Sejak meninggalkan paviliun, tidak ada dari seorangpun yang berbicara. Saat ini, Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana berada di rooftop rumah yang dihias menyerupai taman.
Pikiran mereka masih sama-sama berkecamuk. Mereka bingung, mereka resah, mereka takut. Bingung, harus mengiyakan permintaan orang tua mereka tadi atau harus menolaknya. Resah dengan keputusan yang akan mereka ambil nanti. Takut jika mereka menerima, mereka tidak bisa memenuhi ekspektasi dari orang tua mereka.
Mereka masih muda, bahkan tidak pernah terpikir bagi mereka untuk menjalin sebuah hubungan. Mereka tidak pernah berpacaran sekalipun, mereka juga tidak pernah mencintai gadis manapun. Lalu, membina sebuah rumah tangga? Itu ada hal mustahil bagi mereka.
Yang mereka ketahui sampai saat ini adalah, pernikahan itu harus dilandaskan dengan perasaan cinta. Sebab, jika dalam suatu pernikahan tidak terdapat cinta, pernikahan tersebut tidak akan bertahan lama. Mereka berempat itu ingin menikah sekali seumur hidup, bahagia sampai tua.
"Ternyata kalian disini."
Fokus mereka teralihkan saat mendengar suara Kiera berserta dengan Clarissa, Rina dan Nita dari arah pintu.
"Kenapa di sini? Dingin, tau." Kiera mendudukkan dirinya di dekat Gaara, di ikuti oleh yang lainnya yang duduk dekat putra mereka masing-masing.
"Mau nenangin pikiran." Gaara menjawab seadanya, matanya masih fokus menerawang langit malam yang saat ini cukup cerah dengan banyak bintang.
Para ibu tersenyum mendengar jawaban Gaara. Mereka mengerti, sangat mengerti akan perasaan apa yang tengah putra-putra mereka rasakan. Insting seorang ibu terhadap anak itu kuat.
"Boboan, sini." Clarissa menepuk-nepuk pahanya, mengisyaratkan Nana untuk tidur di sana. Nana menurut. Hingga saat ini, posisi inilah yang paling membuat Nana nyaman jika sedang bersama dengan Clarissa.
Mengikuti Nana, kini Gaara, Jeremy dan Haikal juga sudah tidur di paha ibu mereka masing-masing. Memejamkan mata seraya merasakan usapan lembut di kepala mereka.
"Kami mau cerita. Dengerin, ya?" Nita membuka suara, sedangkan Jeremy yang tidur di pahanya tidak bereaksi apa-apa.
"Di mulai dari Bunda, ya?" Kiera memulai, dia menatap Gaara yang memejamkan mata walau tidak tertidur.
"Nama anak asuh ayah sama bunda itu Darra, mirip sama nama Gaara, kan?" Gaara tidak bereaksi. "Pertama kali liat Darra itu pas masih keciiiil banget, kira-kira pas masih 1 tahunan, sama kayak usia Gaara waktu itu."
"Anaknya lucu, riang, tapi sedikit emosian. Sama kayak Gaara, dia itu paling tua, walau cuma beda beberapa bulan aja sama yang lain. Sekarang umur dia udah 18 tahun, dia tumbuh jadi gadis yang kuat." Kiera menjeda, kembali melihat ke arah Gaara yang kini sudah membuka matanya.
"Bunda nggak pernah liat dia ngeluh Sama kehidupan yang dia jalanin, dia selalu senyum apapun keadaannya. Makanya, ayah sama bunda sayang banget sama dia. Ah, bunda jadi kangen deh sama Darra." Kiera mengakhiri ucapannya dengan senyuman, saat ini dia bisa melihat kegelisahan dari mata Gaara.
"Nah, selanjutnya anak asuh papa sama mama itu namanya Karina." Nita mengambil alih pembicaraan.
"Waktu kecil, Karina itu cengeng banget. Dia lihat hewan meninggal aja nangis, apalagi kalau hewannya kucing, dia bakalan nangis kejer," ucap Nita seraya terkekeh, masih sama, Jeremy tidak memberikan respon apa-apa.
"Mama nggak ekspek kalau Karina bakal tumbuh jadi gadis yang cantiknya di luar nalar. Serius, deh, Karina itu cantik bangeeet. Kayak boneka hidup. Waktu kecil dia emang cengeng, tapi pas udah besar, dia tumbuh jadi gadis kuat, sama kayak Darra." Kali ini Jeremy memberikan reaksi, walau hanya sedikit.
"Giliran mami. Anak asuh papi sama mami itu namanya Giselle, tapi mami sering panggil Icel atau Isel. Dia itu lucu, dari kecil sampe sekarang. Apalagi pas dia nangis atau ngambek. Icel kalo ngambek suka ngumpet di belakang sofa sambil nangis. Sampe sekarang masih kayak gitu, heran mami." Rina menggeleng kan kepala pelan, sedangkan Haikal hanya menyimak.
"Apalagi, ya? Oh, iya! Sama kayak Ical, Icel juga alergi sama kucing. Kadang mami suka kasian sama dia, di saat Karina sama Darra main kucing, Icel cuma liat doang, dari jauh pula. Dan lagi, Icel itu mudah banget sakit, imunnya nggak kuat." Haikal mendongak untuk menatap maminya, kemudian dia tersenyum tipis.
"Terakhir, ada Winda. Winda itu satu tahun lebih muda dari Darra, Karina sama Giselle. Mama manggil dia itu Dada, beda sama papa yang manggil Dada pake nama Wiwin. Kalau kata papa, Dada itu definisi lengkap. Dada itu lucu, gemesin, cantik, pokoknya lengkap. Dia paling kecil, tapi kadang dia bisa lebih bijak dari yang lainnya." Nana mengerjapkan matanya, dia sedikit tertarik.
"Dada punya fisik lemah kayak Giselle, dia kedinginan sedikit aja, besoknya demam. Makanya dia paling di jaga. Apalagi sekarang Dada sama yang lain kerja part time, Dada bisa sakit sampe 3 kali dalam sebulan. Udah di marahin juga sama papa, tapi tetep kekeuh kerja." Clarissa sedikit menghela napas setelah mengakhiri ceritanya.
Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana bangun dari posisi tidur mereka. Setelah mendengar cerita tentang empat gadis yang akan di jodohkan dengan mereka nantinya, entah mengapa hati mereka sedikit terenyuh.
"Tapi, dibalik itu semua, mereka itu lemah," ujar Kiera, menyita perhatian dari empat anak laki-laki yang ada di sana.
"Maksud bunda?" Gaara bertanya.
"Mereka itu kayak gelas kaca, mereka rapuh. Bunda pernah lihat Darra nangis sendirian di belakang panti." Kiera tersenyum suwir, dia masih merasa sedih saat melihat Darra seperti itu.
"Mama juga pernah lihat Karina yang hampir aja minum obat penenang," ujar Nita sendu.
"Lebih parah, Icel sama Dada ngelakuin self harm, untuk pengalihan rasa sakit."
Hanya dengan begitu, Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana tersentak. Mereka tidak mengira ada yang sampai melakukan tindakan gila seperti itu.
Dari semua cerita yang di sampaikan oleh ibu mereka, entah mengapa hati mereka terdorong untuk menerima perjodohan ini. Hati serta pikiran mereka ingin melindungi dan menyangi gadis yang lemah itu. Hati mereka menjadi semakin gundah, rasa ingin menerima itu sudah ada, namun masj ada setitik perasaan enggan di dalamnya.
"Kami mohon sama kalian, terima, ya? Bunda pengen liat mereka bahagia." Satu air mata lolos begitu saja dari mata Kiera, dia menatap Gaara dan lainnya penuh harap.
Tangan Gaara tergerak untuk mengusap air mata di pipi sang bunda. "Jangan nangis, Gaara ... Gaara terima perjodohan ini."
"Nana juga terima." Nana menambahi, membuat Clarissa menatapnya kaget, sedangkan Nana tersenyum hangat.
"Ical sama Jery?"
Tidak dengan kata-kata, namun Haikal dan Jeremy mengangguk. Senyum tulus di berikan oleh kedua pria itu.
Secara serentak, Kiera, Clarissa, Nita dan Rina memeluk putra mereka masing-masing dengan terus menggumamkam kata terima kasih.
"Jaga mereka buat kami, ya?"
"Pasti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...