XXV - Heru dan Bianca?

629 39 7
                                    

Terkadang setelah patah hati, tidak perlu jeda untuk bisa membuka hati lagi.

💄💄💄

“Pi kalau aku nikah di tahun ini, apa Papi setuju?”

Damar yang semulanya fokus pada ponselnya lantas mengalihkan atensinya pada sang putri yang kini duduk di depannya, keduanya sedang berada di meja makan karena mereka baru saja usai makan.

“Abis putus terus janji mau jadi lulusan camlaude sekarang kamu mau nikah? Kamu sehat, Bianca?” jawab Damar akhirnya.

Bianca tersenyum tipis. “Cuman nanya aja, Pi. Bianca cuman lagi bingung aja harus gimana setelah ini.”

“Masih kepikiran sama Zemi?”

“Munafik kalau aku bilang enggak, Pi. Tapi, aku udah enggak mau lagi sama dia, Pi. Udah cukup aku menurunkan harga diri aku di depan keluarga dia. Lagian aku sadar kalau keluarga kita sama dia jauh beda dan enggak mungkin bisa bersama. Iya, ‘kan?”

“Bukan salah derajat keluarga kitanya, Bianca. Memang kalian cuman ditakdirkan berjodohnya sampai kemarin aja. Kalaupun memang kalian berjodoh nantinya pasti ada jalan lagi.”

Bianca mengangguk paham sebelum akhirnya gadis itu menopang wajahnya dengan kedua tangannya dan tatapannya lurus pada sang papi. “Pi, menurut Papi, pak Heru itu mantu idaman enggak?” tanyanya membuat Damar kontan memicing ke arahnya.

“Hai, kamu sehat? Kok ngawur sih?” respon Damar dengan kekehan kecilnya.

“Aku sehat, Papi,” jawab Bianca sembari memasang wajah cemberutnya. “Cuman nanya doang, Pi. Soalnya ada hal yang sedang menganggu pikiran aku sekarang.”

“Heru ngelamar kamu?”

Bianca menggeleng.

“Terus?”

“Beberapa hari lalu, pak Heru bilang kalau dia suka sama Bianca dan tadi aku tahu fakta kalau pak Heru rela babak belur cuman buat belain aku, Pi. Aku emang enggak suka sama dia, tapi aku ngerasa mulai respect aja sama dia, Pi,” jelas Bianca rinci.

“Bianca, dengerin Papi okay?” Bianca mengangguk. “Pernikahan itu bukan main-main, Sayang. Perkara cinta juga menurut Papi itu hal penting. Belum lagi soal keluarga kedua pasangan yang harus saling menerima. Papi mungkin pengin liat kamu nikah, tapi kalau terburu-buru dan akhirnya gagal lebih baik Papi menunggu lebih lama aja.”

“Iya, Papi. Bianca cuman nanya doang, kok. Tadi Bianca lihat ada mahasiswa yang nikah sama dosen, keliatannya lucu aja gitu. Makanya Bianca iseng nanya,” ucap Bianca.

Damar meraih tangan sang anak kemudian menggenggamnya erat. “Bianca kalau kamu memang yakin sama Heru, Papi restui. Tapi, ingat satu hal ya, jangan kamu terima dia cuman karena kamu pengin lupain Zemi. Istikharah juga biar semuanya jelas.”

Bianca mengangguk patuh. Dia tidak mungkin setega itu pada Heru. Lagian tadi adalah pertanyaan random yang tiba-tiba muncul di kepalanya. Hanya itu, tak lebih.

***

“Semua salah gue.”

“Bukan salah lo.”

“Coba aja gue enggak jujur soal Bianca sama pak Heru ke Zemi, mungkin ceritanya enggak akan kayak gini.”

“Dengan atau enggaknya lo jujur soal itu, kalau udah takdirnya mereka pisah, pasti mereka pisah, Naka. Lo enggak salah.”

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang