"Mama mau kerja lagi??!" seru Nabila saat Mama dan Papanya mengumumkan pada mereka pagi itu.
Diana mengangguk. "Kalian kan sudah besar sekarang. Jadi, gak ada gunanya Mama tetap di rumah. Kalian bisa mengurus diri kalian sendiri kan?"
Nabila melirik kesal pada Alfa. "Ini semua gara-gara kak Alfa kan? Mama jadi ngambek gini. Ma, jangan di dengerin ucapan kak Alfa. Sampai kapan pun, Nabila akan selalu butuh Mama."
Alfa menghela napasnya dan menatap Mamanya sedih.
Diana tersenyum ke arah anak-anaknya, lalu pada suaminya. Ia menggenggam tangan suaminya. "Mama rasa Alfa benar. Akhir-akhir ini Mama sering merasa kesepian. Mama pikir kalian adalah dunia Mama, tapi Mama lupa kalian juga punya keinginan sendiri. Mama... Gak mau jadi orang yang pahit dan egois yang merenggut impian anak-anaknya."
Alfa bangkit. Ia mendekat untuk memeluk Mamanya. "Makasih Ma. Mama selalu berusaha jadi yang terbaik untuk anak-anak Mama. Alfa bangga punya Mama kayak Mama."
Nabila ikut bangkit dan memeluk Mamanya. "Mama... Nabila sayaaang banget sama Mama. Kalau kak Alfa gak mau jadi dokter, biar Nabila aja yang wujudin."
Alfa mendengus ke arah Nabila, sementara Nabila mencibir ke arah Alfa.
Diana tertawa kecil. Ia bahagia keluarga kecilnya hangat seperti ini.
***
Alfa menyentuh jemari Jennie. Sore itu mereka sedang duduk di taman seraya menikmati cahaya redup sinar matahari.
"Jadi kapan pengumuman hasil beasiswa kamu?" tanya Jennie.
"Dua hari lagi."
Alfa tersenyum ke arah Jennie dan mengusap rambut gadisnya itu.
"Ooh..." Jennie manggut-manggut. Ia menggembungkan pipinya lucu.
"Kenapa? Hmm?" tanya Alfa setelah melihat sorot mata pacarnya yang sedih.
"Gapapa." Jennie menggeleng. "Aku cuma sedih aja ngebayangin bakalan jauh dari kamu sebentar lagi."
Alfa meraih kedua tangan Jennie. Cowok itu menatap Jennie dalam. "Sayang, aku mungkin gak ada disisi kamu. Tapi kamu harus percaya kalau aku tu sayaaaang banget sama kamu sampai gak bisa bayangin gimana kalau aku putus sama kamu."
Jennie membersitkan tawa. "Halah, gombal."
"Serius." Alfa menatap Jennie serius. "Walau pun jauh aku bakalan mencintai kamu ugal-ugalan sampai kamu ga ada waktu buat mikirin cowok lain."Jennie menatap Alfa sambil tersipu. "Kamu harus sering-sering ngabarin."
"Pasti."
"Jangan ngelirik cewek lain."
"Gak akan."
"Jangan macem-macem disana."
Alfa tersenyum. "Ga akan. Buat aku cuma kamu satu-satunya. Aku gak akan kecewain kamu."
Jennie menghembuskan napas lega. Senyumannya melekat indah. Ia memeluk Alfa. "Aku sayang banget sama kamu Al."
"Aku juga."
***
Dua hari kemudian, Alfa telah duduk dihadapan komputernya ditemani oleh Nabila dan juga Mamanya. Mereka menunggu dengan jantung berdebar kencang.
Alfa merenggangkan jari tangannya. Ia mengetikkan email serta serangkaian huruf pada layar yang ada di hadapannya.
Mamanya Alfa mengernyitkan dahi karena tulisan di layar komputer itu berbahasa inggris. Sementara Nabila telah melonjak kegirangan di sebelahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
JeNa (Jennie and Alfa) || COMPLETE ||
Fiksi Remaja"Gue tau lo kesulitan di mata pelajaran eksak, dan gue ahli dibidang itu. Gue bisa bantu lo jadi tutor lo supaya misi lo semester ini berhasil. " Ucapan Alfa tersebut berhasil menarik perhatian Jennie. Cewek itu terlihat tengah memikirkan ide yang d...