5. Tamu di Pagi Hari

290 50 2
                                    

Bismillahirahmanirahiim

Happy reading ❤
.
.

Langkah kaki seorang lelaki berjas putih berhenti di depan pintu bercat cokelat. Dia menghembuskan nafas pelan sebelum mengetuk pintu di hadapannya. Sudah dua kali ketukan namun tak ada jawaban. Mungkin di rumah itu sedang tidak ada orang, pikirnya. Namun saat hendak melangkahkan kaki menjauh dari rumah itu terdengar pintu terbuka.

"maaf cari siapa ya?" tanya Mentari sedikit kesal. Bagaimana tidak kesal jika sepagi ini sudah ada yang bertamu di hari weekend pula.

Lelaki tersebut membalikan badan menghadap Mentari. Mentari terpaku melihat lelaki di hadapannya. Wajah tampan dengan pahatan yang sempurna. Mata gelap nya, alis tebal nya, pipi yang tidak tembam tidak juga tirus, bulu mata lentik nya dan jangan lupakan kaca mata berlensa bulat bertengger di hidung mancungnya. Lelaki tersebut tersenyum membuat hati Mentari meleleh dibuatnya.

Berbanding terbalik dengan sikapnya kemarin lusa saat bertemu dengan sepupu dari sahabatnya itu.

"mbak?"

Mentari terkesiap kaget, "ehh, i-iya benar ini rumah papa saya. Silahkan masuk, dok."

Raffa Al-Farizki, dokter muda yang di tugaskan untuk menjadi pendamping terapi Bagas di rumah. Mentari berlari ke dapur untuk memberitahu bi Siti agar membuatkan minuman untuk tamu nya.

"bi, bi." ucapnya dengan nafas tersenggal.

"ada apa neng? Kayak abis ketemu hantu aja."

"bukan bi, bukan hantu. Ini mah ketemu penghuni surga."

"ha?! Maksudnya gimana neng?" tanya Bi Siti tak mengerti

"ahh.. gak bi. Bibi bikinin minum aja ya buat tamu papa di depan. Nanti tolong anterin ya bi aku mandi dulu." ucapnya langsung pergi dari dapur menuju kamarnya.

Di dalam kamar Mentari sibuk mencari baju yang akan ia kenakan. Sungguh bukan sifat Mentari.

Duapuluh menit kemudian Mentari turun dari kamarnya mmenghampiri sang papa yang hendak memulai terapi. Ini perintah dari abangnya untuk mengawasi Papa selama terapi.

Kalau gini gue gak bakal bosen nungguin papa terapi. Mata gue jadi seger cuy.

Mentari tersenyum, bukan karena melihat kemajuan kondisi papa nya tapi tersenyum karena melihat ketampanan dokter pendamping terapi sang papa. Sungguh calon suami idaman, tuturnya dalam hati.

Satu jam berlalu, kini dokter Raffa membantu Bagas untuk kembali duduk di kursi roda nya.

"terapi kali ini cukup sampai disini ya pak. Alhamdulillah kondisi pak Bagas menunjukkan kemajuan yang signifikan. Semoga bapak lekas sembuh."

Dokter Raffa membereskan alat-alat yang tadi di gunakan untuk terapi sebelum akhirnya ia melangkah keluar kamar. Karena selama masa terapi Andreas menyediakan ruang olahraga nya untuk menjadi ruang terapi sang papa.

Mentari mendorong kursi roda sang papa menuju ruang tamu dimana dokter Raffa berada. Dokter Raffa meminum kembali teh nya.

"mau di buatkan minum lagi dok?" tawar Mentari

"gak usah mbak. Untuk jadwal terapi nya sudah di sepakati ya mbak." Mentari mengangguk malu. Terapi akan di lakukan seminggu tiga kali sesuai dengan jadwal dari dokter Raffa. Dokter Raffa bangkit dari duduknya, "Kalau gitu saya pamit mbak, pak Bagas."

Sujud Cintaku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang