XV - Memantapkan Hati

596 34 6
                                    

Mungkin aku bisa tertarik dengan mereka di luaran sana, tetapi percayalah jika kamu masih juaranya.

💄💄💄

Ini salah.

Bianca sadar tatkala jantungnya tak karuan dengan posisi tangan pria lain memegang tangannya, itu adalah hal yang salah.

Perlahan, Bianca menepis pelan tangan Heru yang memegang tangannya. Kemudian menatap dosennya dengan senyum ramahnya.

“Maaf, Pak. Saya masih bisa jalan sendiri.”

Setelah itu, Bianca berlalu begitu saja meninggalkan Heru yang hanya bisa menatap punggung gadis itu yang semakin lama semakin mengecil di pandangannya.

“Tante, Kak Hera, kayaknya aku duluan aja ya. Mau ke rumah kak Alya aja. Pengin istirahat,” ucap Bianca tatkala gadis itu menemukan Fanny, Hera, juga Hanna.

“Di kamar tamu sini aja, Dek. Ada kok. Mau Kakak antar?” tawar Hera yang langsung Bianca tolak dengan gelengan kepala.

“Di rumah kak Alya aja. Udah kangen juga sama Alvin,” tolak Bianca.

“Yaudah, nanti Mamih susul kalau semuanya udah beres.” Akhirnya Hanna mengizinkan membuat Bianca leluasa untuk menjauh dari kediaman Heru.

Bianca janji, mulai saat ini dia harus sangat menjaga jarak dengan Heru. Hatinya bisa-bisa berpaling jika terus-terusan seperti tadi.

“Wajar enggak sih, Kak, kalau misalnya kita punya pacar, tapi kalau liat cogan itu deg-degan?”

Dahi Alya kontan mengernyit. Tidak ada angin, tidak ada hujan, Bianca datang dan langsung bertanya demikian.

“Kak, wajar, ‘kan?” Bianca memegang tangan Alya dan menggerakkannya. Menuntut jawaban dari kakak iparnya itu.

“Lagi suka sama cowok lain?”

“Enggak kayaknya, cuman ya deg-degan aja kalau lagi deket sama cowok itu.”

“Wajar, Dek. Apalagi hubungan kalian tuh masih tahap pacaran dan udah lama gitu. Kakak tahu pasti ada rasa bosan yang hinggap, ‘kan? Belum juga lihat cowok di luar sana. Tapi, Dek, kalau udah nikah mah enggak wajar itu salah. Pacaran juga salah sih, tapi ya masih bisa dibilang wajar kalau kamu enggak mencoba main-main di belakang.”

Sejenak Bianca bisa bernafas lega. Setidaknya irama jantungnya tatkala bersama Heru adalah hal wajar, bukan karena hal lain. Saat dirinya masih SMA pun hal ini pernah ia rasakan, saat itu dirinya masih dengan Gavin.

Alya mengusap surai Bianca lembut. “Dek, Kakak tahu usianya kamu tuh pasti lagi labil-labilnya. Tapi, setia itu mahal, Dek. Selagi kamu bisa menjaga, sebaiknya dijaga ya, jangan cuman karena lihat barang yang lebih bagus terus kamu jadi berpaling.”

Alya tahu siapa gerangan sosok yang sedang Bianca bicarakan saat ini. Alya tak bodoh, Bianca memang tipe-tipe mudah goyah jika perihal cogan. Wajar sih, masih termasuk masa-masa labil dalam hal percintaan. Yang menikah saja bisa demikian, apalagi yang cuman pacaran.

***

Naka aneh.

Sejak kemarin pagi, pria itu nampak berbeda pada Bianca. Entah mengapa dan bagaimana bisa demikian. Naka seperti sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

“Nak, lo enggak papa, ‘kan?” Akhirnya Bianca memberanikan diri untuk bertanya.

Pria yang dijuluki soft boy-nya kelas B ini menoleh ke arah Bianca. Tatapannya masih tenang, namun terlihat berbeda. “Gue sehat, Bi. Kenapa emang?”

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang