٦ [استسلام]

410 80 6
                                    

Mungkin segala hal yang kamu impikan akan terjadi jika kamu yakin. Teruslah bersinar untuk dirimu sendiri.

Suara bising orang bersahutan sambil berteriak itu keluar masuk ke pendengaran Mawar. Kini jam istirahat dan mereka sedang berada di tepi lapangan melihat kakak kelas mereka main basket.
    
Shila berteriak heboh seraya senyum-senyum sendiri ketika Abi---kakak kelasnya itu berhasil memasuki bola basket ke dalam ring.
   
Mawar hanya diam seraya cemberut ringan dan memilin tangannya sendiri.
    
"Ngeselin banget, sih," gumam Mawar kesal.
    
Mawar kaget ketika ada seseorang yang duduk di sampingnya secara tiba-tiba.

Siapa lagi jika bukan Magma?
    
"Kenapa?"
    
"Aku mau putus. Jangan larang-larang mulu!"
    
Magma tertawa. "Aku emang nggak punya hak apapun itu ke kamu meskipun kamu pacar aku, karena aku tau posisi aku dihati kamu itu siapa." Diam sejenak melirik cewek di sampingnya. "Tapi, kamu bakal ngerti kalo aku punya hak ke kamu meskipun bukan sangkut paut masalah hubungan kita," lanjutnya.
    
Mawar refleks menoleh. "Hak? Hak apa? Kakak jangan seolah-olah tahu-menahu kehidupan aku, ya!" Peringat Mawar ngeri sendiri.
    
Magma tersenyum. "Aku udah tau semua tentang kamu Mawar, kamunya aja yang nggak percayaan," tutur Magma yang membuat Mawar seketika menahan napas.
    
Meneguk saliva dan membasahi bibir, lalu berkata. "Kakak tau alur kehidupan aku di masa lalu?," Tanya Mawar hati-hati.
    
Magma tersenyum kecut. "Kalo misalnya aku bilang tau apa kamu bakal percaya?"
    
Dengan cepat Mawar menjawab. "Enggak, lah! Ngapain aku percaya sama Kakak," serobot Mawar super cepat.
    
Magma tertawa. "Yaudah. Aku jawab aja nggak tau, kan?"
    
Mawar memutar bola matanya malas. "Nggak gitu juga konsepnya!" Ada jeda. Dirinya tak ingin berlama-lama lagi berhubungan dengan cowok tersebut. "Kak Magma, aku mau kita putus," lirih Mawar dengan mata yang sudah berembun.

Dirinya takut jika hal ini terus di jalani, maka satu janji terkhianati.

Tapi, bukankah segini saja sudah berkhianat?
    
Magma tertawa hambar. "Permintaan itu lagi?," Tanyanya tak percaya.
    
"Pacaran itu gak baik. Aku mau berubah," alasan Mawar setengah benar adanya.
    
Magma mengangguk. "Aku tau, kalo aku jadi kamu juga aku gak bakalan pacaran. Sayangnya, aku gak jadi kayak kamu lagi. Jadi buat apa hal itu dilakuin, kan?," Sahut Magma dengan ucapan tersirat.
   
Pandangan Mawar redup begitu saja ketika cairan bening menetes dipipinya. Shila yang tak sengaja melihat itu panik.
    
"Ih, Mawar lo kenapa?!?!" Khawatir Shila dan melirik tajam Magma.
   
Mawar menggeleng dan buru-buru menghapus air matanya itu. "Nggak papa, gue nggak papa," jawabnya berusaha menyakini.

Cewek itu bangkit lalu menatap sepenuhnya ke arah Magma.
   
"Tolong, Kak... Aku mau lepas dari Kakak. Aku gak bisa."
    
"Alasan?"
   
Mawar diam sebentar seraya tersenyum tipis. "Berubah. Cuma itu."
    
Magma tak percaya. "Yakin cuma itu? Gak ada yang lain?"
    
Berharap Magma mendapatkan jawaban lain dari ucapan cewek itu namun tetap saja Mawar mengangguk.
    
"Gak boleh putus. Alasan kamu yang sebenarnya bukan itu!" Final Magma.
    
Mawar menurunkan bahunya. "Capek ngomong sama Kakak! Sok-Sokan tau tentang aku, kita aja baru kenal!" Toxic Mawar yang kini sudah meninggikan suaranya.
    
Alya mengusap lembut tangan sahabatnya. "Mending sekarang kita ke Masjid, sholat Dzuhur bentar lagi."
    
Mawar menghela napas lalu mengangguk begitu juga dengan Shila yang bangkit dari duduknya.
    
Sejak kecil ketiga perempuan itu dididik oleh kedua orang tuanya agar selalu menjaga sholatnya dengan tepat waktu. Seberapa sibuk apapun mereka tetaplah Allah prioritasnya.
    
Karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda, sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud RA berkata, "Aku bertanya kepada Nabi Muhammad tentang amalan yang paling dicintai Allah Ta'ala?," Beliau  menjawab, "salat pada waktunya." Kemudian apalagi? Beliau menjawab, "berbakti kepada kedua orang tua." "Kemudian apalagi?," Beliau menjawab, "jihad fii sabilillah."
    
Terdengar suara tilawah Al-Qur'an dari Masjid sekolah mereka. Diam-diam Shila memejamkan matanya menikmati suara merdu seseorang itu. Seseorang yang kerap sekali tanpa sadar memalukan dia di depan banyak orang, yang sering perempuan itu ceritakan kepada kedua orang tuanya bagaimana lelaki itu yang selalu membuatnya kesal. Tapi sialnya, Shila terjerat oleh rasa aneh itu, dan rasa itu benar-benar makin menyakinkan dirinya sekarang bahwasanya perempuan itu---
    
Pikiran Shila ambyar seketika.
    
Mawar tersenyum dan menatap lurus Magma. Mencoba berdamai dengan apa yang terjadi. "Aku nggak bakalan minta hal putus lagi sama Kakak. Biar takdir Allah aja yang menjalankan bagaimana alur kisah ini berjalan. Dan ya, aku percaya apapun itu yang Kakak bilang ke aku. Tapi, kalo Kakak mau minta putus sama aku jangan sungkan bilang hal itu sama aku. Dan aku harap, Kakak nggak bakal nyesel kalo Kakak tau siapa sebenernya aku," jelas Mawar panjang lebar. Ada jeda. "Dan satu lagi, syarat itu tetep berlaku!" Peringat Mawar kepada Magma.
    
Magma tak menjawab. Cowok itu hanya diam. Karena kalau pun cowok itu menjawab, maka tetap saja, tak didengar oleh perempuan itu. Dirinya menatap lurus ke arah Masjid, tersenyum pilu dan menatap sendu kepada orang-orang yang berbondong-bondong memasuki rumah ibadah itu.
    
Cowok itu duduk.
    
"Abi, Magma capek, Magma mau ngebantah. Magma mau nyerah."
    
"Mawar, aku gak pernah main-main sama ucapan aku dari awal kita ketemu..."
    
"Bucin dia," gumam Gav kesenangan karena melihat Alya yang sedari tadi diam memperhatikan seseorang.
    
Diam-diam---Alya---cewek itu menahan napas dan pipinya kaku seketika pada saat cewek itu tak sengaja menemukan Revan di sudut lapangan menunggu mereka seraya menggulir butiran-butiran tasbih di antara kedua tangannya. Cowok itu berusaha menutupinya dari semua orang, tapi atas izin Allah, Alya melihat itu tanpa sengaja. Nalurinya menghangat begitu saja.
    
Fokus Alya ambyar ketika tangannya ditarik oleh Mawar menuju Masjid diikuti dengan Shila. Alya berdoa dalam hati semoga tidak ada yang sadar dan tidak ada yang tahu. Tapi apa boleh buat? Gav tahu jika Alya memperhatikan Revan sedari tadi meskipun cowok itu tidak tahu bahwa Revan tengah berdzikir.
    
Magma mengikuti teman-temannya ke Masjid. Cowok itu menunggu di luar Masjid dan hatinya seketika menghangat begitu saja ketika suara Darel membaca Al Qur'an benar-benar kini sangat jelas dipendengarannya. Orang-orang yang berada di dalam Masjid seketika hening ketika detik-detik ingin di lantunkannya adzan Dzuhur.
    
Mereka semua terdiam dengan khusyuk menjawab adzan tersebut.
    
Mawar tersenyum diam-diam melirik ke arah Alya yang matanya menunjukkan raut haru tak luput berkaca-kaca.
    
Memang mereka tidak dapat melihat siapa yang adzan karena di tutupi menyeluruh oleh sekat pembatas antara lelaki dan perempuan. Tapi mereka tahu siapa yang lagi adzan kini. Suara merdu dan menenangkan yang mereka dengar adalah suara milik Revan.
    
Setelah adzan berhenti Mawar mengkode Alya, dan sepertinya Shila pun menyadari.
    
Mereka membisikkan kata cie dengan suara pelan yang membuat Alya salah tingkah sendiri.
    
"Apaan, sih!"
    
Mereka semua pun akhirnya berdiri untuk melaksanakan sholat qobliyah Dzuhur terlebih dahulu.
     
Jika tadi yang adzan Revan suskes membuat Alya benar-benar menampakan raut wajah tersebut, kini gantian Shila yang seketika melemaskan pundaknya ketika suara Darel iqomah usai sholat qobliyah.
    
Mawar tertawa cukup nyaring yang membuat di sekelilingnya mencari-cari siapa pemilik suara itu. Sekon berikutnya perempuan itu meringis malu.

My Heart is Calling You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang