Hari baru, kehidupan baru. Tidak terasa hari ini adalah hari ke-empat Darra, Karina, Giselle dan Winda tinggal dikediaman orang tua asuh mereka. Kehidupan mereka berempat berubah, tentu saja. Dari yang tadinya melayani, sekarang berubah jadi dilayani. Dari yang tadinya melakukan semuanya sendiri, sekarang tinggal duduk manis di kursi.
Sampai saat ini keempatnya belum terbiasa. Dari kecil mereka berempat sudah terbiasa mandiri, lalu sekarang tiba-tiba saja kehidupan mereka seperti ini. Meskipun baik Gio, Arnold, Keylan dan Kaylan sudah mengatakan bahwa mereka berempat harus terbiasa, namun tetap saja. Mereka berempat berasa Upik abu yang berubah menjadi Cinderella.
Benar-benar seperti itu. Lengkap dengan empat pangeran tampan yang selalu siap sedia mengantarkan mereka kemanapun. Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana memperlakukan mereka berempat layaknya seorang putri, sungguh. Keempat pria itu sudah tidak canggung lagi saat berinteraksi dengan Darra dan lainnya. Malah terkesan biasa saja.
Seperti saat ini, dengan santainya Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana menggandeng tangan gadis yang akan menjadi pendamping mereka kelak. Terkesan biasa, namun sukses membuat jantung berdebar luar biasa.
Mereka berdelapan sedang berada di mall yang cukup terkenal di Jakarta. Tujuannya untuk membeli semua kebutuhan untuk Darra, Karina, Giselle dan Winda. Baik kebutuhan untuk sehari-hari, maupun kebutuhan untuk mereka berempat bersekolah nanti.
Kebutuhan untuk bersekolah seperti buku, tas, dan lainnya sudah berhasil mereka kantongi. Hanya kebutuhan seperti itu saja, karena seragam dibeli khusus di sekolah.
"Tinggal baju, kan?" tanya Haikal pada gadis di sampingnya. Giselle mengangguk kaku sebagai jawaban.
Keempat pasangan itu berjalan beriringan di dalam hiruk-pikuk mall. Mengundang beberapa tatapan iri dari banyak gadis di sana. Itu juga alasan mengapa Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana berani untuk menggandeng tangan gadis mereka. Hanya untuk memberi tahu semua orang bahwa mereka sudah memiliki pasangan.
"Kalian mau ke butik mana?" Nana bertanya pada para sahabatnya. Mana mungkin juga dia bertanya pada keempat gadis yang ada di sana, pasalnya ini pertama kalinya mereka ketempat seperti ini.
"Ke butik langganan bunda aja gimana?" Gaara memberi usul.
"Yang mana?"
"Di lantai tiga."
"Oh, yang langganan mami juga?"
"Iya yang itu. Gimana?"
"Boleh aja. Dari pada bingung mau ke butik mana. Lagian kita juga udah kenal sama yang punya butik, jadi santai." Yang lainnya hanya mengangguk. Kemudian keempat pasangan itu berjalan ke arah eskalator.
Haikal dan Gaara baru sadar bahwa Giselle dan Darra memakai rok yang cukup pendek, jika di lihat dari belakang mungkin saja akan sedikit terangkat. Untuk itu mereka berdua memutuskan untuk berdiri di belakang kedua gadis mereka, guna untuk melindungi. Tindakan itu berhasil membuat Giselle dan Darra tersentak.
"Lain kali kalo ke mall jangan pake rok pendek, ya? Gue nggak masalah, tapi itu mengundang tatapan dari banyak cowok, dan gue nggak suka. Jadi, ngerti, ya?" Haikal berbisik, tepat di samping telinga Giselle.
***
Sampai di butik langganan Kiera, keempat pasangan itu di sambut dengan baik. Hampir semua penjaga butik ini mengenal dengan baik mereka. Terutama Gaara dan Haikal.
"Selamat datang. Ada yang bisa di bantu?" Salah satu penjaga menyapa mereka dengan ramah.
"Kami lagi nyari baju buat mereka." Gaara menjawab, menunjuk keempat gadis dibelakangnya.
"Oh, mau berapa pasang?"
"Berapa, ya?" Haikal memandang ketiga sahabatnya bergantian.
"Terserah kalian aja, mau seberapa banyak juga." Penjaga butik mengangguk, lalu memberi isyarat pada Darra, Karina, Giselle dan Winda untuk mengikuti langkahnya.
"Pastiin bajunya yang nggak terlalu pendek atau ketat." Nana berpesan, diangguki oleh yang lainnya. Penjaga butik kembali mengangguk sebelum akhirnya menghilang di balik patung manekin bersama dengan empat gadis lainnya.
Baru saja Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana ingin duduk, ponsel Haikal berdering, menyita perhatian. Haikal merongoh ponselnya dari kantung celana, menemukan nama Rina di sana.
"Halo, Mi. Kenapa?" Haikal menyapa terlebih dahulu.
"Abang dimana?" Rina bertanya. Jangan heran dengan embel-embel 'abang' yang Rina ucapkan. Sejak hamil, Rina memutuskan untuk memanggil Haikal dengan sebutan Abang.
"Butik."
"Sama Icel juga lainnya?"
"Iyalah, emang sama siapa lagi?"
"Bagus, deh. Nanti pas mau pulang mami nitip martabak depan komplek, ya. Tiba-tiba aja mami pengen martabak yang ada di situ."
"Emang papi kemana? Harus banget aku yang beli?"
"Mami maunya abang yang beli. Ini buat calon adek Abang, lho. Emangnya Abang mau punya adek ileran?"
Haikal mendengkus dengan mata yang dia putar. "Iya, nanti aku beliin." Kemudian Haikal menutup teleponnya secara sepihak.
"Kenapa?" tanya Nana.
"Mami ngidam, lagi."
Dan dengan begitu, Jeremy, Gaara dan Nana terbahak. Ini bukan pertama kalinya Rina mengidamkan makanan, dan yang selalu Rina suruh untuk membeli semua yang dia idamkan adalah Haikal, tidak pernah Keylan.
"Ini nih sebab gue nggak mau punya adek, kalo sampe mama ngidam, yang repot bukan cuma papa, tapi gue juga." Jeremy berkata setelah tawanya reda.
"Bener!" Gaara kembali terbahak.
"Halah, nanti juga kalian ngerasain pas istri kalian hamil!" Haikal bersungut, kemudian terdiam setelah menyadari perkataannya barusan.
Gaara, Jeremy dan Nana juga otomatis terdiam. Dalam otak mereka saat ini adalah membayangkan bagaimana jika suatu saat nanti setelah mereka menikah, Darra, Karina, Giselle dan Winda hamil. Apa mereka akan senang? Apa mereka akan bahagia?
"Emang nanti mereka bakal hamil?" Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Gaara.
"Mungkin." Jeremy mengedikan bahu acuh.
"Mau bikin janji?" ujar Nana, membuat atensi langsung beralih padanya.
"Apa?"
"Jangan sentuh mereka sebelum kita bener-bener sayang sama mereka." Perkataan Nana kembali membuat semuanya terdiam.
"Gue cuma nggak mau kita jadi cowok brengsek yang nyentuh cewek tanpa ada perasaan sama sekali. Kalian ngerti kan maksud gue?" Semuanya mengangguk.
"Jadi, ayo kita janji!"
Nana meletakkan tangannya di depan, menunggu ketiga sahabatnya untuk melakukan hal yang sama. Tidak lama kemudian Haikal meletakan tangannya di atas tangan Nana, diikuti oleh Jeremy dan Gaara. Keempatnya tersenyum. Mereka sudah berjanji, dan tidak akan pernah diingkari.
"Tapi, kita bisa nggak, ya, cinta sama mereka?" kata Gaara, dia hanya masih ragu. Dia takut perasaan cinta itu akan lama hadir diantara dirinya juga Darra.
"Bisa!"
"Kenapa lo yakin banget, Kal?"
"Gini." Haikal membenarkan letak topinya, kemudian menatap sahabatnya satu persatu. "Sekarang kalian udah mulai suka sama mereka, kan?"
Otomatis Jeremy, Gaara dan Nana mengernyit. Maksud Haikal apa?
"Gimana?"
"Jangan sok nggak ngerti, ya, Paul!" Haikal memukul kepala Nana secara pelan, membuat pria itu mencebik kesal.
"Kalian udah mulai suka, kan? Iya, kan?" Mata Haikal memincing, lalu menemukan ketiga sahabatnya mengangguk secara ragu.
"Dalam cinta itu ada tiga tahap. Suka, nyaman, terus akhirnya cinta. Kalo kalian suka, tinggal nunggu nyaman aja, nah kalo udah nyaman, pasti bakal cinta. Percaya sama gue."
"Terus lo sendiri, udah mulai suka juga kan sama Giselle?"
Haikal terdiam sejenak. Kemudian tersenyum tipis dengan hangat.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...