٢٥ [عن العفة]

322 34 0
                                    

Ibnu Jauzi Rahimahullah berkata: "Aku merenungkan secara seksama sebuah fakta yang mencengangkan. Seorang mukmin tertimpa suatu musibah, lalu ia berdoa dan terus berdoa, tapi ternyata keterkabulan tak jua menghampirinya. Saat keputusasaan telah mulai masuk ke jiwanya, ia menoleh ke dalam relung hatinya. Ia pun ridho pada takdir dan tak berputus asa dari rahmat Allah 'Azza wa Jalla. Dalam kondisi demikian, biasanya doa akan segera dikabulkan oleh-Nya, karena pada saat itu iman tengah bercokol dan syaiton sudah berpamitan."
(Shaidul Khatir, hal. 177)

Mawar keluar dari tempat itu dengan langkah kaki gontai. Gladis yang melihat itu dalam mobil segera menghampiri.
    
"Kenapa, Mawar?"
    
Pertanyaan itu tidak dijawab. Mawar langsung menghambur ke pelukan Gladis. "Kak.... Aku takut dia hilang, aku takut---enggak, Kak! Dia nggak boleh sama yang lain."
    
Gladis masih diam mencerna.
    
"Dia marah, dia kecewa sama aku."
    
"Aku takut, Kak... Cuma dia yang bisa nerima semua yang aku punya."
    
Gladis menuntun Mawar perlahan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan, Mawar terus-menerus mengeluarkan air mata.
   
"Andai dulu aku nggak ikut dia, aku nggak ke tempat itu dengan sok taunya pasti semua bakalan baik-baik aja."
    
"Aku nggak bakalan pernah ngehancurin hidup siapa pun."
    
Andai bukan karena koneksi keluarga Alzam juga keluarga Mawar, pasti dalam sekejap reputasi Alzam hancur begitu saja ketika tayangan berita menginfokan jika orang itu masuk penjara. Untung saja, semua media menutup rapat-rapat semua ini, hingga yang muncul dalam berita hanyalah Alzam yang terus melanjutkan studinya lagi di Yaman. Beruntung, fans-fansnya itu tak tahu-menahu.

Bisa dibayangkan jika semua ini ke bongkar dan banyak yang memandang sebelah mata?
    
Seperti biasanya. Sebanyak apapun sifat manusia yang sempurna, pasti dimata orang lain akan hilang sekejap dengan satu kesalahan yang orang itu lakukan.
    
"Kamu nggak pernah hancurin hidup siapapun, Mawar. Semua kehendak Allah!" Imbuh Gladis.
    
Mawar seketika teringat sesuatu. "Sebentar, aku telpon Papa dulu."
    
Gladis bingung. "Kenapa?"
    
Mawar menggeleng. "Aku nggak tau. Tiba-tiba Kak Alzam minta Mama sama Papa suruh ke sini besok."

•••

"Apa? Kak Alzam mau dakwah ke sana?!" Seru Mawar dengan mata berbinar. Di hadapannya kini sudah ada keluarganya juga keluarga cowok itu. Tapi tidak lengkap. Hanya kedua orang tuanya saja.
    
"Iya. Doain semoga berjalan lancar," sahut Afzal seraya mengelus rambut putranya dengan sayang.
    
"Apa aku boleh ikut?"
    
Alzam terkejut. "laa tastati, Mawar."
    
Mawar memilin jarinya. "Kenapa, Kak? Aku nggak bandel, kok."
    
Alzam tersenyum. "Coba izin dulu sama orang tua kamu."
    
Mawar langsung mengangguk. "Ma, Pa. Aku boleh ikut, kan?," Tanya Mawar dengan mata berbinar.
    
Alifa saling pandang lalu detik berikutnya mengangguk. "Boleh. Kita semua ikut. Sekalian ajak Alya sama Shila biar ada temen."
    
Langsung saja Mawar berlari ke arah kamarnya untuk mengambil ponselnya menghubungi kedua sahabatnya itu.

•••

    
Mawar tersenyum ketika telah tiba di negara yang mereka tujui. Dengan gamis model Italia itu Mawar merapikan kerudung biru laut yang cewek itu kenakan. Di hadapannya ada Alzam yang sedang mengingat-ingat materi yang akan di dakwahkan.
    
"Intinya kamu sama temen-temen kamu di sana baik-baik, ya! Ikutin aja Om Afzal sama Alzam. Jangan ke mana-mana!" Titah Raka dengan tegas yang memang tidak ikut ke lokasi tersebut.
    
Alya mengangguk. "Nggak ke mana-mana, kok. Soalnya kita juga nggak tau jalan. Paling izin ke toilet bentar nanti."

My Heart is Calling You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang