XXI - Terbongkar

662 45 8
                                    


Pada akhirnya, tak ada rahasia yang abadi.

💄💄💄

Senin.

Sebagian orang menganggap hari Senin sebagai musuhnya, salah satunya Bianca. Gadis itu cukup tak suka hari Senin karena menurutnya hari Senin adalah awal dari hari-hari yang melelahkan.

Namun, Bianca sadar ada mimpi yang harus dia raih. Lulus S2 jurusan hukum adalah impiannya, meskipun sebenarnya dulu dia tak berniat untuk sejauh itu.

Sadar akan mimpinya, Bianca lantas bangkit dan dia harus segera berangkat ke kampus karena hari ini dia ada kelas pagi. Namun, aktivitasnya terhenti tatkala sebuah mobil terparkir cantik di depan rumahnya. Tanpa melihat siapa yang mengendarainya pun Bianca sudah hapal, mobil itu milik Zemi.

“Pagi, Bianca Cantik!” sapa Zemi dengan suara yang cukup keras karena jaraknya dengan Bianca cukup jauh.

Biasanya Bianca akan merona kala Zemi menyapanya seperti itu, tetapi untuk saat ini Bianca bersikap biasa saja, bahkan wajahnya terkesan jutek dan malas berurusan dengan pria itu.

Perlahan, Bianca berjalan mendekati Zemi. Sampai akhirnya langkahnya terhenti tepat di depan pagar rumahnya, masih tertutup namun Bianca bisa melihat dengan jelas sosok Zemi dari celah yang ada di antara pagar rumahnya itu.

“Aku mau berangkat sendiri dan aku juga yakin kamu udah baca pesan aku semalem,” ketus Bianca tertuju pada sang kekasih.

“Kamu tega ngebiarin jok di sampingku kosong?” tanya Zemi sembari berjalan mendekat pada Bianca, meski pada akhirnya mereka terhalang oleh pagar.

“Kamu tega ngebiarin aku dihina mamamu? Tega, ‘kan? Jadi, buat apa aku kasihan sama hal sepele itu,” sindir Bianca membuat Zemi tak bisa mengucapkan apapun.

Bianca tersenyum sinis sembari melipat kedua tangannya di dada. “Aku butuh waktu, Zem. Biarin aku sendiri dan aku mohon kamu ngerti aku, ya? Aku males debat. Ada kelas pagi.”

Zemi cukup sadar diri, pada akhirnya pria itu memilih bergegas pergi meninggalkan Bianca yang bergelut dengan hatinya sendiri.

Bianca butuh waktu, tetapi dia tak menampik jika dirinya merindukan sosok Zemi. Tiga hari tak berkabar dan tak bertemu adalah siksaan bagi Bianca. Namun, Bianca hanya ingin melihat saja seberapa jauh Zemi mau berjuang mempertahankannya.

Tak salah, ‘kan?

***

“Sadis emang pak Heru, datang-datang ada kuis dadakan.”

“Mana sadisnya yang ketahuan nyontek langsung disobek lagi.”

“Sumpah gue yakin sih kayaknya pak Heru lagi patah hati, auranya kayak orang baru ditolak sama gebetan.”

Uhuk. Uhuk.

Kontan ketiga mahasiswi yang bergosip ria itu menoleh ke samping, ke sumber suara tersebut dan ternyata di meja sebelah ada Aulia dan Bianca.

Salah satu dari mereka tersenyum sinis. “Kesindir lo, Bi? Udah sadar ya kalau pak Heru enggak ada apa-apanya sama Zemi, makanya lo tolak dia, ‘kan?”

Bianca menatap mahasiswi tersebut, namanya Sandra, anak kelas C FH. “Maksud lo apa?” balas Bianca.

“Semua orang tahu lo itu maruk, Bi. Enggak Zemi, enggak Sean, sekarang pak Heru. Maunya apa coba? So cantik banget sih lo!” ucap Sandra membuat tangan Bianca mengepal.

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang