Dalam perjalan menuju ke rumah keluarga Kusnadi 02, Karina mati-matian menahan tangannya agar tidak perpegangan pada pundak ataupun pinggang pria yang tengah memboncengnya saat ini–Jeremy.
Dia ingin berpegangan, namun perasaan canggungnya terlalu kentara. Dia tidak ingin di bilang seorang gadis yang kurang ajar, tidak tahu tatakrama, atau di anggap lancang. Jadi, daripada pegangan pada pundak atau pinggang Jeremy, Karina lebih memilih untuk memegang bagian belakang motor Jeremy dengan kuat.
Saat ini Karina juga tengah menahan rasa dingin yang menerpanya. Ini salahnya sendiri karena memilih memakai baju panjang dengan bahan yang tipis, dan sekarang dia merasakan akibatnya. Tangannya terasa kebas karena angin tersebut tepat menusuk ke pori-porinya. Di tambah dia yang harus berpegangan dengan bagian belakang motor, dia merasakan tangannya seperti mati rasa.
Yang tidak Karina sadari sedari tadi adalah, pria yang tengah memboncengnya saat ini sudah memperhatikan dirinya sedari tadi. Jeremy tahu bagaimana Karina yang memilih berpegangan pada bagian belakang motor daripada padanya, dan Jeremy juga tahu mungkin saja Karina kedinginan saat ini.
Jeremy tahu itu semua, pria itu tidak buta mata juga perasaan. Dan karena itu, Jeremy menepikan motornya. Membiarkan Gaara melaju lebih dahulu. Pria itu menggelengkan kepala saat melihat Haikal bertanya melalui gerakan kepala saat melewatinya.
"Turun dulu."
Pria itu berkata, membuat Karina yang tidak tahu menahu alasan Jeremy menepi mau tidak mau harus menurut. Gadis itu ingin turun, namun lagi-lagi tidak bisa. Dengan ragu dia menepuk pundak Jeremy, membuat pria yang tengah mencoba membuka pengait helmnya itu menoleh.
"Aku nggak bisa turunnya," ujarnya pelan, namun bisa di dengar dengan baik oleh Jeremy. Di balik helmnya yang masih terpasang, Jeremy tersenyum. Lalu tanpa berkata dia menepuk pundaknya sendiri.
Lagi-lagi dengan ragu Karina mengarahkan kedua tangannya ke pundak Jeremy, lalu dalam sekali gerakan dia berhasil turun dari atas motor besar Jeremy. Terkadang Jeremy juga heran, Karina itu bisa terbilang tinggi dari gadis kebanyakan, namun dia masih saja kesulitan untuk naik dan turun dari motornya. Mungkin, ini pertama kali gadis itu naik motor sport seperti miliknya.
Setelah berhasil membuka helmnya, Jeremy ikut turun. Melepaskan jaketnya dan mengulurkannya pada Karina, yang malah di balas dengan tatapan heran gadis itu.
"Pake, gue tau lo kedinginan," kata Jeremy. Sungguh, jangan katakan Jeremy tidak perhatian hanya karena tidak memberikan jaketnya dari awal, dia hanya takut gadis di hadapannya ini menolak.
Dan dugaannya benar, Karina menggeleng. Kembali mengansurkan jaket itu ada dirinya.
"Kamu aja, kamu pake tangan pendek. Nanti masuk angin." Karina berujar pelan, dia memang kedinginan, tapi dia tidak cukup tega untuk membiarkan Jeremy berkendara hanya dengan kaus warna hitam berlengan pendek saja.
"Pake aja, gue udah terbiasa." Jeremy mencoba meyakinkan. Lebih baik dia kedinginan daripada Karina sakit, dan dia akan terkena Omelan dari Kaylan maupun Nita.
"T-tapi–"
Belum selesai Karina berucap, Jeremy sudah menyampaikan jaket miliknya di bahu Karina, dengan sedikit decakan.
"Jangan ngeyel, tinggal pake juga." Jeremy membalikan badannya, lalu kembali memakai helm.
Sedangkan Karina hanya menghela napas, lalu dengan gerakan pelan dia memakaikan jaket Jeremy pada tubuhnya. Seketika wangi parfum menyeruak, wanginya sangat cocok dengan Jeremy. Juga, wanginya tidak terlalu menusuk hidung, Karina suka.
"Udah?"
"U-udah."
"Ya udah, naik!"
Jeremy menoleh, membuat Karina urung untuk naik ke atas motor. "Pegangan ke gue, jangan pegangan kebelakang, gue bukan tukang ojek."
***
Sampai di kediaman Kusnadi 02, Karina melepaskan pegangannya pada pinggang Jeremy. Tadi, saat dia ingin berpegangan pada pundak Jeremy, dengan tiba-tiba saja pria itu malah menarik tangannya kearah pinggang. Seraya berkata; "Gue bilang gue bukan ojek, apa susahnya tinggal pegangan ke pinggang?" Tentu saja itu berhasil membuat jantung Karina tidak berdetak dengan semestinya.
Karina turun dengan perpegangan pada pundak Jeremy, mungkin mulai saat ini, itu akan menjadi sebuah kebiasaan. Setelah turun, matanya menatap kagum ke arah bangunan megah di hadapannya. Menyapu setiap sisi dengan pandangannya.
Ini merupakan kali pertamanya dia mengunjungi rumah Kaylan, sebab dari sejak kecil dia tidak pernah di bawa ke sini. Meskipun dia adalah anak asuh, tapi dia di besarkan di panti.
"Masuk!"
Jeremy berjalan lebih dahulu, lalu di susul oleh Karina di belakangnya. Mata Karina masih menatap kagum ke setiap penjuru. Sungguh, ini pertama kali untuknya melihat bahkan menginjakan kaki di rumah sebagus dan semewah ini.
Alih-alih membawa Karina ke ruang tamu, Jeremy malah membawa Karina ke arah ruang keluarga, karena baginya Karina adalah keluarga, bukan tamu.
"Duduk dulu, gue mau ambil minum." Jeremy berjalan ke arah dapur, kemudian berhenti dan berbalik, hanya untuk menemukan Karina yang masih melihat-lihat sekitar dengan pandangannya.
"Mau minum apa?"
Mendengar suara Jeremy, Karina menoleh. "Terserah kamu aja."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Jeremy berlalu. Lalu tidak lama kemudian pria itu telah kembali dengan dua gelas minuman berwarna merah di tangannya.
Jeremy meletakan kedua gelas itu di atas meja, lalu duduk di sebelah Karina, agak sedikit memberi sedikit jarak di antara mereka. Kemudian pria itu mengambil satu gelas minuman yang dia bawa tadi, lalu meneguknya hingga tersisa setengah.
"Lo belum makan, kan?" Dengan sedikit kaku Karina mengangguk.
"Gue nggak bisa masak, kita order aja gimana?"
"Terserah kamu aja, sih."
Sekarang Jeremy tahu bahwa benar adanya bahwa kata "terserah" adalah kata andalan wanita. Karina terus mengatakan itu sedari tadi. Dengan gerakan pasti, Jeremy merongoh kantung celananya untuk mengambil ponsel, namun dia tidak menemukannya di sana.
Dia kembali merongoh kantung sebelah kiri, tapi ponselnya juga tidak ada di sana. Sesaat kemudian dia terpekur, lalu teringat bahwa ponselnya ada di kantung jaket yang Karina kenakan.
"Hp gue." Tangan Jeremy mengadah.
"Huh?"
"Hp gue ada di saku sebelah kiri jaket, tolong ambilin."
Mulut Karina membulat, lalu merongoh kantung jaket Jeremy yang sebelah kiri. Setelah Jaremy menerim ponselnya, Karina melepaskan jaket yang sejak tadi dia kenakan.
Jeremy membuka ponselnya, niatnya ingin langsung memesan makanan. Namun, saat dia baru saja menyalakan ponsel, Jeremy menemukan satu buah pesan dari Kaylan. Pesan tersebut berisikan tentang Kaylan dan Nita yang akan pulang terlambat. Lalu meminta Jeremy untuk mengantar Karina ke kamar di seberang kamarnya.
Setelah membalas, Jeremy keluar dari aplikasi pesan, lalu memesan makanan. Dia tidak tahu makanan kesukaan Karina apa, jadi dia memutuskan untuk memesan makanan yang biasa.
"Ikut gue." Jeremy bangkit, Karina kembali mau tidak mau harus mengikuti pria di hadapannya menuju ke lantai dua.
Setelah menaiki berpuluh-puluh anak tangga, akhirnya mereka berdua sampai di lantai dua. Kembali berjalan, melewati dua pintu berwarna coklat, lalu mereka berhenti di depan pintu seberang kedua pintu coklat tadi.
"Ini kamar lo. Dua kamar yang tadi kita lewati itu kamar gue. Kalo ada apa-apa tinggal panggil aja. Sambil nunggu makanan dateng, gue mau mandi dulu. Lo bisa istirahat di dalem." Setelah berkata seperti itu, Jeremy berlalu, kemudian masuk ke dalam kamar miliknya yang letaknya berseberangan dengan kamar yang akan di tempati Karina.
***
Ceritanya aneh atau nggak, sih? Saya seperti merasa bahwa cerita ini itu agak 'sedikit' aneh, hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...