Beautiful girl

868 100 10
                                    

Saat ini, Jeremy dan Karina tengah mengajak bermain anak-anak panti yang masih berusia sekitar 5-8 tahun di daerah taman. Tidak jauh dari tempat Nana dan Winda yang tengah mengasuh Azka.

Karina sedang mengantungkan ayunan, sedangkan Jeremy memutarkan permainan putar yang di atasnya di tumpangi oleh 4 anak laki-laki. Mereka semua tertawa, seakan menjadi anak paling bahagia di dunia.

Tadi, saat mereka sedang berjalan mengelilingi panti, Kaylan mendekati mereka berdua, dan meminta agar mereka bermain bersama anak-anak panti di bandingkan harus berkeliling panti asuhan ini.

Sebagai anak yang baik, akhirnya Jeremy dan Karina menurut. Jeremy awalnya kaget saat melihat ternyata banyak anak yang masih berusia kecil di panti ini, dia belum terbiasa. Apalagi, semua orang juga tahu, bahwa Jeremy itu tidak terlalu suka anak kecil. Namun, saat mereka sudah bermain cukup lama, Jeremy jadi terbiasa. Malahan, dia sangat menikmatinya.

Fokus Jeremy teralih saat mendengar tawa Karina. Jeremy terus memperhatikan Karina yang tertawa bahagia tengah bermain kejar-kejaran bersama anak-anak, dengan mata Karina yang tertutup kain.

Jeremy menunduk saat merasakan tangannya di genggam, dan menemukan dua anak perempuan yang tengah menggenggam kedua tangannya.

"Kakak ikutan main, ya?" Pinta salah seorang anak perempuan yang menggenggam tangan sebelah kanannya.

Jeremy tersenyum, kemudian menggeleng pelan. "Kalian aja, kakak liatin dari sini."

"Yahhh, ayo, dong, Kak! Seru tau!" Anak perempuan satunya lagi memohon, membuat Jeremy tidak tega.

"Ya udah, kakak ikutan. Emang main apa, sih?" Jeremy berjongkok, guna mengsejajarkan pandangannya dengan dua anak perempuan itu.

"Kucing-kucingan, nah, sekarang giliran kak Rina yang jadi kucing." Jeremy mengangguk.

"Kakak jangan ngeluarin suara, nanti kak Rina tau keberadaan kita." Lagi-lagi Jeremy hanya mengangguk mengiyakan.

Secara pelan Jeremy mulai berjalan mendekat ke arena permain, berjalan dengan pelan sebisa mungkin agar tidak mengeluarkan suara. Dia satu-satunya orang yang tidak tertawa di sana, sangat kontras dengan anak-anak dan Karina yang tertawa riang.

Jeremy ingin menghindar saat Karina berjalan ke arahnya, sayangnya, seorang anak laki-laki tidak sengaja menabraknya. Dan detik berikutnya, tangan Jeremy sudah di pegang oleh Karina.

"Siapa?" Karina bertanya dengan mata yang masih tertutup. Sedangkan Jeremy bungkam.

Karena penasaran, akhirnya Karina mulai menaikan lengannya untuk meraba wajah orang di hadapannya saat ini. Di mulai dari meraba pipi, telinga dan rambut. Tentu, perlakuan Karina saat ini membuat Jeremy menahan napas. Dia menatap Karina dengan intens.

"Aw!" Jeremy meringis saat tiba-tiba saja Karina menarik hidung mancungnya dengan cukup kuat.

Mendengar ringisan seseorang, membuat Karina segera membuka penutup pada matanya. Matanya membulat saat melihat wajah Jeremy di hadapan dia sekarang, dengan tangan miliknya yang masih bertahan di hidung pria itu.

"Lho, kamu? Maaf!" Karina dengan buru-buru menarik tangannya dari hidung Jeremy. Dia bisa melihat hidung Jeremy yang sedikit memerah akibat ulahnya barusan.

"Yah, merah idungnya. Maaf! Aku nggak tau itu kamu, serius!" Karina jadi panik sendiri, apalagi saat melihat Jeremy mengusap hidungnya sendiri. Karina merasa sangat bersalah.

"Aduh, maaf banget!" Karina masih belum beranjak dari posisinya, sedari tadi dia terus menangkupkan tangan di depan dada.

Jeremy berhenti mengusap hidungnya, sekarang dia malah menatap Karina yang terus-menerus meminta maaf pada dirinya dengan tangan menangkup dan mata terpejam.

"Beautiful."

Dan dengan begitu, Karina membuka mata, lalu menatap Jeremy kaget. "Huh?"

Tersadar dengan ucapannya barusan, Jeremy gelagapan. "Nggak," ujarnya mencoba untuk setenang mungkin.

"Ini nggak pa-pa?" Karina menunjuk hidungnya sendiri, karena tidak mungkin dia menyentuh hidung Jeremy dengan langsung. Cukup tadi saja.

"Nggak, cuma perih aja dikit." Jeremy menjawab dengan jujur. Hidungnya tidak apa-apa, hanya sedikit perih karena Karina menariknya cukup kuat.

"Aku nggak sengaja, serius! Aku pikir bukan kamu tadi!"

"Nggak pa-pa. Gue tau, kok. Lo nggak sengaja." Jeremy sedikit membubuhkan senyum manisnya di akhir, berharap dengan begitu Karina bisa berhenti untuk meminta maaf padanya.

"Tapi idung kamu sampe merah gitu. Aku nariknya juga kenceng tadi." Lagi-lagi Karina merasa bersalah. Meski tidak terlalu kentara, tapi hidung Jeremy masih terlihat sedikit merah.

"Udah nggak sakit, kok. "

"Serius?"

"Iya."

Karina menghembuskan napas lega. Dalam hati dia masih meruntuk pada dirinya sendiri, kenapa dia malah menarik hidung Jeremy sekuat tadi. Harusnya Karina tau, dia sedang bermain dengan anak-anak, bukan dengan anak panti yang seusia dengannya. Mana mungkin ada anak-anak yang setinggi Jeremy? Tidak ada.

"Nah, sekarang kakak yang jadi kucingnya!" Salah satu anak laki-laki di sana menunjuk ke arah Jeremy.

Jeremy dan Karina sama-sama mengerjap. Detik kemudian Jeremy mengangguk, mengambil penutup mata yang masih menggantung di leher Karina, membuat gadis itu sedikit kaget.

Jeremy mengulas senyum tipis, lalu menggunakan penutup mata tersebut. Sedangkan Karina, dia masih terpaku di tempat. Sedikit terpesona dengan senyum Jeremy barusan.

Tangan Karina di tarik ke belakang oleh seorang anak perempuan, guna menghindar dari Jeremy yang sudah menggunakan penutup matanya dengan sempurna.

Permainan di mulai, semuanya berlari menghindar dari kejaran Jeremy. Mereka semua tertawa dengan kerasnya, Karina pun telah melupakan rasa gugupnya saat berhadapan dengan Jeremy tadi. Malahan, dia tertawa seakan dia tidak akan bisa tertawa lagi nantinya.

"Kakak kejar kita!"

"Sebelah sini!"

"Nggak kena, wle!"

"Awas, jangan ngehalangin!"

"Kak Rina ke sini larinya!"

Mendengar nama Karina, Jeremy bergerak ke arah sana. Bisa di katakan, sedari tadi dia hanya mengincar Karina, bukan anak-anak yang lain. Tidak tahu mengapa. Dia terus menerus mendengar tawa indah Karina. Dan dia suka tawa itu.

Jeremy mendekat saat dia mendengar tawa Karina di sebelah kiri. Merasakan pergerakan dari Karina, Jeremy bergerak cepat. Mencekal pergelangan tangan Karina lalu menariknya. Sontak manik Karima membulat saat keningnya bertabrakan langsung dengan dada bidang milik Jeremy.

Gadis itu mendongak, hanya untuk mendapati Jeremy yang tengah tersenyum dengan mata yang masih tertutup. Perlahan namun pasti, Jeremy mulai menggerakkan tangannya untuk membuka penutup mata yang dia gunakan. Setelah terlepas, dia menunduk untuk menatap Karina yang masih membulatkan matanya.

"Ketangkep," ujarnya pelan membuat Karina mengerjap.

"Apa?"

"Lo ketangkep."

"Ah, iya."

Karina ingin menjauh, namun dia tersadar jika tangannya masih berada dalam cekalan Jeremy. Kemudian dia mendongak, menatap Jeremy dengan kening berkerut.

"Tangannya?" Karina menggerakkan tangannya, mencoba untuk melepaskannya sendiri, sebab Jeremy sama sekali merespon.

"Tangan aku, em ..."

"Jeremy."

"Jeremy, tangan aku?" Karina kembali menggerakkan tangannya.

Mengangguk, Jeremy melepaskan tangan Karina yang sejak tadi dia cekal, guna menahan gadis itu. Setelah terlepas, Karina cepat-cepat mundur. Posisinya barusan sangat tidak baik untuk jantungnya.

"Lo jadi kucingnya." Alih-alih memberikan penutup mata itu pada Karina agar dia memakainya, Jeremy malah mendekat, kemudian memasangkan penutup mata itu langsung pada Karina.

"Good luck." Jeremy berbisik, kemudian menjauh.

Dream cansertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang