Jangan Kemana-mana

65 8 21
                                    

Hari itu Pak Handika --guru sejarah mereka-- berhalangan hadir. Akan tetapi, bukannya senang karena ada jam kosong, kelas MIPA 5 justru mengutuki Pak Handi. Guru tersebut menugaskan kelas MIPA 5 untuk meringkas materi yang seharusnya mereka pelajari hari itu. Jumlah halaman yang harus mereka ringkas itu ada 10 halaman buku.

"Arghhh apakah ini yang dinamakan romusha? " ujar Ardito yang sekarang duduk di meja Jennie dan Anggi. Cowok itu terlalu malas membaca sendiri buku sejarah mereka yang tebalnya seperti catatan dosa. Karena itu dia bergabung bersama duo cewek tercantik dikelasnya. Sekalian cuci mata.

Anggi merotasikan bola matanya malas. Dari tadi cewek itulah yang bertugas meringkas materi sementara Dito dan Jennie hanya mencatat catatan miliknya.

"Lagian ngapain sih kita nyatet yang udah ada dibuku? Emang ga ada kegiatan yang lebih berfaedah dari ini? " Ardito melanjutkan gerutuannya.

"Pak Handi kemana sih Nggi? " tanya Jennie, mengabaikan sepenuhnya celotehan Ardito yang tidak berguna.

"Katanya sih pergi ke nikahan keponakannya, " jelas Anggi.

Kening Jennie mengernyit dalam. "Semuda itu udah punya ponakan? "

"Ya beliau kan anak bungsu Jen. Jadi yang nikah itu anak dari kakak pertamanya. Jarak usia mereka itu jauh banget, 14 tahun. Makanya dia dan ponakannya umurnya ga beda jauh, " terang Anggi panjang lebar. Manik matanya menatap Jennie dan Ardito yang kini menatapnya dengan melongo. "Napa sih? " tanya Anggi heran dirinya ditatap seperti itu.

"Hebat sih lo, sampai tau silsilah keluarga pak Handi, " Ardito berdecak tak percaya. "Jangan-jangan lo naksir ya? "

"Males banget gue, lo kira gue doyan om-om? " Anggi melotot tidak terima.

Ardito terkekeh. Ia menyampirkan sebelah tangannya ke kursi yang tengah diduduki Anggi. "Becanda, " cowok itu berkedip. Ia menatap Anggi lama hingga yang ditatap merasa risih.

"Ngapain lo ngeliatin gue? " ujar Anggi.

Ardito tersenyum penuh arti. "Kalau gue ngedeketin lo, boleh gak? "

Jennie menatap Ardito dan Anggi bergantian. Cewek itu menahan senyum. Sementara itu, Anggi justru melotot pada Ardito karena digoda seperti itu.

"Apaan sih lo. Kencing belum lurus juga sok-sokan mau deketin gue! Belajar kencing dulu sana! "

Giliran Jennie yang terkekeh mendengar ujaran Anggi. Cewek itu menahan diri agar tidak tertawa terbahak. Akan tetapi reaksi Ardito justru diluar bayangan. Cowok itu tersenyum seraya menumpu wajahnya menatap Anggi.

"Ajarin dong, " ucapnya sambil tersenyum mesum.

"Sinting! " Anggi memilih sepenuhnya mengabaikan Ardito. Sementara cowok itu masih menatap Anggi dengan senyum manisnya.

"Lo mau cari gara-gara sama Jeno, Dit? " tanya Jennie seraya geleng-geleng kepala. Cewek itu melanjutkan mencatat karena kini Anggi mulai menulis lagi.

"Emangnya lo masih ama si cupu itu? " Ardito balik bertanya pada  Anggi seraya menyandarkan tubuhnya pada bangkunya. Salah satu tangannya masih berada pada sandaran bangku Anggi.

"Siapa yang cupu hah? " seru Anggi tak terima karena pacarnya dikatakan cupu.

Ardito menyeringai. "Kalau dia sampai bikin cewek yang dia sayang nangis berarti dia cupu. "

Ucapan Ardito membuat Anggi terdiam. Cewek itu sepenuhnya mengabaikan Ardito dan memilih fokus mengerjakan tugas sejarahnya. Selama sisa jam pelajaran sejarah itu Anggi tak bicara satu patah kata pun pada Ardito. Ardito pun tak bertahan lama di bangku itu. Sekitar lima belas menit kemudian cowok itu menyusul temannya keluar, meninggalkan buku catatannya begitu saja di atas meja.

JeNa (Jennie and Alfa)  || COMPLETE ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang