"Thanks ya Raf," ucap Jennie setelah turun dari motor Rafa.
Rafa membuka helmnya. Cowok itu mengacak rambutnya. Kemudian ia menatap Jennie lama.
"Dih, kenapa lo natap gue gitu?" Jennie menyilangkan tangan di depan dada.
"Suka banget ya lo cari gara-gara." Rafa menghela napasnya. "Gue sampe merinding liat tatapan cowok lo tadi. Udah kayak mau mutilasi gue idup-idup tau gak." Rafa geleng-geleng kepala.
"Ya siapa suruh cari gara-gara!" Jennie mengangkat dagunya kesal.
"Ya kan dia cuma mau main basket doang Jen, ah, ga tau ah. Ntar salah-salah gue lagi yang kena!" Rafa kembali memasang helmnya.
"Raf..." panggil Jennie.
"Apa?"
"Salah ya gue kalau gue mau dia ngertiin gue? Hiks, gue juga capek tau berantem mulu sama dia. Gue juga gak tau harus apa supaya gue sama dia baik-baik aja. Gue sayang banget sama Alfa, tapi ini tuh sulit banget buat gue! Hiks."
"Aduh, jangan nangis dong," Rafa jadi kelabakan karena Jennie tiba-tiba menangis di depannya.
"Huuaaaaa!" Tangis cewek itu tiba-tiba menjadi kencang.
Rafa mengibaskan tangannya pada orang-orang yang berlalu lalang jalan tersebut. "Bukan, bukan saya!" Tapi tetap saja ia mendapatkan tatapan menghakimi dari mereka.
"Duh Jen, lo udahan dong nangisnya."
"Lo juga, lo gak ngerti apa perasaan cewek! Gue kesel tau gak disuruh diem kalau lagi nangis gini. Lo sabar dulu kenapa?"
Rafa menghela napas berat. Cowok itu kembali membuka helmnya. Tangannya terulur untuk menepuk-nepuk pundak Jennie memberi semangat. Ia membiarkan gadis itu menangis dan mengatakan apa pun dipikirannya seraya menangguk-angguk paham. Padahal apa pun yang di katakan Jennie itu hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kanannya.
"Udah nangisnya hmm?" Tanya Rafa. Cowok itu mengulurkan tangannya menepuk-nepuk puncak kepala Jennie. "Ulu ulu kasian."
Jennie menepis tangan Rafa. "Nyebelin."
"Ya udah, yang penting lo udah lega kan?"
Jennie mengangguk. Gadis itu menghapus air mata yang ada di pipinya.
"Hhh, lo itu ga berubah juga ya dari dulu. Cengengnya gak ilang-ilang. Harusnya lo jangan sok kuat di depan Alfa, tunjukin juga dong elo yang tadi di depan dia. Biar dia tau, elo itu rapuh seperti kerupuk."
"Iiiih," Jennie mencubit lengan Rafa kuat karena kesal pada cowok itu. "Gue gak cengeng ya!"
"Iya, lo itu cengeng banget. Tapi berusaha bersikap keren aja di depan cowok-cowok lo." Rafa tersenyum ke arah Jennie.
Jennie tiba-tiba saja teringat pada kenangan ia yang pernah menyukai Rafa dulu. Dulu ia berusaha memendam perasaannya karena Rafa tengah berpacaran dengan Hani. Untuk melupakan perasaannya pada Rafa, Jennie bahkan mencoba berpacaran dengan cowok lain. Jennie teringat dulu ia berharap Rafa putus dengan Hani namun hal itu tak kunjung terjadi.
"Ya udah, kalau gitu gue balik ya." Rafa memasang helmnya. "Selesein masalah lo baik-baik. Gue yakin Alfa sekarang pasti nungguin kabar dari lo."
"Iya kalau dia masih peduli sama gue," desah Jennie.
Rafa geleng-geleng kepala dan tertawa kecil. Cowok itu kemudian melaju meninggalkan pelataran rumah Jennie.
Jennie menatap kepergian Rafa lalu menghela napasnya berat. Gadis itu mengeluarkan ponsel dari sakunya dan tak menepukan satu pesan pun dari Alfa. Ia sudah tau ini akan terjadi. Itu artinya perang dingin mereka telah dimulai lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JeNa (Jennie and Alfa) || COMPLETE ||
Teen Fiction"Gue tau lo kesulitan di mata pelajaran eksak, dan gue ahli dibidang itu. Gue bisa bantu lo jadi tutor lo supaya misi lo semester ini berhasil. " Ucapan Alfa tersebut berhasil menarik perhatian Jennie. Cewek itu terlihat tengah memikirkan ide yang d...