XXIX - Usai Sebelum Sampai

608 47 4
                                    


Pada akhirnya, kita harus mengalah pada Sang Semesta yang mengakhiri kisah yang belum sampai ini.

💄💄💄

“Gimana responnya bu Hanna sama pak Damar ke kamu, Dek?” tanya Hera begitu antusias menyambut kedatangan Heru ke kediamannya. Hera memang menginap di sini karena dia ingin mendengar cerita tentang Heru yang baru pertama kalinya datang ke rumah Bianca dengan niat akan serius pada gadis itu.

“Baik, mereka baik sama Heru,” jawab Heru sebelum akhirnya pria itu mendudukkan diri di sofa dan hal itu langsung diikuti oleh sang kakak.

“Kamu enggak malu-maluin, ‘kan?” selidik Hera waswas, takutnya Heru berbuat kesalahan atau terkesan terlalu terburu-buru ingin menikah. Bisa-bisa gagal rencana pernikahan Heru.

Pokoknya jangan sampai gagal karena jika gagal kasihan Heru sudah hampir kepala tiga, ucap Hera dalam hati.

“Tenang, Kak. Tenang aja. Lagian Heru udah sedewasa ini, masa malu-maluin,” jawab Heru agak jengkel karena kakaknya ini terlalu bawel dan kepo.

“Terus kamu semakin yakin atau malah enggak jadi?” Lagi-lagi Hera bertanya. “Harus yakin ya, Dek. Kalau enggak yakin, kapan mau nikah? Kamu udah tua tahu!” lanjutnya menyudutkan.

Heru memijat keningnya yang berdenyut karena pertanyaan sang kakak. “Kak Hera yang paling cantik dan calon ibu, bisa enggak jangan nanya dulu? Heru pusing. Lagian Heru sadar, Heru udah tua, udah mau 29 tahun.”

Hera menyengir lebar. “Hehe maaf ya, Dek. Kakak tuh cuman pengin cepet-cepet lihat kamu nikah, apalagi sama Bianca. Anaknya asik kayaknya. Oh iya, kayaknya juga Kakak ngidam pengin belanja bareng Bianca. Boleh, ya? Ya, ya?”

Belum usai pusingnya Heru karena pertanyaan sang kakak yang bertubi-tubi, kini drama bumil ngidam pun menjadi pelengkap penderitaan Heru malam ini.

Hera menggoyang-goyangkan tangan sang adik. “Harus pokoknya! Kalau enggak nanti ponakan kamu ileran. Ya, ya? Boleh, ya? Bianca pasti seru kalau diajak shopping bareng.”

Heru terpaksa menyunggingkan bibirnya hingga membentuk senyuman termanisnya. “Iya, Kak. Aku usahain,” jawabnya terpaksa, jika menjawab ‘tidak’, siap-siap saja dia kena omel mamanya karena kakaknya ini mengadu yang tidak-tidak.

Sabar Heru, ini enggak seberapa dibandingkan nanti istri lo yang ngidam, ucap hatinya menyemangati.

***

“Mulai hari ini kita berangkat dan pulang bareng. Enggak keberatan, ‘kan?”

Pagi-pagi sekali, Bianca dikejutkan dengan kedatangan Heru ke rumahnya belum lagi pernyataan pria itu membuatnya semakin terkejut. Damar dan Hanna sepertinya sudah tahu perihal ini karena mereka terlihat senyum-senyum tak jelas, sedangkan Bianca masih terkejut juga kebingungan sendiri.

“Saya sudah izin papi sama mami kamu, mereka setuju. Sekarang tinggal kamunya saja, mau atau tidak?” lanjut Heru bertanya membuat Bianca hanya bisa pasrah saja. Bianca tak mau mengecewakan siapa-siapa terlebih sepertinya kedua orangtuanya begitu senang jika dia bersama Heru. Dijalani dulu saja tidak salah, ‘kan?

“Iya, Pak. Saya mau, kok,” jawab Bianca akhirnya.

Spontan Heru tersenyum karena jawaban itu. “Kalau begitu, mari!” ujarnya sembari membukakan pintu mobil untuk Bianca.

Bianca menatap Heru yang kini menatapnya juga dan tak lupa bibirnya yang masih membentuk sebuah senyuman. Manis, Heru sangat manis. Bagaimana bisa Bianca tidak luluh jika seperti ini?

Dosen Vs Boyfriend [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang