love in the air

52 10 0
                                    

Alfa berkedip. Jemarinya menyentuh bibirnya yang tadi bersentuhan dengan bibir Jennie.

"Kamu-"

"Ya aku ga mau kamu pergi. Karena itu aku mau buat kamu makin berat buat pergi. Kalau kamu emang secinta itu sama aku, seharusnya bakalan lebih mudah buat bikin kamu tetap tinggal." Jennie menyilangkan tangannya di depan dada.

Alfa tertawa kecil. Pacarnya terlihat sangat seksi saat marah. Seksi sekaligus lucu. Tangannya terulur untuk menarik Jennie kedalam pelukan dengan perasaan bahagia. "Oke. Lebih baik kayak gini dari pada harus break sama kamu."

Jennie menerima pelukan Alfa lega. Sejujurnya dia juga tersiksa tidak mendapatkan kabar apa pun dari Alfa selama dua hari ini. Keberadaan Alfa membuatnya terbiasa. Harinya terasa hampa bila tak mendapatkan kabar dari cowok itu.

"Berarti kita udahan kan breaknya?" tanya Alfa lembut.

"Hmmm," angguk Jennie.

"Aku udah boleh hubungin kamu lagi?"
"Hmmm."

Alfa tersenyum lebar. Inilah yang dia inginkan. Dia tidak peduli apa pun lagi.

***

Alfa membuka tasnya dan mengeluarkan botol minum dari dalam sana. Cowok itu duduk dipinggir lapangan menyaksikan teman-temannya yang masih asik bermain basket. Alfa melirik arlojinya yang telah menunjukkan pukul 10. Itu berarti dia sudah bermain selama empat jam.

Selang beberapa lama, Jeno juga menepi dan duduk disebelahnya. Cowok itu menjulurkan kakinya ke depan. Napasnya kembang kempis. Keringatnya bercucuran dari dahinya.

"Minta dong," ujar Jeno seraya mengedikkan kepalanya ke arah botol minum Alfa.

Alfa mengulurkan minumannya. Jeno meneguknya hingga tandas.

"Jadi gimana, lo ikut ke puncak gak besok?" tanya Jeno, mengingatkan Alfa pada rencana mereka dan beberapa teman lainnya.

Alfa menggeleng. "Gak."

"Kenapa?"

"Emang harus ada alasannya?"

"Ya harus dong!" Jeno tersenyum penuh arti. "Tau gak, Hani dan temen-temennya juga ikut. Lo tau kan Hani anak IPS 1 yang cakep itu?"

"Gak tau gue. Gak kenal," Alfa mengedikkan bahunya.

Jeno menghela napas dengan berlebihan. "Ya sih. Cewek lo terlalu cakep buat disandingin sama cewek lain. Tapi Hani itu terkenal banget loh di sekolah. Dan gue denger-denger dia udah naksir lo dari lama."

Alfa mengangkat sebelah alisnya. Ia tak yakin ia mengerti arah pembicaraan ini. "Maksud lo apa sih?"

"Ya siapa tau lo mau kenalan sama cewek lain. Lo kan lagi patah hati gara-gara Jennie minta break sama lo."

Alfa tertawa kecil mendengar penjelasan Jeno. Ia menyeka peluhnya dengan tisu dan melemparnya pada Jeno. Jeno pun menghindar dengan jijik.

"Jadi gimana, lo ikut gak?" desak Jeno karena Alfa tak lagi menanggapi ucapannya.

"Kayaknya lo lebih butuh Hani dari pada gue." Alfa membersitkan tawa. "Belum move on kan lo, dari Anggi."

Jeno meneguk liurnya. Ia tak menyangka Alfa bisa menebak isi hatinya.

"Lagian, gue gak butuh cewek lain lagi selain Jennie. Kalau gue putus sama dia berarti ya udah, selesai. Gue gak tau apa bisa buka hati lagi," jelas Alfa.

Jeno membersitkan tawa geli mendengar ucapan Alfa. "Segitu cintanya ya lo  sama dia?"

Alfa mengedikkan bahunya. "Udah terlanjur mungkin. Udah gak bisa berenti. Waktu gue break aja gue segitu kacaunya. Gak kebayang kalau gue putus beneran."

Jeno menatap sahabatnya itu prihatin. Ia tahu Alfa sebenarnya adalah anak yang baik terlepas dari sikap ketusnya. Setidaknya dia tidak pernah mempermainkan perasaan cewek mana pun sejauh ini, meski ada banyak sekali cewek-cewek yang menyukainya. Jeno rasa akan ada banyak cewek yang mengantri untuk jadi pacar Alfa kalau saja Alfa membuka hati.

Tapi tidak. Sangat sulit menembus dinding pertahanan Alfa. Dan ketika Alfa memberikan hatinya, ia juga tidak main-main. Jeno menjadi salut. Ia tak menyangka akan melihat sisi lain Alfa yang ini. Ternyata Alfa adalah tipikal yang jatuh sepenuhnya saat ia mencintai seseorang.

"Ya udah lah. Gue pulang duluan. Udah ada janji sama Jennie," ujar Alfa seraya bangkit dari posisinya semula.

Jeno membulatkan matanya. "Loh, udah baikan?"

Alfa menunjukkan raut wajah senang. Ia tak mengatakan apa pun lagi pada Jeno dan bersorak pamit pada teman-temannya yang ada di lapangan.

Jeno membersitkan tawa menatap kepergian sahabatnya. "Ah, Alfa... Alfa... Beruntung banget, sialan."

***

Alfa menatap Jennie singkat. Gadis itu dari tadi terlihat sibuk dengan ponselnya.

"Lagi chat sama siapa sih?" tanya Alfa seraya terus fokus ke arah jalan didepannya. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju Mall terdekat karena Jennie ingin menonton film yang baru release.

"Anak-anak kelas," jelas Jennie sambil mengetik sesuatu. "Lagi pada ngerencanain jalan-jalan kelas. Sekalian perpisahan. Bentar lagi kan lulus."

"Oh..." Alfa mengangguk-angguk. Ia tak mengatakan apa pun lagi.

Jennie melirik Alfa. "Kelas kamu gak ngerencanain acara perpisahan kelas gitu?"

Alfa mengedikkan bahunya. Dia tidak begitu tertarik dengan anak-anak kelasnya. Alfa jarang sekali membuka percakapan di grup kelas. Apalagi ikut nimbrung di grup tersebut. Satu-satunya orang yang dekat di kelas itu hanya Jeno. Dia tidak begitu banyak berinteraksi dengan anak lain.

Jennie menyimpan ponselnya. Kini dia benar-benar fokus pada Alfa. Ia meraih tangan Alfa yang bebas, lalu menaruhnya di wajahnya. Pandangan matanya menatap Alfa lekat.

Alfa tersenyum dan mengelus wajah pacarnya itu. "Cantik," ucap Alfa tanpa sadar saat menatap Jennie cukup lama.

Jennie menahan senyum. "Apa?"

"Gapapa," Alfa menarik tangannya.

"Tadi kamu ngomong apa, ga kedengeran," Jennie menggembungkan pipinya.

Alfa menatap Jennie lalu membuang pandang. Dalam hati dia mengumpati dirinya sendiri. Kenapa dia tidak sadar selama ini sudah berpacaran dengan gadis sesempurna ini? Dia cantik, imut, dan juga sexy. Alfa baru mengerti kenapa ada banyak sekali cowok-cowok yang naksir pada pacarnya.

Jennie tertawa kecil. "Apa sih, muji pacar sendiri kayak gak ikhlas gitu."

Alfa kembali menatap Jennie. Matanya tertuju pada bibir Jennie yang berisi. Kemudian ia teringat pada kejadian saat dilapangan parkir kemaren. Wajahnya tiba-tiba terasa panas. Alfa sentak membuang pandang dari Jennie.

"Kenapa sih?" tanya Jennie keheranan melihat Alfa yang salah tingkah.

"Gak. Ka-kamu ga pake seatbelt," ujar Alfa sedikit terbata.

"Ooh," Jennie memakai seatbeltnya dan mengibaskan rambutnya yang indah. Wangi shamponya pun menguar ke dalam indra penciuman Alfa.

Alfa rasanya semakin pusing. Tiba-tiba saja keberadaan pacarnya itu membuat jantungnya sangat menggila. Ada kupu-kupu berterbangan diperutnya.

Alfa menghentikan mobilnya. Kemacetan di depan membuatnya membuang napas. Ia kembali menatap Jennie. Pacarnya itu telah kembali sibuk dengan ponselnya. Gadis itu tertawa saat membaca pesan yang dikirimkan temannya.

Pacarnya benar-benar cantik hingga membuat Alfa terpesona. Tiba-tiba ia merasa tidak rela membagi pemandangan yang dilihatnya dengan orang lain.

"Jen,"

"Hmm,"

"I... Love you."

Jennie mendongakkan kepalanya menatap Alfa. Sepertinya ada yang tidak beres dengan pacarnya ini. Ia membersitkan tawa. Tangannya terulur menyentuh dahi Alfa.

"Gak panas. Kamu baik-baik aja kan?"

Alfa meraih jemari Jennie dan menciumnya, hingga gadis itu terdiam. Mukanya bersemu merah. Dewi batin Alfa merasa senang karena dia bisa memberi pengaruh seperti itu pada pacarnya itu.

"I love you... a lot."

JeNa (Jennie and Alfa)  || COMPLETE ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang