Rumah Gaara

1.5K 142 0
                                    

Sesuai dengan perkataan mereka sebelumnya, setelah dari Rumah Nana, anak-anak Dream Cansert akan berkunjung ke kediaman Valerin. Maka dari itu, di sinilah mereka sekarang. Di bagasi motor pribadi keluarga Valerin.

Dengan serempak mereka turun dari motor kebanggan masing-masing. Gaara dengan motor ninja berwarna hitam, Jeremy berwarna merah, Haikal berwarna hijau, dan terakhir Nana berwarna putih.

"Bunda Kiera masak kagak?" tanya Haikal seraya menyimpan helmnya di atas tangki bensin.

"Lo mau makan lagi? Kan tadi udah." Nan menyeletuk, mengibaskan rambutnya yang sedikit berantakan akibat memakai helm.

"Ya, kalo bunda masak, gue pasti makan lagi," jawab Haikal sekenanya.

Gaara mencibir. "Perut karet, dasar."

Mereka berempat berjalan menuju ke dalam rumah. Sebelumnya, mereka harus melewati bagasi khusus mobil. Rumah ini memang memiliki dua bagasi. Satu untuk motor, satu lagi untuk mobil. Gio sengaja membuatnya. Karena, jika di satukan nanti akan terlihat tidak rapih.

"Lho? Ayah Gio nggak ngantor?" tanya Jeremy saat melihat mobil yang sering di gunakan Gio masih terparkir di bagasi.

"Tadi pagi bilangnya mau meeting di luar, makanya nggak ngantor." Gaara menjawab.

"Kalo meeting pake mobil juga, kan? Lah ini mobilnya masih ada di sini." Nana menyeletuk. Sebenarnya nggak penting juga mereka membahas ini. Tapi, ya terserah mereka saja lah.

"Nggak tau, dah balik kali." Gaara mengerikan bahunya tidak peduli.

Sampai akhirnya mereka sampai di ruang tamu. Sama seperti saat di rumah Nana, di rumah Gaara pun mereka bertingkah seperti rumah sendiri. Jeremy yang langsung duduk selonjoran di atas sofa, lalu Nana yang langsung mengambil permen kaki dalam toples. Yang memang di sediakan khusus oleh Kiera untuk dirinya.

"BUNDA, HAIKAL GANTENG DATANG!" Haikal berteriak dari ruang tamu saat melihat siluet Kiera menuju ke arah mereka.

"Nggak usah teriak-teriak, Kal!" Gaara menoyor kepala sahabatnya itu. Sedangkan Kiera sedang cekikikan di tempatnya.

"Hai, anak-anak. Bunda pikir kalian udah lupa sama bunda," ujar Kiera mendramatisir, membuat Gaara mendengus dari tempat duduknya.

"Nggak usah lebay, Bun. Kemarin lusa mereka juga ke sini," ujar Gaara agak sarkastik.

Bunda tertawa, lalu duduk di antara Nana dan juga dirinya. "Ya, maaf."

"Ayah nggak ngantor, Bun?" tanya Jeremy. Anak itu sudah menurunkan kakinya. Tidak lagi selonjoran di atas sofa. Untuk menghormati Kiera, bagaimana pun Kiera itu masih tetap orang tuanya.

"Nggak, tadi cuma meeting bentar trus balik lagi deh. Dia kerja di rumah," jawab Kiera.

"Ayah di mana, Bun?" tanya Gaara. Sudah kebiasaan anak itu jika ayahnya ada di rumah, harus dia temui. Walau sering bertengkar, Gaara itu paling manja pad Gio bukan pada Kiera.

"Di ruang kerja. Mau nemuin? Sana."

"Ya udah, ben–"

"Wih, rame nih." Tiba-tiba saja Gio muncul dari arah tangga, dengan cangkir di tangannya.

"Hai, Yah!" Haikal, Nana dan Jeremy menyapa secara bersamaan.

Gio berjalan mendekat, ikut bergabung bersama mereka.

"Kapan kalian dateng?" Tangan Gio bergerak untuk mengusap kepala mereka bertiga, tidak menyadari tatapan kesal dari arah anak tunggalnya.

"Barusan, Yah." Jeremy menjawab, mewakili. Gio hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Yah," panggil Haikal, menarik-narik ujung celana yang Gio gunakan. Karena dia duduk di bawah, di atas karpet.

Gio melirik Haikal yang ada di bawahnya, sedangkan Haikal menunjuk Gaara dengan dagunya. "Anaknya kesel tuh, Yah, nggak di usap kepalanya." Setelah mengatakan itu, Haikal terkekeh.

Semua orang yang ada di sana langsung melirik ke arah Gaara yang tengah gelendotan di tangan Kiera. Wajah anak itu menunjukan raut kesal, dengan bibir yang di pout ke depan. Gio tertawa. Anaknya itu memang sering kali merasa kesal jika dia bersikap seperti tadi pada anak-anak lain.

Gio bangkit, meminta Nana untuk pindah laku mengisi tempat yang barusan di tempati Nana. Tangannya ia gunakan untuk mengusap kepala Gaara lembut.

"Anak Ayah kesel, ya? Duh kasian." Semua orang yang ada di sana tertawa melihat bagaimana Gaara menyingkirkan tangan Gio dari atas kepalanya. Bukan apa-apa, hanya saja jika sedang kesal seperti sekarang, Gaara itu terlihat sangat menggemaskan.

"Gaara mau apa, hm?" Gio lebih mendekat pada Gaara, hanya untuk tambah membuat anak itu tambah kesal.

"Jauh-jauh, Yah!" Gaara menggeleng ribut saat Gio ingin mencium pipinya. Dia menyembunyikan kepalanya diantara lipatan ketek Kiera, guna menghindari serangan Gio.

"Sini-sini, anak ayah sini." Gio semakin menjadi, membuat Gaara semakin menyembunyikan kepalanya.

"Bunda, ayahnya ih! Ayah, jauh-jauh, nggak?! Jijik!"

Mendengar itu, semua orang yang ada di sana terbahak. Sangat lucu melihat interaksi ayah dan anak di hadapan mereka saat ini. Sebenarnya, bukan hanya Gaara yang sering mendapat serangan seperti itu, tapi mereka juga. Bahkan mereka sampai berpikir bahwa orang tua mereka–terutama ayah-ayah mereka–bekerja sama untuk melakukan serangan tersebut.

"Kal, sini, Kal! Kita serang Gaara sama-sama." Menurut, Haikal berdiri dan menghampiri Gio dan juga Gaara yang malah semakin dalam menyembunyikan kepalanya.

"Ututu, cini-cini biar Ical thium." Haikal mendekat, memajukan wajahnya untuk mencium Gaara.

"JAUH-JAUH KALIAN JAUH!! PAIT-PAIT! BUNDA!!"

Gaara menendang-nendangkan kakinya, guna mengusir ayah dan juga sahabat laknatnya itu. Namun naas, Gio berhasil menarik Gaara dari dalam persembunyiannya–ketek Kiera. Dengan secepat kilat Gio dan Haikal mencium pipi gara hingga berbunyi, celepuk.

"AYAH!! HAIKAL!! BUNDA TOLONGIN GAARA!" Gaara berteriak histeris saat Gio lagi-lagi mencium pipinya. Bukannya menolong, Kiera malah tertawa. Begitupun dengan Jeremy dan Nana. Saking lucunya, Nana bahkan sampai goleran di atas karpet seraya memegang perutnya.

"Tadi kesel karena nggak ayah usap kepalanya, sekarang udah di cium kok malah makin kesel?" Gio terkekeh melihat bagaimana Gaara tengah mengusap-ngusap kedua pipinya, bekas ciuman dirinya dan juga Haikal tadi.

Gio tau, Gaara bukan jijik. Sebab, dia sudah sering mencium anak itu. Dari kecil malah. Begitupun dengan Haikal. Gaara hanya sedang kesal, makanya dia seperti itu.

"Nggak gitu juga, Yah!" Gaara mencebik kesal, menatap sang ayah dengan tajam. Bukannya menyeramkan, namun malah jatuhnya ke menggemaskan.

"Iya, iya, maaf. Nggak lagi, deh." Akhirnya Gio mengalah. "Na, are you okey?"

"Okey, Yah, okey. Aduh, perut gue sakit." Nana memegang perutnya yang keram karena terlalu banyak tertawa tadi. Cowok itu bangkit, lalu duduk di samping Haikal yang masih sedikit tertawa melihat bagaimana Gaara menatapnya tajam.

"Mana Haikal nyiumnya sampe ada bunyi celepuk lagi." Nana dan Haikal kembali tergelak, di ikuti oleh Jeremy. Membuat Gaara semakin kesal. Gaara mengambil bantal sofa, lalu di lemparkan kearah para Sabahat laknatnya.

"ENYAH LO PADA!!"

***

Dream cansertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang