٤٤ [سعيد من الله]

378 35 0
                                    

"..... Dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah."
(HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)

Tepat jam setengah lima sore mereka telah sampai di tempat yang ingin mereka kunjungi.
    
Kafa turun bersama adik-adiknya. Mereka semua memandang langit jingga dengan decakan kagum.
    
Alzam mengeluarkan dorongan bayi dari bagasi lalu di taruhnya Zayyan dan Fawwaz di dalamnya dengan Mawar.
    
Mawar mendorongnya. Di kanan kirinya ada Kafa juga Kasyaf lalu di depannya ada Alzam yang tengah menggandeng tangan Alma juga Nizam.
    
Bahagia banget, ya....
    
Angin sepoi-sepoi membuat gamis yang Mawar kenakan tertiup angin tapi sama sekali tak memperlihatkan lekuk tubuhnya.
    
Mereka sampai di bibir pantai. Kafa memandang seluruhnya dengan tersenyum samar lalu melirik jari manisnya yang bertengger cincin di sana.
    
Tau kan cincin apa?
    
Kasyaf tersenyum tipis. Sangat tipis. Cowok itu yang membawa kamera dari rumah tak henti-hentinya memotret pemandangan juga keluarganya.
    
"Abi kenapa bawa aku ke sini? Aku kan benci pantai," ujar Mawar seraya menikmati pemandangan.
    
Alzam tersenyum dan merangkul istrinya. Ditatapnya wajah istrinya yang tertutupi oleh niqab. Cowok itu memandang bahagia di bawah langit jingga.
    
"Maka dari itu, aku mau kamu nggak benci lagi. Kita bikin kenangan indah di sini."
    
Mawar terkekeh kecil lalu balik menatap Alzam. "Seharusnya emang aku nggak perlu benci. Karena ini tempat awal kita ketemu, insiden beberapa tahun silam juga itu salah satu yang ngebuat kita jadi kayak gini."
    
Mawar memeluk Alzam tiba-tiba dan menangis kecil di sana.
    
"Kenapa, sayang? Kok nangis?," Tanya Alzam dengan tenang.
    
Anak-anak mereka memperhatikan interaksi kedua orang tuanya dengan senyum hangat. Mereka tak perlu khawatir, sebab mereka percaya itu adalah air mata bahagia.
    
"Maaf."
    
"Untuk?"
    
"Aku nggak bisa jadiin kamu yang pertama, aku nggak bisa sesempurna wanita-wanita di luaran sana yang ngejar kamu. Makasih banyak Abi.... Udah selalu ngertiin Umma."
    
Alzam tersenyum lalu memeluk erat istirnya itu. Menghirup dalam aroma kesukaannya. "Maksudnya gimana? Aku beneran nggak papa nggak bisa jadi yang pertama untuk kamu tapi aku bakalan sangat nyesel kalo nggak bisa jadi yang terakhir untuk kamu, Mawar..."
    
Mawar makin terisak kencang. "Kenapa masih mau sama aku?"
    
"Nggak bisa di definisikan rasa Abi ke Umma itu gimana. Bahkan kalo lagi sholawatin, dzikirin dan doakan Umma sama anak-anak masih belum bisa ungkapin ke Allah nya itu gimana."
    
"Kamu sempurna. Kamu sempurna di sisi Allah, dimata aku juga anak-anak kita. Dan orang-orang yang ngejar aku itu nggak ada apa-apanya di sisi aku. Tetep, kamu segalanya, kamu sempurna. Kata orang, mereka memang jauh lebih segalanya, lebih sempurna daripada kamu. Tapi kata aku, mereka nggak ada apa-apanya, kamu yang segalanya dan kamu yang sempurna. Karena hati aku untuk kamu bukan untuk mereka." Ada jeda. "Masih nggak percaya?"
    
Mawar diam lalu mengangguk ragu. Alzam melepas pelukannya dan memanggil anak-anaknya untuk mendekat.
    
Alzam tersenyum hangat lalu bertanya kepada mereka. "Sayang Umma nggak?"
    
Mereka mengangguk mantap.
    
"Cinta Umma nggak?"
    
"Banget!"
    
"Umma sempurna nggak?"
    
Mereka lagi-lagi mengangguk kompak. "Banget! Bahkan Umma hebat!" Ujar mereka semua lalu tertawa bahagia.
    
Mawar menunduk malu dan tertawa diiringi dengan air mata bahagianya lalu memeluk suaminya erat. Bahkan si kembar pun ikut tertawa seolah-olah ikut setuju meskipun belum bisa bicara.
    
Kasyaf diam-diam merekam dan mengabadikan momen ini.
    
Alzam tersenyum simpul. "Denger Abi!"
    
Mereka semua diam.
    
"Dia nawarin Abi dunianya, dunia yang sangat indah, dunia yang sebelumnya nggak Abi punya dan Abi selalu jatuh hati dengan dia setiap harinya."
    
"Siapa, Bi?," Tanya mereka serempak seolah-olah ingin tahu lebih jelas meski sudah tahu jawabannya.
    
Dengan cepat Alzam menjawab. "Pake nanya lagi! Ya, Umma, lah! Siapa lagi?"
    
"GEMBEL, GEMBEL!"
    
Mereka tertawa bersama.
    
Mawar mengelus pipi suaminya lembut. "Aku cinta sama kamu."
    
Alzam tersenyum lebar. "Buktiin. Teriak bilang ke dunia."
    
Mawar mengangguk lalu sedikit berjinjit dan berbisik pelan ditelinga Alzam. "Umma cinta Abi."
    
Alzam bingung. "Kok malah bisik-bisik?," Tanyanya seraya mesem-mesem.
    
Agak salting!
    
Mawar menatap Alzam dengan tatapan andalannya. "Kan kamu duniaku."
    
Kafa tertawa bersama yang lainnya melihat abinya yang kaku dan wajah yang sempurna memerah.
    
"Duh! Dibales tuh sama Umma," celetuk Alma.
    
"Siapa suruh suka baperin Umma," timbrung Nizam dengan sisa-sisa tawanya.
    
Alzam tersadar lalu meraup mukanya kasar. "Innalillahi... Telah berpulang hati saya ke kamu," gumamnya lirih.
    
Alzam memeluk Mawar dari belakang yang tengah memegang dorongan bayinya.
    
"Kalo ditanya rasa sayang aku ke kamu itu, cuma sedikit." Ada jeda. Alzam tersenyum melihat perubahan pada istrinya. "Sedikit berlebihan maksud Abi."
    
Seketika Alzam mendapatkan tepukan kecil dipunggung tangannya.

Siapa lagi kalo bukan Mawar pelakunya?
    
"Katanya apapun itu harus secukupnya. Tapi satu hal yang enggak pernah cukup yaitu rasa sayang Abi ke Umma."
    
Mawar tertawa lepas dengan mengadahkan wajahnya ke langit langit. "Terus?"
    
Alzam tersenyum lagi dan lagi. Kini dirinya menarik istrinya untuk menghadap ke arahnya.
    
"Allah itu baik banget, ya? Saat Abi minta bunga Mawar, Abi dikasih taman yang indah, saat Abi minta setetes air Abi dikasih lautan, dan di saat Abi minta malaikat Abi dikasih Umma."
    
Alzam mengecup kening Mawar dengan lama dan satu tetes air mata berhasil keluar dari pelupuk matanya.
    
"Jamilatan jidan zaujati! Uhibbuki mitsla ma anti, uhibbuki kaifa ma kunti. Wa mahma kana mahma shoro, anti habibati anti."    

Alzam mengelus ubun-ubun Mawar dan memanjatkan doa-doa terbaiknya. Cowok itu menyatukan kening mereka di bawah langit jingga yang sudah menampakkan sempurna sunsetnya lalu bergumam.
    
"Arwa'ul qulub qolbuk, wa ajmalul kalaam himsuk, wa ahla maa fii hayati hibbuki."
    
Hati yang paling menakjubkan adalah hatimu, suara yang paling indah adalah bisikanmu, dan hal termanis dalam hidupku adalah mencintaimu.
    
Mawar tertawa getir dengan niqab yang sudah basah. "Bahagia, Masya Allah! Syukron Lillah...."
    
Dari kejauhan Kafa tersenyum lalu membatin.
    
"Mencintai Shanum. Semoga bisa seperti itu juga dengan kekasih impianku. Kekasih impian saya adalah bidadari surga saya, salah satu sarana surga saya. Uhibbuki fii kulli lahdzotin tamuuru fii hayati wa anti fii qolbi da iman."

My Heart is Calling You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang