BREATH (24)

1.5K 210 15
                                    

Langkah terseoknya membawa gadis berpipi mandu itu masuk ke dalam ruang tindakan. Mengabaikan seruan Dokter wanita yang tak lain adalah Nayeon. Jennie menghentikan langkahnya, dihadapannya ia bisa melihat petugas medis yang tampak kalang kabut menangani seseorang yang terbaring dengan darah terus mengalir dari kepalanya.

Tubuh Jennie membeku saat seorang perawat mengatakan jika mereka kehilangan detak jantung pasien mereka. Dengan langkah terseok Jennie berjalan mendekati bangsal. Mengambil alih tindakan kompresi dada yang tengah dilakukan Dokter. Kehadiran gadis mandu itu tentu mengejutkan mereka.

"Dokter Jennie, biarkan kami yang menanganinya." ucap Dokter yang tadi sempat melakukan tindakan kompresi dada.

Jennie seolah tak peduli dengan ucapan Dokter itu. Ia juga seorang Dokter, terlebih yang saat ini terluka adalah adiknya.

"Dokter Jennie..."

"Diamlah! Dia adikku!" ucap Jennie dengan nada meninggi. Ia terus berusaha memompa dada adiknya. Tak peduli jika statusnya saat ini adalah seorang pasien, ia bahkan masih mengenakan piyama rumah sakit dengan perban coklat masih menghiasi kepalanya.

"Ku mohon kembalilah." gumam Jennie dengan air mata yang mengalir deras. Sudah cukup kabar duka yang baru saja ia dengar tentang salah satu saudarinya.

Jennie berteriak meminta perawat menyiapkan defibrillator. Peluh tampak menghiasi wajah gadis berpipi mandu itu. Ketakutannya semakin besar saat tindakan penyelamatan yang ia lakukan tak membuahkan hasil.

Jennie menggelengkan kepalanya saat melihat monitor alat pendeteksi jantung menampilkan garis lurus. Kaki Jennie tak mampu berpijak ketika salah satu perawat menahan tangannya agar berhenti melakukan kompresi dada pada Yewon, mengatakan jika gadis yang terbaring di atas bangsal itu sudah tak bernyawa.

Tubuh Jennie luruh, hatinya seperti baru saja di hantam benda berat. Begitu sesak hingga ia tak mampu untuk menopang tubuhnya. Ia merasa dunianya berputar saat Dokter menyatakan waktu kematian sang adik. Hingga perlahan kegelapan merenggut kesadarannya ketika ia kembali gagal menyelamatkan nyawa adiknya. Sebelum mata gadis mandu itu benar-benar tertutup, bibirnya tidak berhenti menggumamkan nama Yewon.

Seorang gadis terlihat menatap sekeliling tempat yang begitu asing untuknya. Taman indah dengan hamparan rumput juga tanaman yang membuatnya menatap takjub. Danau luas juga terlihat disana, menambah kesan keindaham tempat itu.

"Yewon-ah."

Gadis itu menoleh, matanya bergetar saat sosok yang begitu ia rindukan kini tersenyum hangat padanya. Tanpa menunggu lama, ia segera berlari lalu menubruk tubuh sosok itu dan memeluknya erat.

"Unnie... Yerin Unnie." lirih Yewon seraya memeluk tubuh Yerin. Bisa ia rasakan sang kakak membalas pelukannya.

"Unnie..."

Tangan Yerin terangkat, mengusap lembut punggung Yewon yang bergetar.

"Nde, ini Unnie." ucap Yerin.

Tangis Yewon pecah, begitu besar rasa rindunya pada sang kakak. Ia masih tak percaya jika yang ia peluk sekarang adalah Yerin. Jika ini mimpi, sungguh ia tak ingin di bangunkan dari mimpi indahnya.

Yerin lebih dulu melepas pelukannya, senyum hangat itu masih terlihat di wajah cantik Yerin. Yewon bisa melihat penampilan kakaknya yang begitu anggun. Dress putih dengan rambut kakaknya yang di biarkan terurai, membuat Yewon menatap kagum pada kakaknya sendiri.

"Unnie, jangan tinggalkan aku. Ku mohon bawa aku bersamamu." ucap Yewon.

Yerin hanya tersenyum, ia menyelipkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Yewon. Ia usap lembut pipi halus adik yang begitu ia sayangi itu.

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang