"Kita mau kemana dulu emangnya?"
Giselle bertanya, dia heran mengapa mereka berdua pulang terlebih dahulu, sedangkan tiga pasangan lainnya masih makan bersama di dalam.
Haikal tersenyum, membukakan pintu untuk Giselle. Karena hari ini mereka berbelanja, Haikal memutuskan untuk membawa mobil, bukan motor. Sengaja agar tidak kerepotan membawa barang belanjaan nantinya.
"Mami tadi telpon, katanya ngidam martabak. Kita beli martabak dulu, ya?" ujar Haikal, beberapa saat setelah dia mendudukan diri dikursi kemudi.
Mengerti, Giselle menganggukan kepalanya, membuat poninya bergerak. Haikal terkekeh, kemudian memajukan tubuhnya ke arah Giselle, membuat gadis itu otomatis mundur.
Haikal berhenti tepat di depan wajah Giselle, kembali tersenyum manis. Jangan tanyakan keadaan Giselle, yang pasti sedang tidak baik-baik saja. Jantungnya berdebar dengan gila saat ini, saking gilanya, Giselle takut jika jantungnya akan meledak.
"Lain kali, seat beltnya pake." Tangan Haikal bergerak untuk menarik sabuk pengaman dari samping kepala Giselle, kemudian memasangkannya dengan rapih. Setelah itu Haikal memundurkan kepalanya, lagi-lagi kembali melayangkan senyum manisnya pada Giselle.
Mobil bergerak perlahan, meninggalkan kawasan mall. Haikal ini sebenarnya termasuk kepada orang yang gemar melajukan kendaraan dengan kecepatan di atas rata-rata, tapi kali ini tidak. Karena sedang bersama Giselle, Haikal melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Tidak cepat, namun tidak pelan juga.
Haikal masih punya pikiran untuk itu. Dia tidak ingin membuat Giselle shock ataupun ketakutan. Rina pernah berkata padanya bahwa Giselle itu mudah sakit. Bukan sebab faktor cuaca dan kelelahan saja, tapi ada faktor lainnya.
Seperti jika gadis itu menangis di malam hari, besoknya dia pasti akan demam. Dan yang paling membuat Haikal menganga tidak percaya, Giselle bisa sakit hanya karena shock. Shocknya bukan shock biasa, tapi shock yang memang benar-benar bisa membuat orang yang mendengarnya jantungan.
"Mau beli dimana emang?" Giselle bertanya saat mobil sudah lumayan jauh dari pelataran mall.
"Depan komplek, sekalian pulang. Kenapa? Atau mau jalan-jalan dulu?"
"Hah?"
Haikal tertawa pelan. "Iya, siapa tau lo mau jalan-jalan dulu, kan?"
Giselle menggeleng ribut. Maksudnya bukan seperti itu. Dia hanya sekedar bertanya, tidak ada maksud lainnya.
"Nggak!"
"Seriusan? Padahal gue mau ngajak lo ke taman bermain dulu, baru abis itu kita beli martabak," terang Haikal. Dia memang bermaksud mengajak Giselle jalan-jalan, hanya untuk mengenalkan Jakarta lebih jauh pada gadis itu. Haikal juga sudah meminta izin pada Rina, dan Rina mengizinkannya.
"Nggak usah, nanti mami nungguin pesanan dia."
"Nggak bakal. Gue udah izin mami juga, kali."
Giselle menghela napas. "Taman bermain, ya? Kenapa nggak taman biasa aja?"
"Emangnya kenapa? Taman bermain rame, bisa naik wahana."
"Aku nggak suka tempat rame."
Mendengar jawaban Giselle, Haikal melirik cepat. Dia tidak salah dengar, kan? Giselle baru saja mengatakan tidak suka tempat ramai, sedangkan mereka baru saja kembali dari mall. Tempat teramai dari yang teramai.
Giselle memang tidak suka tempat ramai. Dia ini termasuk kedalam orang yang pendiam sebenarnya, namun jika di depan orang-orang dia akan menutupinya. Bertindak bahwa dia ini gadis yang cerewet dan tidak bisa diam.
"Tadi di mall juga rame."
"Kan ada Winda, sama kalian juga."
"Kan ada gue?"
Giselle terdiam mendengar ucapan Haikal. Benar, dia tidak sendiri, tapi bersama dengan Haikal. Namun, rasanya sedikit berbeda. Dia baru mengenal Haikal satu minggu ini, belum genap satu minggu bahkan. Jadi, rasanya masih agak canggung.
Meskipun Haikal ini selalu bersikap baik padanya, selalu ada untuknya, namun itu tidak terlalu berpengaruh bagi Giselle.
"Beda," lirih Giselle.
Haikal yang mendengarnya tersenyum kecil. "Mau, ya? Gue mau kenal lo lebih jauh lagi."
Haikal melirik Giselle hanya untuk menemukan gadis itu mengangguk kecil.
***
Sesampainya di taman bermain yang berada di daerah Jakarta pusat, Giselle mengedarkan pandang. Taman bermain ini luas, banyak wahananya juga. Giselle dapat menduga bahwa ini adalah taman bermain yang sering di jadikan pasar malam.
Haikal tersenyum saat melihat binar di mata jernih Giselle. "Gimana? Suka sama tempatnya?"
Giselle mendongak, melihat Haikal yang tengah menatapnya saat ini. "Suka," ujarnya pelan.
Haikal mengangguk, mengulurkan tangannya ke depan wajah Giselle, membuat gadis itu mengernyit.
"Kenapa?"
"Nggak mau di gandeng?"
"Hah?"
Bukannya menjelaskan apa maksud dari perkataannya, Haikal malah menarik tangan Giselle lalu menautkannya dengan tangan miliknya. Setelah itu, dia menarik Giselle pelan untuk masuk ke dalam taman bermain.
Saat ini tujuan Haikal hanya untuk menyenangkan gadis yang sedang dia gandeng saat ini. Ayahnya-Kaylan-pernah berkata, cara untuk mendapatkan seorang gadis adalah menyenangkan hatinya terlebih dahulu.
Kaylan mengatakannya saat Haikal masih kelas IX SMP, di depan teras rumah, dengan di temani dengan satu cangkir wedang jahe, dengan melankolis Kaylan berkata; "Ical, kalo Ical mau dapetin perempuan, Ical harus nyenengin hatinya dulu."
Saat itu Haikal mengernyit tidak mengerti. Haikal masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang Kaylan ucapkan barusan. Dia bahkan tidak pernah berpikir ke arah sana. Di usianya, yang dia pikirkan hanyalah bermain dan juga belajar. Bukan masalah percintaan atau cara mendapatkan hati seorang perempuan.
"Maksud papi?" Namun, alih-alih pergi, Haikal lebih memilih untuk mendengarkan lebih jauh lagi. Mungkin itu tidak berguna di usianya sekarang, namun mungkin saja akan berguna di masa depan.
"Iya. Contohnya gini, Ical suka sama perempuan, tapi perempuan itu nggak suka sama Ical, itu artinya Ical harus berusaha buat dapetin si perempuan itu, kan?" Haikal mengangguk.
"Nah, langkah awalnya itu Ical harus dapetin hatinya dulu. Cara dapetinnya mudah, Ical cuma harus berusaha buat hati perempuan itu seneng. Intinya 'senengin dulu orangnya, baru kita bakal dapet hatinya.' Ngerti?" Dan saat itu Haikal mengangguk, padahal otaknya masih tidak mengerti apa-apa.
Namun, sekarang sepertinya Haikal mengerti apa yang di maksud oleh Kaylan. "Senengin dulu orangnya, baru kita bakal dapet hatinya." Haikal percaya itu, karena saat ini dia merasakannya sendiri.
Haikal benar-benar merasakan adanya perubahan dari Giselle, dari sejak keduanya masuk sampai saat ini, Giselle tidak berhenti tertawa. Binar mata jernihnya semakin kentara, menandakan bahwa gadis itu sedang mengalami bahagia yang luar biasa.
Haikal yang melihatnya juga ikut tertawa. Dia suka bagaimana Giselle yang tertawa, bagaimana Giselle yang terus menarik tangannya ke sana ke sini. Mungkin jika Nana yang melakukan itu padanya, Haikal tidak akan segan untuk memukul kepala anak itu. Karena ini Giselle, jadi Haikal baik-baik saja.
Ini terlalu cepat sebenarnya, namun Haikal sudah merasakan perasaannya terikat dengan Giselle. Dan dengan melihat gadis itu senang, entah kenapa Haikal merasa bahwa dia telah memiliki hati gadis itu. Mungkin belum sepenuhnya, tapi tak apa. Haikal akan menunggu, sampai kapanpun, Haikal tidak peduli.
Dan mungkin saja, setelah ini Haikal akan berterima kasih pada Kaylan. Juga, sepertinya dia akan banyak bertanya pada ayahnya itu perihal masalah percintaan.
***
Note:
Maaf jika saya menggunakan nama "Kaylan-Keylan" secara terbalik, ya. Saya suka typo soalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...