XXVIII - Karma Is Real

665 41 9
                                    

Apapun yang pernah kau lakukan, maka percayalah akan ada balasan yang akan dirasakan.

💄💄💄

“Mama memutuskan akan membawa Zemi ke Singapura agar dia dapat penanganan yang lebih baik. Ini sudah tidak bisa dibiarkan, Zeidan, Milla. Bagaimana bisa kalian lalai? Bagaimana bisa jika selama hampir satu tahun ini Zemi mengonsumsi obat tidur?”

Baik Milla maupun Zeidan hanya bisa menunduk lesu. Mereka menginginkan pertemuan dengan Santi, namun tidak dengan jalan seperti ini. Kondisi Zemi yang semakin buruk seakan menampar keduanya jika selama ini mereka bukan orangtua yang baik.

“Mama tahu Mama salah sama kalian, tapi Mama mohon jangan lakukan kesalahan yang sama pada Zemi. Jikalau kalian ingin melampiaskannya, lampiaskan pada Mama, jangan pada cucu Mama!”

Santi sudah tak lagi mampu menahan bobot tubuhnya yang tak seberapa itu. Sungguh, dia menyesal telah meninggalkan kediamannya karena masalah yang terjadi pada anaknya. Andaikan Santi dan suami tak pergi mungkin cucu pertama mereka masih ada dan Zemi tidak akan menderita seperti ini.

“Maafin, Zeidan, Ma. Mama enggak salah. Semua salah Zeidan, maafin aku, Ma. Maaf,” ucap Zeidan sembari memeluk tubuh Santi yang bergetar karena tangis. Tubuh Santi semakin kurus dan tak lagi sekencang dua puluh tahun lalu. Zeidan tidak hanya gagal sebagai ayah untuk Zemi, tetapi dia juga gagal menjadi anak untuk Santi juga ayahnya.

“Milla juga salah, Ma. Maaf kalau luka yang Milla alami ini membuat semuanya kacau. Maafin Milla gagal jadi menantu yang baik buat Mama. Maafin Milla yang enggak bisa jagain Briliana juga Zemi. Maaf, Ma. Maaf.” Milla tak berani untuk memeluk Santi, meskipun dia ingin. Milla hanya terduduk di samping Santi juga Zeidan sembari menutup wajahnya dengan tangannya, menyembunyikan air matanya yang luruh.

Santi mengurai pelukan Zeidan, wanita yang sudah tak lagi muda itu lantas menatap sang menantu. Rasa bersalah tersirat jelas di bola matanya. Santi sadar memang sudah jahat pada Milla.

“Nak, maafin Mama. Mama juga salah,” ucap Santi sembari menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Milla.

Perlahan Milla menurunkan kedua tangannya, kini netranya bertubrukan langsung dengan netra milik sang mertua. “Milla yang enggak bisa jaga diri. Milla juga enggak bisa jaga Briliana sama Zemi. Milla yang salah, Ma.”

Santi menggeleng sembari tersenyum tipis, meskipun air matanya belum sepenuhnya kering. “Semua sudah terjadi, Nak. Maafin Mama dan Mama mohon cari Bianca demi Zemi. Terima dia, Milla. Hanya dia yang Zemi inginkan. Mama tahu masalah yang terjadi pada kalian selama ini. Mama mungkin berjarak dari kalian, tapi percayalah Mama tak pernah terlewatkan satu informasi tentang kalian. Kamu mau ‘kan cari Bianca demi Zemi? Biar Mama temani juga. Kita cari Bianca sama-sama.”

***

Lain halnya dengan kondisi keluarga Zemi yang semakin tak karuan, justru Damar begitu amat bahagia tatkala berbincang dengan Heru yang katanya ingin serius dengan putri bungsunya, Bianca.

“Kalau kamu memang mau serius sama Bianca, saya izinkan, tapi semua kembali pada Bianca karena nantinya dia yang akan menjalaninya.”

Heru mengangguk paham. “Saya paham, Om. Izinkan saya mendekati Bianca karena saya sadar semua butuh proses terlebih Bianca baru berpisah dengan kekasihnya.”

“Kamu tahu soal Zemi?” tanya Damar.

“Tahu, Om. Kebetulan dia juga mahasiswa di kampus tempat saya mengajar terlebih sebelum mereka berpisah, saya sering melihat dia bersama Bianca,” jawab Heru sekenanya.

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang