S2 : Bertemu nenek penyihir

1K 130 14
                                    

S2- Chapter (-): Meeting a witch 

This chapter contains: fiction, fairytale, magic.

.
.
.
.

.
.
.
.
.

.
.
.
.

Ni dari pada aku updatenya taun depan nunggu selesai 1 chapter, segini dulu ya.. setengahnya soon, asap🥹

I hope you enjoy~♡
.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.

"Dari mana?" Byan tak berani menatap mommanya, lantai marmer jelas lebih menarik untuk ditatapnya sekarang.

Ia sedang berada dalam suasana yang cukup bagus dengan sekujur tubuh yang basah kuyup—ditemani papah Andrew tentunya, mereka berdua berdiri bersampingan menghadap Sang Mulia nyonya besar seperti dua pencuri yang baru saja tertangkap basah.. well, memang basah tapi, hum... ya, mereka basah.

Saat baru tiba mereka langsung disamput di ruang tamu, papah bilang mommanya sudah sedikit mereda, namun tetap saja suara tegas itu bikin bergidig bulu disekujur tubuhnya. Ia sempat melirik papahnya yang juga sedang dalam suasana hati yang baik. Hujan-hujanan mengingatkan papah pada masa kecilnya, mereka jadi melupakan warga rumah yang sudah menunggu mereka pulang.

Kakak-kakaknya ada di sana, duduk di ruang tengah dengan televisi yang menayangkan berita gossip tentang seorang pemimpin perusahaan yang menikmati berlarian di bawah hujan bersama anak bungsunya. Media selalu cepat menangkap mereka.

"Mamah cariin dari detik setelah sekolah ngabarin kalau anak bungsu mamah pergi sebelum jam sekolah selesai, Robert juga pusing pergi kesana kemari ikut mencari, yang tua bukannya membawa yang muda pulang justru malah kebablasan bermain. Lihat, hampir malam dan kalian datang dengan basah kuyup seperti ini??" Hujan sudah berhenti satu jam yang lalu, tapi mereka malah memilih melanjutkan main dengan berdiri di tepi jalan, menunggu kendaraan membuat genangan air terbang menghujani mereka. Seru.

"Gak usah cengar-cengir!" Keduanya merapatkan bibir, mereka tak sadar.

Robert dan John juga berada di sana. Melihat kejadian itu dengan dua perasaan yang berbeda. Robert lega, meski pun ia menjadi samsak emosi dadakan nyonya besarnya— iya tak marah, ia memang lengah. Dan John yang malah menemukan hal itu menggelitik, karena tuannya tak pernah terlihat konyol sebelum Byan hadir, kini berjalan sebaliknya. Jiwanya terasa lebih bebas.

Nyonya besar melipat tangannya galak, dagunya terangkat tinggi.

"Sana mandi, air hangat. Makan malam sudah siap. Jangan lupa keramas, cuma tuhan yang tau air apa yang kalian buat mainan di luar sana." Byan sudah berusaha semaksimal mungkin menutupi senyumannya. Untung mommanya belum mengetahui perihal mereka yang berdiri di tepi jalan menikmati cipratan air dari pengguna jalan.

Keduanya mengangguk patuh, berjalan jinjit karena genangan air yang mereka bawa meninggalkan banyak jejak basah dilantai.

Byan mempercepat langkahnya, begitu juga Tuan Andrew, kakak-kakaknya menatapnya horror dari ujung kepala hingga ujung kaki, well, reaksi yang wajar saat mereka sudah mengetahui mereka yang nyatanya sempat bermain di kubangan air.

Byan menghela napasnya lega, papahnya sempat mengirimnya smirk sebelum berpisah ke kamar masing-masing.

dan sebuah teriakan terdengar menggelegar dari lantai bawah, "YA TUHAN, ANDREW, BYANICEE, MAMA GAK AKAN IJININ KALIAN KELUAR LAGI." Keduanya tercekikik, berlari tunggang langgang memasuki kamar mereka masing-masing, Byan tersenyum lega dengan punggung yang membelakangi pintu kamarnya. Memang ada banyak hal yang membuatnya merasa jatuh dan kecil akhir-akhir ini, namun yang ada hal yang ia harus ingat, ia memiliki keluarga terbaik di dunia, mereka yang akan terus mendampinginya. Ia tak perlu takut.

If Byanice was adoptedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang