Alfa melangkah ringan menuju closetnya. Cowok itu menarik sebuah kaus berwarna hitam polos dan menyorongkannya ke tubuhnya. Saat ia tengah merapikan rambutnya di depan kaca, tiba-tiba saja ponselnya yang ada di atas meja belajar bergetar. Alfa merangkai langkah menuju meja tersebut dan meraih ponselnya.
Sebuah pesan di grup chat kelasnya datang dengan beruntun. Besok adalah hari ulang tahun wali kelas mereka dan cewek-cewek dikelasnya heboh mempersiapkan kejutan untuk guru tersebut. Alfa tidak tertarik untuk ikut serta memberikan masukan. Seperti biasanya, cowok itu tidak mau tahu dan tidak mau repot mengikuti kegiatan yang direncanakan anak kelasnya.
Alfa menaruh kembali ponselnya di atas meja. Ia tidak mau repot-repot membaca pesan tersebut dan membiarkan ponselnya begitu saja meski benda itu bergetar beberapa kali setelahnya. Cowok itu memutuskan untuk menghidupkan komputer dan bermain game selama satu jam lamanya. Saat tengah asik bermain game, tiba-tiba ponselnya bergetar lagi. Kali ini ada telpon masuk. Berdecak malas, Alfa menengok ke arah ponsel yang terletak disebelah kirinya itu. Siapa gerangan yang mengganggu ketentramannya? Namun nama yang tertera disana berhasil membuat bibirnya tertarik untuk tersenyum begitu saja.
"Hmm, " gumam Alfa setelah menerima panggilan tersebut. Matanya masih tertuju pada layar LCD dihadapannya dan tangannya bermain di atas keyboard.
"Ngeselin banget tau gak, " ucap Jennie diujung sana.
"Ngeselin kenapa? "
"Disekolah tadi, banyak banget yang nyangkain gue ngapa-ngapain sama lo. Dih, gara-gara pak Gafar nih. Negurnya sampai heboh gitu padahal gue sama lo kan gak ngapa-ngapain. "
"Hmm," Tidak ada tanggapan yang berarti dari Alfa. Cowok itu masih saja fokus bermain game. Lagi pula dia juga tidak tahu harus berkomentar apa saat ini.
"Al, lo dengerin gue gak sih? " protes Jennie kesal. Pasalnya reaksi yang diberikan cowok itu sama sekali tidak memuaskan hatinya.
"Dengeeer, " sahut Alfa seraya menghela napas pelan. Kali ini dia memutuskan untuk menghentikan permainannya dan fokus mendengarkan celotehan Jennie. Cewek itu pasti akan merajuk jika dia tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
"Kok lo jawabnya singkat gitu? "
"Iya maaf. Trus gimana? " tanya Alfa, kali ini dia berusaha menunjukkan ketertarikan atas apa yang hendak disampaikan Jennie.
"Ya gak tau. Yang jelas gue kesel banget! " seru Jennie berapi-api. "Emangnya dikelas lo gak ada yang nanyain gitu sama lo?"
Alfa menggedikkan bahunya. Dia tidak terlalu peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentangnya. Selain itu dia juga tidak terlalu berbaur dengan teman sekelasnya kecuali Jeno. Karena itu, meski pun ada yang membicarakannya Alfa tidak akan tahu. Kecuali jika mereka bicara langsung didepan hidungnya.
"Udah, ga usah dipikirin, " ucap Alfa santai dan tidak peduli.
"Ya lo sih enak ngomong gitu karna lo itu cowok Al. Sedangkan gue? Yang ada orang-orang jadi mencap kalau gue itu murahan tau gak! " seru Jennie emosi. Cewek itu merasa emosi karena Alfa terkesan menggampangkan masalah tersebut. Padahal gara-gara masalah tersebut Jennie menjadi susah tidur dan terngiang-ngiang ucapan pak Gafar.
Alfa hanya diam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Ia bisa mendengar diujung sana Jennie menangis lagi. Alfa merasa tidak tega. Jika saja dia bisa mengulang kembali waktu pasti dia akan mencegah kejadian itu. Tapi berpikir seperti itu tentu tidak ada gunanya. Semua sudah terjadi dan tidak ada yang bisa dia lakukan lagi saat ini.
"Jen, " panggil Alfa pelan.
"Hmm? "
"Lo gak salah dan lo gak murahan, " ucapnya pelan mengingatkan cewek itu pada fakta yang sebenarnya. "Orang-orang gak sepeduli itu sama lo buat mengingat kejadian ini seumur hidup mereka. Mereka cuma seneng aja karna punya sesuatu buat diomongin."
Jennie menghela napasnya berat. "Andai aja gue bisa berpikir kayak lo... "
"Orang-orang yang bener-bener peduli sama lo, gak akan terpengaruh sama gosip apa pun. Mereka bakalan langsung nanya sama lo gosip itu bener atau enggak. Mereka bakalan bersimpati dengan apa yang lo alamin. Sementara orang yang gak suka sama lo ga bakalan mau menerima penjelasan apa pun dari lo. Mereka cuma mau dengar hal buruk tentang lo, " ucap Alfa panjang lebar. Dia harap Jennie akan paham perbedaan dua hal itu.
Cukup lama Jennie terdiam. Cewek itu sedang memproses ucapan Alfa dalam benaknya. "Lo bener, " ucapnya seraya menghela napas berat. "Tapi gak adil banget, " Jennie menangis lagi.
Alfa menghela napasnya lagi. Sepertinya benar ucapan orang-orang tentang cewek yang lebih pakai perasaan dari pada logika. Alfa geleng-geleng kepala sembari tersenyum. Malam itu dia berbicara dengan Jennie selama satu jam lebih. Game yang tengah dia mainkan itu pun terlupakan begitu saja.
***
Dua hari kemudian ada satu pasangan lagi yang dimarahi oleh Pak Gafar. Kali ini mereka tidak sedang berduaan di dalam kelas. Ada anak lain juga di dalam kelas tersebut. Dari mereka yang berada dikelas yang sama diketahui kalau pasangan itu hanya mengobrol biasa. Namun Pak Gafar mencecar mereka habis-habisan seolah mereka telah melakukan perbuatan tidak senonoh.
"Sumpah kesel banget gue dengernya, " ucap Anggi berapi-api. "Masalahnya kemaren nama Jennie sampe jelek gara-gara pak Gafar. Padahal nih gue berani sumpah sahabat gue ini sama Alfa itu gak macem-macem. Mereka ini pacarannya sehat, gak aneh-aneh."
Cewek-cewek yang berkumpul di meja Jennie itu cuma manggut-manggut. Jennie tersenyum masam seraya mengusap sudut matanya yang berair. "Sumpah, gue beneran cuma belajar doang loh sama Alfa waktu itu. Cuma gak ada saksi mata aja, " ucap Jennie mengeluarkan unek-uneknya.
"Iya Jen, kita percaya, " ucap Dita seraya memeluk bahu Jennie untuk menenangkan gadis itu. Ia merasa kasihan pada Jennie karena kelihatan sekali dua hari terakhir ini gadis itu terlihat tertekan.
"Guru agama tapi gitu banget ya?" decak Kaila. "Bukannya jatuhnya jadi fitnah kalo kayak gini? "
Anggi, Dita, dan beberapa cewek yang ada disana hanya mengangguk setuju. Namun mereka tidak mau memberikan komentar lebih jauh. Bagaimana pun pak Gafar adalah guru mereka.
"Ya udahlah. Mending kita lupain masalah ini. Lagian tau sendiri kan, Pak Gafar dari dulu emang gitu orangnya. Makanya gue males masuk kalau gurunya dia, " decih Anggi. Pasalnya dulu dia juga pernah bermasalah dengan Pak Gafar. Pak Gafar pernah mengatainya sebagai cewek murahan di depan kelas karena pakaian Anggi yang dinilainya ketat dan mengundang. Tak hanya Anggi, beberapa anak cewek lain juga pernah mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan seperti itu. Guru satu itu gampang sekali mencap murid perempuannya sebagai wanita murahan karena berbagai alasan sepele.
"Yang penting besok-besok jangan belajar berduaan lagi sama Alfa dikelas Jen. Pak Gafar itu tiap pulang sekolah razia sekarang ke kelas-kelas. Lagi nyari mangsa, " ucap Gadis mengingatkan.
Jennie mengangguk mengiyakan. Dia memutuskan untuk tidak lagi belajar di sekolah dengan Alfa sejak hari itu.
"Ya udah, sekarang mending bubar. Bu Win bentar lagi mau masuk, " ucap Calista mengingatkan teman-temannya kalau bel sudah berbunyi sedari tadi. Semua cewek yang ada disana sentak membubarkan diri --menyisakan Jennie dan Anggi saja disana.
"Lo yang sabar ya Jen. Yang penting sekarang anak-anak udah pada percaya kan lo gak ngapa-ngapain? " Anggi menepuk-nepuk punggung Jennie.
Jennie mengangguk pelan. Sekarang dia paham apa yang dikatakan Alfa waktu itu. Orang yang benar-benar peduli padanya akan menaruh kepercayaan pada apa yang dia katakan. Dan orang itu adalah Anggi. Jennie memeluk sahabatnya itu erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JeNa (Jennie and Alfa) || COMPLETE ||
Jugendliteratur"Gue tau lo kesulitan di mata pelajaran eksak, dan gue ahli dibidang itu. Gue bisa bantu lo jadi tutor lo supaya misi lo semester ini berhasil. " Ucapan Alfa tersebut berhasil menarik perhatian Jennie. Cewek itu terlihat tengah memikirkan ide yang d...