Seperti biasa, kediaman keluarga Valerin tidak pernah tenang di pagi hari. Bukan pagi, sih, sebenarnya. Ini sudah pukul 09.34. Apalagi di tambah oleh tiga orang lainnya. Membuat rumah yang memang biasanya sudah ramai, semakin ramai.
"BUNDA! KAUS KAKI AKU MANA?! KOK NGGAK ADA?!" Itu Nana yang teriak. Dia sedang mencari kaus kaki yang memang dia tinggalkan di sini. Namun, setelah hampir lima belas menit mencari, Nana belum menemukannya juga.
"CARI YANG BENER, NA! INI BUNDA LAGI NYETRIKA BAJUNYA GAARA SAMA ICAL!" Kiera balas berteriak dari ruangan khusus untuk menyetrika baju.
Seperti biasa juga, Gio hanya menjadi penonton dan pendengar. Dengan laptop di hadapannya, Gio dengan tenang mengurus urusan kantornya. Tidak peduli dengan orang-orang yang berteriak seperti di hutan.
"Belum ketemu, Na?" Gaara muncul dari balik kamar mandi, dia memang baru saja mandi. Baru bangun barusan juga.
"Belum. Lo liat, nggak? Perasaan disatuin sama punya Lo, deh."
Gaara berjalan mendekat ke arah Nana. Menilik ke dalam lemari miliknya yang memang berisi beberapa baju milik Nana.
"Udahlah, kalo nggak ada pake punya gue aja dulu." Gaara berjalan keluar. Dia ingin mengambil bajunya yang sedang di setrika oleh Kiera.
***
Saat ini semuanya sedang sarapan. Lagi-lagi tidak layak untuk dikatakan sebagai sarapan. Ini sudah terlalu siang untuk itu. Tapi, ya, terserah mereka sajalah.
"Ayah mana, Bun? Perasaan tadi masih ngejugrug di sini," ujar Gaara. Tadi pagi dia masih melihat Gio duduk di kursi kekuasaannya, tapi sekarang sudah tidak ada.
"Udah berangkat beberapa menit lalu." Kiera menjawab, dia tengah mengoleskan selai ke atas roti bakar yang akan menjadi menu sarapan.
"Kok nggak pamit sama Gaara?" Gaara manyun. Tidak biasanya Gio pergi tanpa pamit pada dirinya dulu.
"Ayah lagi buru-buru tadi. Lagian tadi kamu lagi ganti baju di kamar, jadi ayah nggak pamit. Tapi, katanya nanti bakal nelpon kamu," ujar Kiera, meletakan dua potong roti di hadapan Gaara.
"Manja banget, sih. Udahlah. Nanti balik dari kantor juga ketemu." Bukan Haikal namanya kalo tidak mencibir. Padahal dia sedang sibuk mengunyah, masih bisa-bisanya mencibir.
Gaara mendengkus, lalu memakan makanannya. Sontak yang berada di meja makan sana terkekeh.
***
Pukul 11 teng mereka sampai di sekolah. Hari ini jadwal mereka untuk simulasi percobaan ujian. Jadwalnya memang di siang hari.
Mereka turun dari motor. Bak sebuah sinetron, mereka menjadi bahan tontonan siswa lain. Membuka helm full face yang mereka gunakan, lalu menyimpannya di atas tangki bensin. Hal biasa yang dapat membuat para siswi di sana berteriak histeris.
"Lebay, deh." Gaara melengos pergi duluan meninggalkan para sahabatnya yang malah tebar pesona semakin jauh, terutama Nana.
"Heh, Sabaku no Gaara tunggu!" Haikal berteriak, berlari menyusul di ikuti oleh Jeremy dan Nana.
"Lo manggil gue kayak gitu lagi, siap-siap nih sepatu masuk ke mulut lo." Gaara sudah aba-aba membuka sepatu, namun segera di tahan oleh Jeremy. Bisa bahaya, anak itu tidak pernah main-main dengan ucapannya.
"Calm down, bro. Calm down." Jeremy mencoba menenangkan.
"Salah sendiri punya nama kek begitu," ujar Haikal terkekeh.
***
Sampailah mereka di ruangan simulasi. Mereka ini masih kelas 11 sebenarnya, tapi sudah menjalani ujian. Keputusan dari pemerintah langsung. Keputusan yang berhasil membuat mereka berempat uring-uringan selama tiga hari penuh.
Meskipun Haikal itu langganan olimpiade, tapi tetap saja. Guru mereka bilang, bahwa semua soal yang akan di ujiankan di luar dari mata pelajaran. Hanya akan ada beberapa yang keluar.
"Dapet bangku nomor berapa?" Nana bertanya saat mereka berempat baru saja kembali dari mengambil kartu peserta.
"Ini tergantung sama absen, sih, kayaknya." Jeremy berujar. Dia membaca kartu pesertanya sekali lagi.
"Iya, buktinya gue kebagian bangku yang sama kayak nomor absen," ujar Gaara, Haikal mengangguk.
Simulasi dimulai pukul 11.30, itu artinya masih setengah jam-an lagi. Untuk itu, Gaara dan yang lainnya memutuskan untuk mampir ke kantin. Mereka butuh tenaga untuk mengisi soal nanti. Walaupun hanya simulasi, tapi harus tetap di isi kan?
"Mau apa?" tanya Jeremy, dia tidak langsung duduk. Soalnya dia harus memesan makanan untuk dirinya juga untuk para sahabatnya yang lain.
"Gorengan aja," jawab Haikal. Gaara dan Nana juga sama, mereka semua sedang ingin makan gorengan saja. Lagian, jika pesan makanan berat, takutnya tidak keburu.
Jeremy mengangguk lalu tanpa banyak kata, dia pergi ke tempat Bu Arsih tukang gorengan paling terkenal di seantero sekolah.
Selagi masih menunggu Jeremy, yang lainnya mulai membaca beberapa bocoran soal simulasi yang mereka download tadi pagi sebelum berangkat sekolah dari mabk google.
Tidak memungkinkan juga jika soal yang ada di sana akan keluar, tapi itu hanya mereka jadikan pencerahan saja. Supaya nanti saat mulai simulasi, mereka tidak terlalu blank.
"Ah, gue pusing!" Nana membanting kan handphone nya ke atas meja. Dia cukup pintar sebenarnya, tapi saat melihat soal-soal itu, dia merasa bodoh tiba-tiba.
"Lo ngerti, Kal?" Gaara bertanya. Anak itu juga sudah menyerah. Padahal ini masih soal simulasi, bukan soal ujian sesungguhnya.
Haikal menghela napas. Mengangguk kemudian menggeleng. "Nggak."
"Lo 'kan langganan olimp, masa nggak ngerti?"
"Gue olimp IPA, bukan soal kayak beginian!"
Haikal sangsi. Dia suka kesel kalo ada orang yang ngomong gitu. Haikal kan pinternya di IPA, bukan di bahasa.
"Ya, sorry." Gaara minta maaf. Gedeg sih sebenarnya liat muka kesel Haikal yang di buat-buat lucu kayak gitu. Tapi, bunda pernah bilang kita harus minta maaf kalo emang kita salah.
"Nggak."
"Sorry, Kal."
"Nggak mau. Gue ngambek."
"Baperan, lu!"
"Terserah saya."
"Dih, sok iya!"
"Emang iya!"
"Najis, ih!"
"Najis ndasmu!"
Perdebatan itu berhenti saat Jeremy datang dengan satu piring gorengan, juga satu mangkuk kecil sambal. Jeremy sempat bertanya apa yang terjadi pada Nana dengan gerakan kepala, namun Nana malah mengangkat bahu–tidak peduli. Dia malah mencomot satu mendoan, mencocolkannya pada sambal sebelum dia makan.
"Panggilan untuk anak kelas 11 IPA 1, silakan bersiap. Simulasi sebentar lagi akan di laksanakan. Terima kasih."
"Nah, tuh, udah di panggil. Hayuk, ah!" Nana bangkit, masih dengan satu buah risol di tangannya. Dia akan memakan itu dalam perjalanan menuju ruang simulasi.
"Bentar dulu!"
Gaara, Jaremy dan Nana kompak berdecak saat melihat Haikal yang malah sibuk memasukan gorengan yang tersisa di piring ke dalam plastik.
"Buru, Kal!"
"Iye Bentaran! Kalo di tinggal sayang."
"Udah, yuk!"
Akhirnya drama gorengan dan Haikal selesai. Kini mereka berjalan ke arah ruangan simulasi dengan terus merapalkan do'a dalam hati. Berharap proses simulasi ini berjalan dengan baik dan semestinya. Kita doakan saja.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...