. Cinta yang insya Allah akan menjadi cinta terakhirnya pula.
    
Mawar gantian melihat ke arah Alzam yang penutup matanya itu sangat setia bertengger manis di wajahnya.
    
"Kata Kak Al, hati siapa pun akan selalu lebih condong ke orang yang dicintainya."
    
Mawar tak lagi menahan tangisnya. Cewek itu menangis bebas tanpa ada yang menegur.
    
"Makasih banyak udah beneran sabar bimbing aku."
    
Cewek itu mengingat-ingat apa saja yang dirinya juga mereka semua lalui sejauh ini.
    
Mawar menunduk lalu menatap Alzam dengan penuh haru. "Aku calon makmummu, Kak."
    
Setelah mengatakan hal itu suasana mendadak riuh. Mereka semua refleks mengucap Masya Allah. Tanpa diperjelas lagi, mereka tahu Mawar memilih siapa.
    
Alzam mengumpat dipunggung Uminya yang membuat mereka terkekeh. Cowok itu bukan malu, tapi karena terlampau tak percaya dan bahagia, pemuda itu menangis.
    
Magma tersenyum lebar. Baginya, kebahagiaan adalah satu kesatuan untuk mereka semua. Jika salah satu di antara mereka bahagia maka mereka pun akan bahagia. Lalu bagaimana dengan mereka semua yang tengah berbahagia kini?
    
Afzal berdehem. "Jadi gini, Mawar..."
    
Alzam menghapus jejak air matanya.
    
"Sebelum Alzam lamar kamu, kita semua udah persiapin segalanya bareng sama nikahan Revan."
    
Mawar terkejut. "Jadi?"
    
"Ini semua pinta Alzam. Katanya dia mimpi---"
    
"Abi...." Alzam menegur Afzal tapi Afzal tetap lanjut.
    
"Dia mimpi lamarannya diterima sama kamu maka dari itu dia minta persiapin semuanya."
    
Serempak mereka semua tertawa tak terkecuali dengan Alzam yang menahan malu.
    
"Mimpi dari bisikkan hati ini, mah!" Cetus Magma dengan sisa-sisa tawanya.
    
"Pernikahan akan diadakan satu minggu lagi."
    
Mawar terkejut. "Bareng Revan?"
    
"Ya, kan, tadi udah dibilang, Mawar...." Sambung Raka dengan lembut.
    
Mawar cekikikan. "Satu gedung juga?"
    
Afzal mengangguk.
    
Tiba-tiba perasaan Mawar tak enak. Seperti akan terjadi sesuatu nantinya. Seakan-akan ini memang bagian dari skenario-Nya yang lain.
    
Magma memperhatikan buku yang dibeli oleh Mawar lalu menahan tawanya.
    
"Kamu beli buku tentang malam zafaf?"
    
Pada saat ini, Mawar hanya ingin menjadi transparan saja di hadapan mereka semua.
    
Seketika cewek itu merutuki ucapan Alya. Bisa-bisanya ucapan iseng gadis itu dijabah meskipun bukan sama Alzam karena mustahil dapat melihat.
    
Mereka semua menahan tawa.
    
"Nggak papa. Latihan jadi istri yang baik." Xilcia ikut menggodanya.

My Heart is Calling You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang