BREATH (18)

1.2K 209 8
                                    

BRAKK...



Keduanya terjatuh dengan posisi Jennie menindih tubuh Yewon. Teriakkan dari para pengguna jalan menyadarkan Yewon dari keterkejutannya. Ia bisa melihat wajah Jennie tepat di atasnya.

"Gwenchana." lirih Jennie. Mengabaikan rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Gadis mandu itu justru mengkhawatirkan keadaan gadis yang ia selamatkan.

"K-kau..."

Yewon membulatkan matanya saat menyadari tubuh Jennie tertimpa papan reklame. Yewon kembali menatap wajah Jennie yang hampir kehilangan kesadarannya. Cairan hangat tampak menetes mengenai wajah Yewon.

Beberapa orang terlihat berlari ke arah mereka.

"Nona, kau baik-baik saja? Aku akan membantu mengangkatnya."

Yewon tak menggubris ucapan pria paruh baya yang berusaha menolongnya, ia bisa merasakan tubuh lemah sang kakak yang perlahan ambruk di atas tubuhnya.

"Cepat telpon Ambulan, ada yang terluka!" teriak salah seorang pengguna jalan.

Papan reklame yang menimpa tubuh Jennie sudah terangkat. Yewon segera beranjak duduk lalu meraih tubuh Jennie yang sudah tak sadarkan diri. Dadanya bergemuruh saat melihat darah segar mengalir dari kepala Jennie.

Dengan tangan bergetar Yewon menepuk kedua pipi kakaknya, berusaha membuat sang kakak sadar. Namun tampaknya hal itu tak membuat Jennie membuka mata. Bahkan pakaian yang Yewon kenakan kini sudah berubah warna karna noda darah Jennie.

"Ku mohon bangunlah." suara Yewon terdengar parau. Air mata tampak menggenang di pelupuk matanya. Ia merutuki kebodohannya karna sudah membiarkan Jennie mengalami kejadian naas ini.

"Tenanglah nona, ambulan sedang dalam perjalanan menuju kemari."

Yewon meraih satu tangan sang kakak, ia bisa merasakan denyut nadi kakaknya yang begitu lemah.

"Kenapa ambulannya lama sekali, kakakku sekarat!" teriak Yewon. Ia sama sekali tak bisa berpikir jernih saat melihat keadaan kakaknya. Bayang-bayang kehilangan mulai melintas di kepalanya.

"Tidak... Jangan lagi. Aku... aku tak ingin kehilangan kakakku." lirih Yewon dengan tatapan tak lepas dari wajah Jennie yang berangsur memucat.

Tak lama suara sirine ambulan yang memekakan telinga datang. Yewon membiarkan tubuh sang kakak di angkat oleh petugas medis. Mereka segera membawa brankar Jennie masuk ke dalam ambulan. Yewon yang melihat pun tak tinggal diam, ia segera mengikuti brankar yang membawa sang kakak.

Di dalam ambulan yang melaju membelah jalanan Ibu kota, tangan Yewon tak lepas menggenggam erat tangan Jennie yang terasa begitu dingin. Yewon melihat petugas medis tampak memasangkan masker oksigen untuk Jennie. Salah satu dari mereka terlihat menyuntikkan sesuatu pada tubuh gadis mandu itu. Mereka juga berusaha menghentikan pendarahan di kepala Jennie.

"Denyut nadinya melemah!"

Ucapan salah seorang perawat membuat kecemasan luar biasa bagi Yewon. Air matanya luruh, genggaman tangannya pada Jennie semakin erat.

"Bisakah kita lebih cepat, detak jantungnya hilang timbul!"

Petugas medis terlihat kalang kabut. Yewon bisa melihat salah satu dari mereka melakukan kompresi dada pada sang kakak. Tangisnya semakin pecah saat mereka mengatakan jika Jennie mengalami henti nafas.

"Ku mohon jangan tinggalkan aku Unnie."

.

.

.

Lisa terlihat berjalan keluar dari kamar dengan satu gelas kosong di tangannya. Ia berniat pergi ke dapur untuk mengisi gelasnya yang kosong. Atensinya menangkap kamar sang kakak yang berada tepat di sebelah kamarnya. Gadis berponi itu baru ingat jika tadi kakaknya mengirim pesan karna harus pulang terlambat. Lisa mengurungkan niatnya untuk pergi ke dapur, ia justru melangkahkan kakinya menuju kamar sang kakak.

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang