Kumpul

767 103 2
                                    


"Tidak peduli seberapa tidak adilnya dunia ini, karena kerja keras yang akan menang pada akhirnya. Dan orang-orang di sekitarmu akan melihat itu pada dirimu."

_Huang Renjun.

***

Sejak kejadian tadi, Haikal sama sekali tidak berbicara pada ketiga sahabatnya. Dia marah, dia malu, intinya dia tidak ingin berbicara pada ketiganya. Gaara, Jeremy dan Nana sama sekali tidak masalah, bahkan mereka tidak peduli. Toh, nanti juga Haikal akan datang pada mereka jika sudah lelah marah dan mendiamkan mereka.

Sedangkan para orang tua hanya terkekeh sekilas melihat itu. Bagaimana Haikal yang mojok di sofa dekat tangga dengan bantal sofa di pelukannya. Haikal menekuk wajah kesal. Lalu, ada tiga lainnya yang asik bermain bersama anak kedua Daffa yang masih berumur 5 tahun.

Mereka sama-sama tau, Haikal itu ingin bergabung, namun gengsi.

"Anak lo pada kocak banget, dah," ujar Daffa melihat kearah Haikal lalu Gaara dan lainnya.

"Persis banget ama kita dulu, kan?" Kaylan terkekeh, mengingat kenangan mereka dulu saat masih SMA. Hampir tidak ada bedanya dengan anak-anak mereka saat ini. Yang lainnya mengangguk, setuju dengan ucapan Kaylan barusan.

Berbicara tentang Daffa, Daffa itu sahabat dari para orang tua juga. Dia merupakan orang yang paling pertama menikah, padahal dulu saat SMA, Daffa itu orang terakhir yang memiliki pacar, namun dia malah yang duluan menikah. Daffa punya 2 anak, anak pertamanya lebih tua satu tahun dari Gaara dan yang lain, lalu yang kedua masih berumur 5 tahun.

"Btw, sejak kapan lo tau kalo Rina hamil, Lan?" Kaylan bertanya. Sebagai saudara kembar Kaylan merasa dia ketinggalan. Keylan saja sudah mau punya anak 2, sedangkan dia masih satu. Penyebabnya adalah Jeremy yang keukeuh tidak ingin mempunyai seorang adik.

"Tadi pagi, mendadak. Dia mual terus dari jam tiga pagi, trus katanya juga dia udah nggak dateng bulan, makanya langsung di cek. Eh, pas di cek ternyata bener isi." Keylan menjawab, orang-orang di sana mengangguk.

Di ruang tengah sekarang hanya ada para ayah dan anak-anak, sedangkan para ibu sedang di dapur–membuat camilan.

"Kal, balikin nggak?!"

Fokus mereka teralihkan pada Gaara yang baru saja berteriak. Mereka menggeleng pelan saat melihat Gaara dan Haikal yang malah berebut mainan. Lalu, ada Jeremy dan Nana yang seolah-olah menuli, malah asik mewarnai bersama dengan Airin–anak Daffa.

Para ayah bangkit, lalu mendekati anak-anak mereka. Kadang mereka heran, anak-anak mereka sudah besar, sudah kelas 11 SMA. Namun, bisa-bisanya masih bertingkah seperti anak kecil seperti ini. Disaat anak yang seusia mereka sibuk dengan kehidupan yang liar seperti balapan, mereka malah sibuk berebut mainan.

"Ical, balikin bonekanya ke Gaara!"

Haikal mencebik, lalu memberikan bonekanya pada Gaara, yang langsung di sambut senang oleh pemuda itu.

"Mainnya yang akur, jangan rebutan." Gio memperingati, dia sudah duduk bersila diantara Gaara dan juga Nana.

"Mending rebutan mainan dari pada rebutan cewek, kan, Yah?" Nana menyeletuk membuat semua orang menatapnya kaget.

"Anak lo ngomongnya, Not." Kaylan dan Keylan geleng-geleng kepala secara bersamaan.

"Turunan Claris, nih. Makanya begini," ujar Arnold ringan. Membuahkan pukulan di daerah belakang kepalanya dari Daffa.

"Muka nge-jiplak lo gitu, nyalahin Claris."

"Ya emang!"

"Ini para orang tua ngapain di sini, sih?" Gaara berujar, kembali membuat para ayah menatapnya kaget.

Dream cansertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang