Saat ini, semua orang sudah berkumpul di ruang tamu panti. Tidak terkecuali, termasuk Gaara, Jeremy, Haikal, Nana, Darra, Karina, Giselle dan Winda, semuanya ada di sana. Mereka belum selesai berkeliling, namun sudah dipanggil lebih dulu oleh orang tua mereka.
Mereka tidak tahu dipanggil untuk apa, akan tetapi pikiran Haikal menjerumus ke satu hal. Giselle berkata bahwa dia dan yang lainnya akan pindah ke sekolahnya, kemungkinan orang tua mereka akan membicarakan hal tersebut.
"Kalian mau ngomongin apa?" Haikal bertanya, pria itu melipat tangannya di depan dada.
"Ngomongin sesuatu tentang kalian." Gio menjawab, dia menatap Haikal, lalu berpindah ke Gaara, Jeremy dan Nana yang berdiri di samping Haikal. Mereka berempat memang memilih untuk mengalah, dan memberikan kursi mereka untuk Darra dan lainnya.
"Darra?"
Mendengar panggilan Gio, Darra yang tadiny menunduk kini mengangkat kepalanya. "I-iya, Yah?"
Gio tersenyum, lalu melirik ke tiga gadis yang lainnya di sana. "Karina, Icel, Winda." Mereka bertiga mendongak.
"Mau tinggal sama kami, nggak?"
Satu kalimat tersebut berhasil membuat semuanya kaget. Tidak ada terkecuali. Mata mereka sama-sama membulat, kemudian saling melirik.
"Maksudnya? Mereka berempat bakal tinggal sama kita?" Gaara bersuara setelah sadar dari keterkejutannya.
"Iya. Emangnya kenapa?"
"Kenapa?"
"Mereka kan mau pindah sekolah ke sekolahan kalian, otomatis mereka juga ikut pindah. Jarak dari panti ke sekolah kalian itu jauh, masa iya?" Kaylan menjelaskan.
Haikal yang sudah tahu rencana itu menarik napas. Dia berpikir, benar juga. Tidak mungkin mereka berempat akan berangkat sekolah di pagi buta? Juga, pasti akan melelahkan. Dari rumah mereka saja panti ini sudah terbilang jauh, apalagi sekolah.
"Keberatan?" Arnold menatap Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana secara bergantian, lalu dia melihat mereka berempat menggeleng.
Mana mungkin mereka berempat keberatan? Mereka sudah menerima perjodohan ini, mencoba menerima lebih tepatnya. Mungkin, jika mereka tinggal bersama, perasaan akan hadir diantara mereka. Tidak perlu langsung rasa cinta, rasa nyaman saja itu sudah lebih dari sekedar cukup. Rasa cinta bisa datang kapan saja, berbeda dengan rasa nyaman yang datang hanya pada orang tertentu saja. Bisa saja sudah mencinta, namun tidak ada kenyamanan di sana.
"Kalian setuju?" Kini Keylan bertanya pada Darra, Karina, Giselle dan Winda, membuat keempat gadis tersebut mengangguk ragu.
Mereka berempat tidak punya kuasa menolak. Permintaan orang tua asuh mereka itu bagaikan perintah. Harus dituruti mau tidak mau. Mereka tidak ingin dianggap sebagai anak yang tidak punya rasa balas budi. Dan mereka juga tahu diri.
"Ya udah, kalian beres-beres, ya? Bajunya nggak usah dibawa semua, bawa beberapa aja. Nanti kita beli lagi, kalian juga udah lama nggak beli baju baru."
Lagi mereka mengangguk, ingin menolak, namun tidak bisa. Akhirnya, keempat gadis itu bangkit, lalu berjalan ke arah kamar mereka untuk beres-beres.
***
Setelah pembicaraan di ruang tamu tadi, Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana memilih untuk menunggu di bawah pohon rambutan tempat mereka memarkirkan motor. Belum ada percakapan, keempatnya hanya sibuk dengan ponsel masing-masing.
Fokus mereka memang pada ponsel, tapi hati dan pikiran mereka sama-sama terbang entah kemana. Berbagai pertanyaan berkelana dalam otak mereka. Seperti;
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...