Hari keberangkatan Jansen untuk berpatroli tiba jua. Bersama Obie dan beberapa tentara lainnya. Lelaki itu meninggalkan tangsi.
"Ik pergi sekarang, jaga diri jij selama ik pergi, ya," ucap Jansen saat berpamitan pada Euis.
Perempuan itu menganggukkan kepala mungilnya. Ingin sekali Jansen mengusap rambut hitam Euis yang digelung rapi. Entah mengapa, ada rasa tak tenang yang dia rasa karena harus meninggalkan Euis sendiri di tangsi. Namun, tuntutan tugas mengharuskan Jansen pergi sejenak dari tangsi.
Jansen mengurungkan niat untuk mengusap rambut Euis. Diangkatnya ransel berisi perbekalan yang telah disiapkan oleh Euis, sarina-nya. Setelah tersenyum pada Euis, Jansen melangkahkan kaki panjang berbalut sepatu lars itu menuju teman-teman tentaranya yang telah berkumpul. Mereka meninggalkan tangsi dengan harapan bisa kembali ke tangsi dengan selamat.
***
Sepekan sudah berlalu. Jansen masih belum kembali. Euis menghabiskan waktu di barak dengan berlatih membaca dan menulis. Dia ingin apa yang diajarkan Jansen bisa dia kuasai dengan lebih baik lagi. Dengan bisa membaca, Euis merasa hidupnya lebih bermakna. Dia jadi tahu tentang hal di luar tangsi. Dia juga berusaha menghafal beberapa kata dalam bahasa sang tuan. Euis ingin bisa lebih memahami tuannya saat mereka berbincang. Sang tuan juga meminjamkan beberapa buku yang dimiliki untuk dibaca Euis. Dan sarina mungil itu sangat menikmati kala membaca buku-buku milik tuannya.
Beberapa sarina lain penasaran dengan apa yang dilakukan Euis. Mereka juga ingin belajar seperti Euis. Dengan senang hati dan semampunya, Euis berbagi apa yang telah diajarkan Tuan Jansen pada sarina-sarina lain. Perempuan itu ingin para sarina bisa belajar membaca dan menulis seperti dirinya.
***
Senyum tersungging di bibir Euis kala menatap tuannya yang melangkah dengan tegap memasuki barak. Setelah dua pekan terpisah. Hari ini akhirnya Jansen kembali. Dengan sigap Euis membantu sang tuan membereskan perlengkapan. Dia menyiapkan masakan untuk mengisi perut tuannya.
"Apa kabarmu, Euis? Sepertinya jij benar-benar bisa menjaga diri selama ik pergi," ucap Jansen tersenyum menatap sarinanya.
"Saya baik-baik saja, Tuan."
"Bagus, akhirnya aku bisa menikmati masakanmu lagi."
Jansen tersenyum lebar menatap masakan yang terhidang di depannya. Dengan lahap dia menyantap masakan Euis. Mata bulat perempuan itu berbinar. Dia bahagia sang tuan kembali dengan selamat. Didekatkannya piring-piring berisi masakannya. Euis ingin sang tuan bisa menikmati dan mengenyangkan perut dengan masakannya.
***
Malam menjelang. Jansen duduk di atas ranjang di mana biasanya dia berbaring kala di barak. Dia merindukan suasana barak ini. Dua pekan di luar tangsi dengan kehidupan seadanya, membuat Jansen ingin segera kembali ke tangsi. Apalagi rasa rindu pada perempuan di hadapannya ini membuat hari-hari yang dilalui terasa panjang.
"Ik rindu barak ini, tak sabar ingin segera kembali ke sini."
Euis tersenyum kala mendengar ucapan sang tuan. Mata perempuan itu bersinar. Dia pun merasa senang bisa melihat tuannya lagi. Menatap sosok berbahu bidang yang selalu siap melindungi dirinya. Jansen menatap Euis penuh kelembutan. Wajah perempuan itu tampak makin ayu di mata Jansen.
"Ik juga merindukan jij ...."
Euis tertegun. Dia tak menyangka sang tuan akan mengatakan hal yang dirasa. Kepala Euis menunduk. Perempuan itu berusaha menenangkan jantungnya yang terasa berdetak lebih kencang. Jemari Jansen memegang dagu Euis dan mengangkat wajah perempuan itu. Menatap ke dalam mata Euis dan berucap,
![](https://img.wattpad.com/cover/263170165-288-k44202.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sarina
Historical FictionKisah Euis, perempuan melankolis berdarah Sunda yang menjadi nyai tentara kolonial Hindia Belanda karena terpaksa. Apakah Euis akan menemukan cinta sejatinya?