15. Makan Berdua

295 58 3
                                    

Bismillahirahmanirahiim
.
.

Sesuai permintaan Andreas kini Laila menjadi guru les privat Andreas. Seminggu dua kali ia mengajarkan sang majikan. Itupun setelah ia selesai mengerjakan kewajibannya membersihkan apartemen Andreas. Laila bersyukur setidaknya Andreas sudah mengenal huruf hijaiyah jadi ia tak sulit untuk mengajarkannya. Laila hanya perlu membetulkan hukum bacaannya saja.

Sewaktu kecil memang Andreas mengaji di musholah dekat rumah nya dulu. Tapi hal itu tak berlangsung lama karena rumahnya yang dulu harus di jual untuk menutupi hutang sang papa di bank.

"kitaabum marquum. Bukan kitaabun marquum. Ini hukumnya idghom bigunnah yang mana nun mati bertemu salah satu huruf idghom bigunnah yaitu mim. Bacaannya di lebur dan disertai dengung." ucap Laila membenarkan bacaan Andreas

Andreas menggaruk tengkuknya tak gatal. Sudah tiga kali Laila mengajarkannya hukum bacaan itu tapi Andreas lupa.

"yuk coba sekali lagi." ucapnya dengan sabar

"kitaabum marquum." Laila meneruskan telujuknya ke ayat selanjutnya yang artinya bacaan Andreas benar.

Satu jam cukup untuk Andreas belajar. Kini mereka tengah makan bersama. Awalnya Laila menolak tapi berkat paksaan dari Andreas mau tidak mau Laila mengikuti perintah majikannya. Andreas membawa Laila ke salah rumah makan sunda. Tadi siang ia sengaja memesan agar Laila tak perlu memasak karena memang ini adalah salah satu siasat Andreas untuk memulai pendekatan.

"kamu pilih dulu aja menu nya saya mau ke toilet dulu."

Sepeninggal Andreas ke toilet, Laila memilih menu masakaan. Kala ia melihat semua menu dalam buku menu ia sedikit termenung. Ini semua makanan kesukaan sang ayah. Sepintas kenangan masa kecil nya kini mulai memenuhi kepala Laila.

"kamu harus pintar masak kaya ibumu nak. Biar nanti kalau punya suami, suami kamu betah dirumah. Kaya bapak."

"bapak apasih, anak kita tuh masih kecil pak." tegur sang ibu

"gapapa lah bu, mumpung masih kecil kita ajarin yang bener biar nanti sudah besar dia bisa segalanya." Sang ibu hanya menggelengkan kepala mendengar ucapan sang suami.

Dulu keluarganya sangat bahagia meski dengan kesederhanaan. Sang ayah yang selalu mengajarkannya segala hal. Ayah yang selalu menjadi pelindungnya dalam segala keadaan. Kini kenyataan harus ia terima. Ayahnya sudah bahagia dengan keluarga baru nya. Ayahnya pun melupakan gadis desa sepertinya.

Bapak udah gak suka lagi ya sama masakan ibu sampai bapak gak pulang-pulang.

Begitulah yang ada di pikiran Laila kecil. Namun seiring berjalannya waktu Laila mengerti. Bukan karena ayahnya yang tak lagi menyukai masakan sang ibu tapi ayahnya memang pergi entah kemana. Dan saat ini ia sudah menemukan ayahnya namun dalam keadaan yang berbeda.

Laila menyeka airmata yang meluncur mulus di pipinya. Ia tak mau orang lain melihat sisi lemahnya.

"Laila!"

Laila langsung menoleh saat namanya di panggil, "A Ilham?"

Ya, orang itu adalah Ilham, salah satu teman di kampungnya.

"kamu makan di sini?"

"iya A, Aa juga mau makan di sini?" tanya balik Laila

Ilham tersenyum, "ini salah satu cabang rumah makan milik abah, La. Aa kesini untuk memantau perkembangan rumah makan ini."

Laila mengangguk paham, "kamu kesini sama bapak kamu, La?" tanya Ilham

"bapak?" ucapnya lirih

"iya bapak kamu, tadi siang Aa lihat beliau juga makan siang disini sama kolega bisnis nya."

Sujud Cintaku (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang