Tak terasa ternyata sekarang sudah hampir menginjak 2 tahun pernikahanku dengan Arghi. Hari-hari terus berlalu, hingga sekarang aku sudah bekerja. Kini aku bekerja menjadi sekretaris disalah satu perusahaan besar di Jakarta, Danadyaksa Company.
Walaupun itu perusahaan Arghi, aku masuk ke perusahaan itu berkat kerja kerasku sendiri. Aku menjadi sekretaris pertama suamiku sendiri, Arghi Danadyaksa.
Sudah sekitar 6 bulan aku bekerja di perusahaan Arghi. Selama aku menjabat sebagai sekretarisnya semuanya berjalan dengan lancar. Bahkan perusahaan kami mengalami kemajuan yang lumayan pesat.
Setiap paginya aku akan memasak sarapan untuk kami, setelah sarapan barulah kami akan berangkat ke kantor bersama. Walaupun terkadang ada masalah dirumah tangga kami, kami tetap berangkat bersama.
Seperti saat ini, mood-ku agak kurang baik, karena aku gak sengaja melihat Arghi berpelukan dengan salah seorang rekan bisnisnya. Padahal rekan bisnisnya tau kalau aku yang bernotabene sekretarisnya adalah istri sah Arghi. Dasar perempuan genit. Batinku.
Entahlah sekarang aku menjadi lebih sensitif dan lebih gampang menangis. Padahal seharusnya aku mengerti bahwa itu hanya karena urusan bisnis. Bahwa seharusnya aku professional, tapi aku juga bingung. Saat melihat dia bersama dengan wanita lain, mendadak darahku menjadi naik, aku menjadi begitu cemburuan. Emosiku akhir-akhir ini sangat labil.
Pagi ini aku tidak memasak sarapan. Hanya ada roti gandum dan selai saja yang ku sajikan di meja makan. Entah kenapa rasanya hari ini aku malas sekali memasak. Bahkan bangkit dari tempat tidur saja rasanya aku malas.
"kamu kenapa Na? masih marah sama aku?" tanyanya.
"enggak.." jawabku singkat.
"bohong. Semalem aku tanya kenapa, bukannya kamu jawab kamu malah ninggalin aku tidur duluan." katanya sambil menoel hidungku.
"Aruna, udah jangan marah lagi yah. Lagian cuma karena mbak Gisel aja marahnya sampe kayak gini. Lagi pula kamu juga tau sendiri kan kalau dia orangnya emang genit gitu." Sambungnya.
"iya Gi, kan aku udah bilang aku gak marah. Aku cuma lagi males ngomong aja. Gausah diperpanjang ya." Sahutku.
"aku tunggu dimobil. Cepetan sarapannya." Ucapku dan langsung pergi dari hadapannya dan bergegas untuk menuju garasi.
Sesampainya aku digarasi, aku langsung masuk ke dalam mobil milik Arghi. Menenangkan emosiku didalam mobilnya. Memikirkan sebenarnya ada apa denganku? Kenapa akhir-akhir ini aku menjadi sangat sensitif. Apa mungkin karena aku ingin datang bulan?
Setelah 5 menit menunggu Arghi didalam mobil, akhirnya dia datang juga. Dia langsung masuk ke dalam mobil dan kemudian berangkat dengan keadaan hening.
Sesampainya kami dipelataran kantor, kami langsung berbegas menuju ke lantai 20 menggunakan lift.
Ting!
Pintu lift terbuka dilantai 20. Kami langsung keluar dan bergegas keruangan masing-masing. Walaupun aku sekretaris utamanya, tetapi ruangan kami berbeda. Ruangan kami bersebelahan, dan ada pintu penghubungnya diantara kami.
Sesampainya diruangan, aku langsung duduk dan menyandarkan kepala dikursiku yang empuk. Berputar menghadap jendela, melihat lalu lintas Jakarta dari gedung pencakar langit ini. Jam ternyata sudah menunjukkan pukul 08.00 dan itu tandanya sudah jam masuk kerja.
Aku langsung menuju pantry untuk membuatkan kopi untuk Arghi dan mengantarkan kopinya lalu membacakan jadwalnya hari ini.
"Pagi ini bapak tidak ada jadwal apapun. Hanya nanti setelah jam makan siang, bapak akan meeting dengan perusahaan ibu Gisel dilantai 15 bersama dengan direktur-direktur perusahaan ini, setelah itu tidak ada jadwal lain. Hanya ada beberapa berkas yang akan bapak tanda tangani. Berkasnya akan saya antarkan setelah ini." ucapku dan langsung bergegas keluar dari ruangan Arghi.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.00. Para pegawai sudah bergegas menuju kantin untuk makan siang. Tapi entah kenapa rasanya selera makanku hilang. Aku pun memutuskan untuk menitip makanan untuk Arghi melalui office boy.
Tok.. Tok.. Tok...
"Bu, ini pesanannya. Apa mau saya yang antarkan ke bapak?" tanya Mamang, office boy yang biasa mengantarkan makanan untukku.
"iya deh mang. Mamang aja yang anter ke bapak ya." Ucapku yang langsung dihadiahi anggukan olehnya.
Sepeninggalan Mamang, tiba-tiba perutku terasa begitu mual. Aku langsung menuju ke wastafel. Memuntahkan semua makanan yang ada diperutku. Bahkan roti yang tadi pagi pun ikut keluar. Selesai memuntahkan semuanya tubuhku merasa begitu lemas. Aku pun memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhku disofa yang ada diruanganku.
Saat jam menunjukkan pukul 13.30, aku langsung menuju keruangan sekretaris kedua Arghi. Aku memintanya untuk menemani Arghi saat meeting nanti karena badanku terasa lemas sekali. Setelahnya aku kembali keruanganku, dan merebahkan tubuhku disofa. Saat hampir terlelap, tiba-tiba ada seseorang yang masuk keruanganku.
"kamu kenapa sih Na? Cuma karena Gisel aja kamu gamau ikut meeting?" tanya Arghi yang terdengar sedang menahan emosinya.
"gak gitu Gi, tadi tuh aku-" belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Arghi sudah memotong duluan.
"apa? Kamu cemburu? Na, kamu harus professional. Gabisa urusan kantor sama rumah tangga kita disatuin." Ucapnya.
"bukan gitu maksud aku Gi, tadi itu-" baru aku hendak memberikan penjelasan, Arghi lagi-lagi menyela ucapanku.
"cemburu udah nutup mata kamu Na. Cuma karena cemburu kamu sampe gak masak untuk sarapan, bahkan sampe gamau ikut aku meeting." Katanya lagi.
Baru aku hendak menjelaskan semuanya Arghi sudah lebih dulu pergi tanpa ingin mendengar penjelasan dariku terlebih dahulu. Gatau kah dia aku sedang sakit disini. Bukannya mendengar dulu penjelasanku tapi malah marah-marah dan main pergi saja.
Selama pernikahan kami, baru ini Arghi begitu marah padaku. Gatau kenapa mendengar Arghi marah padaku hatiku terasa sangat sakit, air mataku langsung turun begitu saja tanpa bisa ku cegah. Pikiranku masih memikirkan semua ucapannya yang keluar dari mulut manisnya. Otakku seakan tak dapat berpikir apapun selain ucapan dari mulut manisnya itu.
Setelah puas menangis, aku sibuk dengan pekerjaanku dan menghiraukan segalanya. Bahkan saat ini perutku sakit meminta diisi karena tadi semua makanan sudah aku muntahkan.
Saat jam pulang kantor, aku menghampiri Arghi keruangannya melalui pintu penghubung. Saat aku bangun dari kursiku, kepalaku terasa sangat pusing. Tapi aku tetap memaksakan dan berusaha berjalan. Saat membuka pintu penghubung ruanganku dengan Arghi, tubuhku terhuyung kedepan hingga semuanya terasa gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET 21 || NA JAEMIN
Teen Fiction[END] [COMPLETE] Aruna Candramaya. Seorang perempuan berusia 21 tahun. Terlahir dari sang Ayah yang bekerja sebagai dokter jantung dan sang Ibu seorang ibu rumah tangga. Memiliki wajah oval dengan hidung mancung yang mempercantik wajahnya. Diperind...