17. 9 Tahun

2.4K 232 23
                                    


kangen gak?








"Papah, tuuruun.." Andrew lagi-lagi menggelengkan kepalanya, sudah kesekian kalinya Byan meminta diturunkan semenjak screen-time mereka berakhir.

Keenan terus menerus menatapnya geli. Byan benar-benar malu karena semua teman-temannya menatapnya tak sesegan dulu, Oh siapa lagi pelakunya jika bukan mereka.


"Anak sembilan tahun gak digendong lagiii.." Byan mendesah frustasi, ia menyerah dan menyembunyikan wajahnya di bahu sang papah.

"ihh, kata siapa??" Andrew menyahut tak suka.

"Temen-temen Byan udah gak ada yang digendoong.." Byan mengatakannya dengan suara yang teredam jas Andrew. mereka akan kembali ke pinggir lapangan, pertandingan dan selebrasinya selesai.

"Emangnya kamu tau gimana mereka di rumah mereka, hm."

"Mana Byan tau." Byan kan anak baru gaul.

"Tuh mami udah nungguin, keliatannya khawatir banget dipinggir lapangan," Keenan menunjuk sang ibu dan kedua adiknya yang sudah berdiri di belakang pagar pembatas antara lapangan dan gedung utama.

Andrew berjalan perlahan membiarkan para anak-anak yang lain untuk keluar lebih dahulu dari sana.

Liana terlihat begitu cemas, meski ia bangga melihat Byan yang mendapatkan sorakan meriah satu lapangan atas tindakannya tetap saja membuat tubuhnya terseret di lapangan itu bukan kemauan Liana.

"Kamu gak papa??" Mata Liana dengan begitu teliti membolak-balikkan seluruh sisi tubuh Byan yang bisa dicapainya.

Liana menghela napasnya saat menemukan lutut dan siku Byan yang Andrew posisikan tidak menyenggol pakaiannya terlecet di beberapa bagian.

"By gak papa mom." Byan mencoba membuat ibunya sedikit tersenyum, ia tak berniat membuat Liana datang dengan wajah khawatir, yang tadi itu di luar bayangannya. Padahal ia sudah berjanji tak akan terluka, mau bagaimana lagi?

Sean ikut melirik lutut kaki Byan. Genta hanya berani menatapnya. Papahnya ternyata menggendong Byan dengan sangat teliti, tubuh Byan sedikit miring menghindari lututnya tergesek bagian tubuh Andrew dengan tidak sengaja. Menakjubkan.

Byan mendengar suara gurunya berteriak meminta mereka berkumpul ke ruangan sebelumnya. Byan meminta Papahnya menurunkannya.

"By harus ikut kumpul duluuuu, turun pah!" Andrew tak bisa menolak, tapi Liana justru mencegatnya.

"Gak papa, nanti mom bilang miss Eva."Liana menggenggam tangan Byan.

"Moooommm.." suara Byan terdengar seperti rayuan di telinga Liana. Bocah itu mengusak pada perut bagian bawahnya, badannya bergerak ke sana dan ke sini seakan ingin meminta sesuatu tapi ia tidak bisa mengatakannya.

Byan tak biasanya merajuk, apa lagi dengan nada suaranya yang mendayu mengusik ketegasan Liana yang biasanya selalu bekerja pada anak-anaknya.

"Nanti mom bisa hubungin miss Eva kalau kamu pulang duluan." Byan semakin mengusak wajahnya.

Liana mencoba membuat Byan menatapnya, Byan malah mendongak dengan tatapan penuhnya pada Liana, dahinya berkerut kecil, matanya membulat berkilauan seperti efek yang ditambahkan, atau sebenarnya hanya bayangan Liana karena baru kali ini Byan menatapnya bak kucing yang minta dipelihara dari jalanan.

"Moom~" BIbir Byan mengerucut samar. Liana memejamkan matanya mengumpat dalam hati.

"Oke."

"YE!" Byan tersenyum begitu lebar, memeluk sang ibu lebih erat. Liana menghela napas, terlihat begitu frustasi. KETAAN mengaku kaget. Mereka menganga tak percaya.

Momma kalah dengan tatapan Byan? Andrew diam-diam menahan tawa dalam hati, nyatanya ada yang bisa menggoyahkan istrinya.

"Wait," Liana mencegah Byan agar tak langsung berlari ke arah rombongan temannya. "Jangan lari, oke? Minta miss Eva hubungi momma—"

"Iya, iya oke mamiii.."

"—luka kamu juga, kita selesaikan saat pulang." Byan mengangguk cepat. Kakinya menghentak kecil, tak sabar ingin segera bergabung dengan teman-temannya.

Saat Liana terlihat sudah tak ingin memberi wejangan lagi Byan mengecup pipinya dengan cepat dan melambai sambil melangkah menjauh dari sana.

"See you, mami!" Senyumnya begitu lebar, seorang coach merangkulnya untuk membantunya bergabung dengan anak-anak yang lain yang sudah menunggunya untuk bergabung.

Liana menggigit pipi dalamnya menahan gemas; entah sejak kapan. "Oh gosh. She's so cute for what."

Liana bergumam tanpa sadar. Tangannya bersedekap. Saat berbalik, ia melihat ketiga anak dan suaminya memperhatikannya begitu aneh dengan senyum terpaksa mereka.

"Apa?"

KETAAN sontak menggeleng bersamaan, tawa mereka terdengar sumbang. Sementara Andrew masih menahan tawanya.




Tbc.

Hah? Udah?
Hah hoh hah hoh eh udah. 🙂

/kbur mengnyelinap/

If Byanice was adoptedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang