7. Perkara Seblak

306 52 2
                                    

Bismillahirahmanirahiim
.
.

Waktu begitu cepat berlalu, sudah sebulan Laila bekerja disini. Laila dan Mentari pun semakin akrab. Mereka terlihat seperti sepasang kakak beradik daripada majikan dan pembantu. Itu semua karena sifat Mentari yang hangat dan Laila yang humble. Setiap weekend mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Tak jarang Mentari membantu pekerjaan Laila di dapur.

Kini pembantu rumah tangga mereka bertambah satu. Hal itu lantaran saat Andreas ada di rumah ia melihat Laila tengah kerepotan menjamu teman-teman sejawat nya yang tengah bermain ke rumah. Selain itu Andreas sengaja menambah pembantu karena sepertinya adiknya sangat bergantung pada Laila. Pernah suatu waktu saat dirinya baru pulang kerja ia melihat Mentari tengah mengerjakan tugasnya di meja makan dengan Laila yang sambil memasak. Karena itu, Andreas jadi menambahkan satu orang pembantu agar Laila bisa fokus mengajari Mentari dan Mentari bisa berhenti les privat di tempat sahabatnya. Karena Andreas merasa kurang sreg dengan guru pembimbing les Mentari.

Setiap weekend Mentari dan Laila menghabiskan waktu untuk memasak bersama.

"kak, garam nya segini cukup?" Mentari mengambil sendok dengan garam seujung sendok itu. Saat ini mereka sedang memasak seblak yang kini menjadi kesukaan Mentari. Tapi Laila hanya membuatkannya seblak seminggu sekali. Hal itu karena Laila tak ingin Mentari sakit perut karena terlalu sering makan pedas.

Laila yang tengah mencuci daging ayam pun menoleh, "tambah sedikit lagi, Tar. Nanti jangan di tambah bubuk cabe lagi ya itu tadi bumbu cabe nya udah banyak."

Dasarnya Mentari yang susah di atur, ia tak memperdulikan ucapan Laila. Sekilas Mentari melirik Laila yang masih asyik memotong ayam, Mentari diam-diam memasukan dua sendok penuh bubuk cabai.

"udah matang, Tar?"

Mentari terkejut, "ehh.. Udah nih kak."

"yaudah, nih mangkuknya. Kamu bawa duluan aja ke ruang tengah nanti kakak susul." Laila menyerahkan mangkuk untuk di isi seblak yang sudah matang. Rencananya siang ini mereka akan menghabiskan waktu dengan menonton film.

"kamu gak nambahin bubuk cabe lagi kan, Tar?" tanya Laila yang melihat kuah seblak buatan Mentari yang terlihat sangat merah.

Mentari terkekeh, "hehe, sedikit doang kak."

Laila mengambil salah satu sendok dan langsung mencoba seblak buatan Mentari.
"Ya Allah Tar, ini mah pedes banget. Nanti kamu sakit perut lho."

"abis kalau gak merah kuah nya kurang menantang kak. Mana enak seblak yang gak pedas."

Laila hanya menggeleng melihat sifat keras kepala Mentari.

"kakak yakin gak mau?"

"gak. Kamu abisin aja deh. Kakak liatnya aja mules Tar."

"yah kakak gak seru. Masa makan seblak gak suka yang pedes."

Laila tak menjawab ia malah fokus pada televisi yang menampilkan salah satu film bergenre religi. Dulu waktu film itu baru rilis Laila ingin sekali menonton tapi apalah daya uangnya tak cukup untuk sekedar menonton film di bioskop. Lebih baik uangnya ia tabung untuk membantu bibi nya menyekolahkan adik sepupu nya.

"kak."

"hmm?"

"kalau misalnya kita di buang sama ibu kita. Terus tiba-tiba ibu kita datang lagi. Harusnya sikap kita tuh gimana?" tanya Mentari disela makannya.

"maafkan." ucapnya seraya menatap Mentari

"tapi gak semudah itu kak. Dia udah telantarin aku dari aku masih kecil. Dia udah nyakitin papa dan bang Andreas. Sekarang tiba-tiba dia dateng minta maaf." jelas Mentari.

Sujud Cintaku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang