Jeremy, dengan hanya mendengar namanya saja, para wanita di sekolah SMA Neo City pasti langsung heboh. Jeremy memang sangat terkenal, berkat wajahnya yang tidak bisa dikatakan biasa saja. Belum lagi kemampuannya dibidang olahraga, membuat namanya melejit tak terhingga. Jika ada yang bertanya; "Eh, kenal Jeremy nggak?"
Kebanyakan akan menjawab dengan; "Kenal, lah! Jeremy kelas 11 IPA I kan?"
"Jeremy yang ganteng itu? Kenal, dong!"
"Ya kali nggak kenal. Uda ganteng, senyumnya manis lagi! Udah gitu basketnya jago banget!"
Seperti itulah kepopuleran seorang Jeremy Rivaldo Kusnadi di sekolahan.
Seperti saat ini, para siswa maupun siswi sedang berkumpul untuk melihat pertandingan futsal antara tim Jeremy dan tim Gaara. Ini hanya pertandingan ala-ala sebenarnya, tidak ada keseriusan sama sekali. Mereka bermain hanya untuk bersenang-senang saja. Anggota timnya pun masih teman sekelas.
Namun, tidak ada yang bisa menolak jika sudah di suguhi oleh pertandingan seperti ini. Mereka–terutama para siswi–bisa dengan leluasa melihat ketampanan Jeremy dan kawan-kawannya. Terutama anak-anak Dream Cansert, sejak pertandingan dimulai, para penonton tidak reda meneriakan nama mereka.
"Na, oper!" Gaara sedikit berteriak di dekat gawang. Mengerti komando, Nana mengoper bola pada Gaara. Sayang, belum sampai bola tersebut ke kaki Gaara, Jeremy sudah merebutnya terlebih dahulu. Sontak hal tersebut mengundang teriakan dari para penonton.
Apalagi saat Jeremy dan Haikal bekerja sama untuk menerobos pertahanan tim Gaara, teriakan semakin menggema. Lapangan outdoor ini tidak sedetikpun sepi jika anak-anak Dream Cansert sudah bermain di sini. Dari awal sampai akhir, pasti selalu ramai. Semakin lama, bukannya semakin berkurang, penonton malah akan semakin banyak.
"GOL!" Jeremy dan Haikal melakukan selebrasi dengan cara berpelukan ala pria.
"02:01, wle!" Haikal menjulurkan lidahnya kearah Gaara dan Nana, membuat dua pria itu memutar mata malas.
"Sombong banget, dih."
"Tau, unggul satu poin aja bangga!"
"Inget, ya. Yang kalah traktir SB." Haikal menepuk pundak kedua sahabatnya, lalu kembali berlari menyusul Jeremy.
Pertandingan berjalan selama tiga puluh menit, tentu saja dengan tim Jeremy yang menjadi pemenang. Dengan skor telak, 05:02.
"Capek banget," keluh Nana. Pria itu duduk dengan kaki lurus di pinggir lapang, di sampingnya ada Gaara yang tiduran dengan napas tersengal-sengal. Lalu, di sebelah Gaara ada Haikal dan Jeremy yang melakukan hal serupa.
"Permisi." Atensi keempat pria itu teralihkan pada seorang siswi, yang mereka perkirakan merupakan adik kelas. Siswi itu terlihat malu-malu, kentara sekali dengan semburat di pipi dan tangan yang bergetar.
"Ya?" Haikal menjawab mewakili yang lain. Karena dia tahu, ketiga sahabatnya itu tidak akan merespon.
"Mm ... Aku bawain minum buat Kak Jeremy. " Siswi itu menyodorkan satu botol air mineral ke arah Jeremy, yang hanya di tatap tanpa di terima.
Melihat itu, Haikal mengambilnya, tidak lupa mengucapkan terima kasih. Setelah minuman darinya di terima oleh Haikal, siswi itu langsung pergi.
"Nih, lain kali kalo ada yang ngasih terima, Jer." Haikal memberikan botol air itu pada Jeremy.
"Gue kan nggak minta."
"Seenggaknya buat pormalitas sama nge-hargain aja."
"Terserah, deh."
Haikal mendengkus. Melirik ke arah Gaara dan Nana yang hanya menjadi penonton saja.
"Kalian juga, kalo ada cewek nanya atau nyapa tuh jawab!"
"Kok kita?" Nana berseru. Dia merasa tidak punya masalah, kenapa Haikal membawa-bawa namanya.
"Jangan terlalu cuek lah sama cewek."
"Iya, deh. Iya." Gaara mengiyakan dengan malas. Dari pada makin panjang pembahasannya.
"Lagian ini manusia satu, udah tau punya banyak penggemar, sok banget cuek. Punya popularitas tuh gunain dengan bener!" Haikal menunjuk Jeremy yang acuh tak acuh.
"Bener juga. Diantara kita, yang paling banyak fan itu lo, Jer," terang Gaara. Gaara sudah tidak tiduran, dia duduk di sebelah Nana dengan kepala yang di senderkan ke pagar besi di belakang.
"Ya, gimana nggak banyak. Mukanya blasteran surga begitu," cibir Nana. Bukan iri, Nana hanya sedikit kesal saja.
"Biasa aja, kali. Lo bertiga juga banyak fan. Contohnya, tuh, yang lagi liatin kita." Jeremy mengedikan kepalanya ke arah segerombolan siswi yang tengah menatap mereka dari seberang lapangan.
"Sekedar mengingatkan, 50% dari cewek-cewek itu tuh fan lo, Jer."
"Tetep aja ada fan kalian juga."
"INI NGAPA JADI NGOMONGIN FAN, DAH?" Haikal berseru.
Semuanya langsung diam. Mereka memilih untuk fokus pada ponsel masing-masing, dari pada terus menerus membicarakan soal fan dan ketenaran Jeremy yang tidak akan ada habisnya.
Baik Gaara, Haikal dan Nana, mereka sama-sama mengakui bahwa Jeremy itu cukup lebih terkenal dari pada mereka. Jeremy itu tampan, mapan, lalu sikapnya yang baik kepada siapa saja. Terkecuali beberapa perempuan.
Entahlah, sampai saat ini mereka belum tahu alasan mengapa Jeremy itu tidak terlalu ramah pada sebagian perempuan. Jeremy hanya ramah pada perempuan yang tidak populer di sekolah. Seperti para kutu buku, siswi yang tidak pernah mencari perhatian, lalu masih banyak lagi. Intinya, Jeremy itu tidak ramah pada perempuan yang suka mencari perhatiannya.
"Jer, lo gateng turunan siapa, dah? Perasaan papa nggak ganteng-ganteng amat." Haikal kembali menyeletuk, walaupun matanya tidak lepas dari game online yang tengah ia mainkan.
"Lo lupa mama secantik apa?" Gaara menjawab.
"Oh, iya. Mama cakepnya nggak manusiawi banget."
"Semuanya juga. Mama, mami, bunda, mommy, nggak ada yang di bawah standard." Jeremy menimpali.
"Liat aja Gaara sama Nana, mereka maruk. Udah ganteng, eh, malah cantik juga."
Gaara dan Nana yang mendengar itu sontak langsung menatap kearah Jeremy. Mata mereka melotot kaget. Otak mereka sudah tidak berada ditempatnya.
"LO HOMO, JER?!"
"JER?!"
"Lo berdua apaan sih?! Gue normal, ya!" Jeremy berseru kesal. Bisa-bisanya Gaara dan Nana mengira dia adalah salah satu dari kaun Nabi Luth a.s. Sangat gila.
"Ya tiba-tiba saja lo bilang kita berdua cantik. Kan gue kaget."
"Lo juga kaget, kan, Kal?" Nana mengguncang bahu Haikal. Pria itu dari tadi hanya fokus pada gamenya saja, bahkan wajahnya datar-datar saja. Tidak menunjukan raut wajah kaget atau apapun.
"Nggak. Orang bener, juga. Lo berdua ngaca sana, introspeksi diri." Haikal menjawab cuek. Dia sedang tidak bisa di ganggu, gamenya lebih penting. Begitupun dengan Jeremy.
Mendengar jawaban Haikal barusan, Gaara dan Nana berdecak. Namun, tak urung juga mereka melakukan apa yang Haikal katakan barusan–bercermin. Secara kompak, Nana dan Gaara membuka kamera di ponsel mereka masing-masing.
"Lah, iya, Gar. Kita cantik. Kok bisa, ya?"
"Mana gue tau, Na. Gue juga heran. Pulang sekolah nanti gue mau nanya sama bunda, sama ayah sekalian."
"Gue juga."
Haikal dan Jeremy yang mendengar itu saling lirik, mengedikan bahu, lalu kembali fokus ke game. Tenang, mereka sudah terbiasa oleh kelakuan aneh Gaara dan Nana. Sudah sangat terbiasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream cansert
FanfictionDream Cansert, bukan sebuah perkumpulan geng abal-abal yang suka tawuran dan mabuk-mabukan. Bukan pula sebuah perkumpulan geng yang suka melawan orang tua. Namun, sebuah geng yang isinya anak kesayangan papa dan mama juga sekolah. Tidak pernah meras...