XIV - Ambyar?

612 41 6
                                    


Yang ku duga ternyata tak seperti faktanya. Hal ini mengajarkanku, jikalau kita mendapat informasi sebaiknya kita mengoreknya lebih dulu sebelum pada akhirnya kita mempercayai itu.

💄💄💄

Kepulangan Diana lantas membuat semua Agasa dkk juga Bianca kembali berkumpul seperti biasa. Awalnya mereka pergi membeli kado untuk Tiara, sebelum akhirnya mampir ke kios mie ayam mang Diman. Tentu hal ini adalah usulan Diana yang memang pecinta nomor satu mie ayam mang Diman.

“Jarang banget bisa kumpul gini lagi. Berasa flashback masa SMA enggak sih?” tanya Bianca.

“Yoi, berasa banget. Mana enggak ada Evano atau Anya sama Feisya. Kayak masih bujangan aja gitu,” jawab Devon agak nyeleneh. Ah, pria itu memang tidak pernah berubah.

“Kadang hal kayak gini yang paling gue kangenin kalau lagi di negara orang,” ucap Diana sembari menatap satu persatu sahabat-sahabatnya itu.

Sorry, Bro, lo kalah,” ejek Zemi sembari menepuk pundak Agasa.

Diana terkekeh pelan sebelum akhirnya berujar, “Tentunya Agasa dulu sebelum kalianlah.”

Agasa tersenyum tipis sebelum akhirnya tangannya mengusap puncak kepala Diana lembut tanpa berkata. Sungguh, Agasa rasanya ingin mengurung Diana di kamar saja saat ini juga.

“Udah halal masih aja cuman elus kepala,” sindir Bianca diiringi tawa meledeknya.

“Enggak perlu diumbar, cukup buat berdua aja.” Akhirnya Agasa buka suara. Damage-nya bukan main memang, sekali berujar semua dibuat tak berkutik.

“Terus Naka gimana nih? Masih sendiri aja?” tanya Diana mengalihkan topik pembicaraan.

“Masih, Na. Fokus kuliah dulu aja,” jawab Naka yang untuk pertama kalinya juga buka suara. Tadi dia sempat sibuk membalas pesan Aulia. Jangan salah paham, mereka satu kelompok dan Aulia itu memang curi-curi kesempatan untuk bisa chatting dengan Naka menggunakan dalih untuk kelompok. Ya, modus intinya.

Devon menyenggol bahu Naka yang memang duduk di sampingnya, seperti biasa posisinya akan selalu seperti itu. “Jangan pura-pura. Itu tadi gue liat sibuk chatting sama Aulia,” ledeknya.

“Hah?! Serius lo?” Bianca langsung heboh, gadis itu langsung menghampiri kursi Naka dan merebut ponsel milik pria itu. Dan memang benar ada nama Aulia di sana. Sontak Bianca langsung memasang wajah tengilnya. “Cieee Naka, cieee.”

“Cuman bahas tugas, baca aja.” Naka menanggapi dengan santai.

“Modus ini mah bukan tugas,” ucap Zemi ikutan mengompori.

Devon mengangguk. “Setuju! Bedain aja dong. Huhu, Naka mah pura-pura enggak peka.”

“Udah kali, namanya juga usaha. Aulia emang segitu sukanya sama Naka kayaknya. Waktu itu sempet minta nomornya ke gue,” lerai Diana.

“Emang. Aulia tulus tahu sama Naka. Lo sih, Nak. Kalau enggak ya enggak, kalau mau ya mau. Jangan digantung kali,” ucap Bianca menggebu.

“Yah, enggak jadi adik ipar gue dong lo. Padahal dah bangga gue,” ucap Devon pura-pura sedih.

“Adik lonya aja yang ninggalin. Salahin aja.”

Baru saja Devon akan membalas ucapan Bianca. Namun, niat itu pupus seiiring dengan panggilan masuk ke ponsel Bianca. Panggilan itu dari mamihnya.

“Assalammualaikum.”

“Waalaikumussalam, Bianca. Sayang, cepetan pulang, ya. Ada syukuran di rumah Heru. Kita diundang.”

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang