Kacau

623 84 2
                                    

Kini terhitung sebagai Minggu kelima Darra, Karina, Giselle dan Winda bersekolah di City High. Semuanya berjalan cukup baik selama beberapa minggu ini. Memang belum atau mungkin tidak ada siswa-siswi yang mengajak mereka berempat untuk berteman, tapi itu semua tidak apa. Mereka tidak butuh teman baru, cukup mereka berempat saja.

Di tambah ada Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana yang selalu menjadi teman sekaligus pasangan yang baik untuk keempatnya. Dan mereka bersyukur untuk itu.

Berita soal mereka berempat  'kekasih' dari para pangeran sekolah sudah menyebar. Tentu saja. Sudah pasti penyebabnya karena baik Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana selalu sudah siap siaga berdiri di depan kelas mereka di jam istirahat ataupun jam pulang.

Mereka berempat berbeda jurusan dengan pasangan mereka. Jika para pria jurusan IPS, mereka jurusan IPA. Dan beruntungnya mereka tidak di tempatkan di kelas yang berbeda. Jadi, walaupun tidak ada teman, mereka tidak kesepian.

Nama Darra, Karina, Giselle dan Winda lumayan terkenal di sekolah. Di luar dari mereka yang notabenenya merupakan 'kekasih' dari para pangeran sekolah, paras mereka juga cukup membuat nama keempatnya melambung hanya dalam kurun waktu singkat.

Darra yang terkenal dengan gadis yang memiliki wajah tidak bersahabat dan datar, namun sangat manis saat tersenyum. Karina yang terkenal karena kecantikannya yang luar biasa. Giselle yang dikenal sebagai gadis yang ramah dan baik hati, juga Winda yang dikenal sebagai gadis yang manis dan menggemaskan.

Keempatnya sama-sama tidak tahu alasan mereka terkenal dalam waktu singkat adalah itu. Saat di sekolahnya dulu, mereka berempat sama sekali tidak terkenal. Mereka adalah murid netral.

"Ngapain lo liatin cewek gue?" Jeremy berkata ketus pada seorang siswa yang sejak mereka  memasuki kawasan kantin terus memperhatikan Karina.

Siswa yang ditanya seperti itu oleh Jeremy langsung menggeleng. Berurusan dengan Dream Cansert adalah hal yang paling dihindari oleh siswa di sekolah. Bukan karena mereka akan di pukul, namun karena Dream Cansert sangat terkenal, mereka jadi segan.

"Dih, posesif," cibir Haikal, sedangkan Gaara dan Nana terkekeh.

"Oh, gue posesif?" Jeremy menganggukkan kepalanya, kemudian menatap lurus ke arah samping, dimana ada segerombolan siswa yang memperhatikan meja mereka, ke arah gadis yang duduk bersama mereka lebih tepatnya.

"Arah jam sembilan, ada gerombolan cowok yang merhatiin cewek kalian," terang Jeremy, kembali memasukan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Mendengar ucapan Jeremy barusan, sontak Gaara, Haikal dan Nana menengok ke arah yang ditunjukan oleh Jeremy. Dan benar saja, ada segerombolan siswa yang dengan terang-terangan memperhatikan Winda, Giselle dan Darra.

"Wah, bisa-bisanya." Haikal menggeleng tidak percaya.

Sedangkan Gaara dan Nana hanya mendecih kesal. Tidak menyangka bahwa para gadisnya terkenal di sekolah.

Berbeda dengan para pria yang terlihat kesal, para gadis hanya diam saja. Jika boleh jujur, mereka ingin mengatakan bahwa mereka tidak nyaman diperhatikan seperti itu. Bukannya mereka tidak sadar, hanya saja mereka mencoba untuk tidak peduli. Namun, semakin lama, keempat gadis itu merasa diperhatikan lebih intens. Dan itu benar-benar membuat mereka tidak nyaman.

"Risih?" Nana bertanya, dengan ragu Winda mengangguk.

Nana menghela napas pendek, memutar kepalanya untuk menatap ke segerombolan siswa yang masih memperhatikan meja tempatnya duduk. Bukan hanya Nana, ketiga pria yang lainnya juga melakukan yang sama.

Dengan gerakan pelan keempatnya berdiri, membuat Darra, Karina, Giselle dan Winda panik. Sigap, empat gadis itu menahan tangan pasangan mereka.

"Mau kemana?" Darra bertanya pada Gaara, sedangkan Gaara hanya menatap dengan datar.

"Diem dulu bentar." Gaara melepaskan tangan Darra dengan pelan, kemudian melangkah ke arah meja siswa tadi.

"Tunggu, ya." Nana tersenyum, kemudian melepaskan tangan Winda, menepuk kepala gadis itu pelan sebelum menyusul Gaara. Jeremy dan Haikal pun melakukan hal yang sama, hanya saja mereka berdua pergi tanpa berkata.

Setelah sampai di hadapan meja segerombol siswa tadi, Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana bersedekap dada. Memandang lima siswa yang duduk di meja itu dengan tatapan datar.

"Nggak usah liatin cewek gue segitunya bisa?" Haikal berkata dingin, membuatnya menjadi pusat perhatian. Pasalnya, ini adalah pertama kalinya Haikal berkata sedingin itu. Diantara para sahabatnya, Haikal terkenal sebagai orang yang selalu berkata hangat dan ramah. Jika sudah seperti ini, semua orang hanya bisa mengira bahwa Haikal sedang kesal bahkan marah.

"Yang liatin cewek lo siapa, bro?" Salah seorang diantara lima pria itu menyahut.

Haikal berdecak. "Ji, nggak usah nyari gara-gara bisa?"

Aji tersenyum culas, berdiri kemudian memasukkan kedua tangannya kedalam kantung celana. "Nggak."

"Ngomong-ngomong, cewek kalian cakep-cakep, ya?" Siswa yang di kenal dengan nama Restu berucap.

Lima siswa itu adalah Aji, Restu, Yadi, Rangga dan Akbar. Kelimanya dikenal sebagai orang yang paling tidak menyukai keberadaan Dream Cansert di sekolah. Dari sejak kelas 10, mereka tidak ada hentinya untuk menjadi gara-gara.

"Iyalah." Gaara menyahut tidak peduli.

"Buat gue aja, ya?" ujar Rangga, membuat Gaara, Jeremy, Haikal dan Nana mengepalkan tangan.

"Maksud lo ngomong gitu apa?" Dengan nada tajam Jeremy bertanya.

"Kurang jelas? Cewek kalian buat kami aja. Sama kalian kayaknya nggak pantes."

Dan tidak lama kemudian satu pukulan berhasil mendarat dengan mulus di pipi Yadi, Nana yang melakukannya. Dia sudah menahannya sejak tadi, tapi saat mendengar ucapan Yadi barusan, emosi Nana sudah tidak bisa ditahan lagi.

Kantin mendadak ricuh saat melihat aksi Nana yang barusan. Darra, Karina, Giselle dan Winda menutup mulut mereka tidak percaya. Terutama Winda, dia tidak tahu bahwa Nana bisa semarah itu.

"Kak Nana ..." lirih Winda saat melihat Yadi membalas pukulan Nana. Pukulan Yadi keras, itu bisa dibuktikan dengan luka sobek di sudut mata Nana.

Merasa keadaan mulai tidak kondusif, keempat gadis yang sejak tadi terdiam mulai bergerak. Memisahkan pria yang akan bertengkar sebentar lagi.

Dengan gerakan cepat Winda berdiri dihadapan Nana saat melihat pria itu akan kembali melayangkan pukulan kepada Yadi.

"Kak Nana, udah ..."

Kepalan tangan Nana berhenti di udara, tatapannya yang semula setajam pedang, kini berubah menjadi selembut kapas. Tangannya mulai turun saat melihat mata Winda basah. Di sana kini hanya tertinggal dirinya, Gaara, Jeremy dan Haikal sudah di bawa oleh pasangannya masing-masing.

"Dada?" Nana berkata lirih. Merasa bersalah, apalagi saat Winda terisak pelan.

"Jangan ..."

Tatapan Nana sayu, sungguh dia merasa sangat bersalah saat ini. Dia bisa melihat dengan jelas rasa takut dalam mata bening Winda yang di banjiri air mata. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa Winda akan takut seperti itu.

Lalu dengan gerakan lembut, Nana meraih tangan Winda, membawanya pergi dari sana.

***

Dream cansertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang