Impian yang kandas

54 8 0
                                    

Alfa memasuki pintu rumahnya. Ia menyapu Pandangannya sekitar. Rumahnya selalu lengang diwaktu siang. Ayahnya bekerja di dua rumah sakit, jadi sangat sibuk sekali. Sementara Alfa dan Nabila sering kali pulang agak sore.

Alfa mencari keberadaan Mamanya. Ia menemukan sosok itu tengah memasak di dapur. Alfa menghampirinya dengan seulas senyum di bibirnya.

"Ma..." panggil Alfa.

Mamanya memutar tubuh ke arahnya. Ia terlihat kaget mendapati keberadaan Alfa. "Kamu udah pulang?" tanyanya.

Alfa mengangguk. "Mama masak apa?"

Sang ibu menghela napasnya panjang. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Alfa. "Kamu bisa lihat sendiri kan?" jawabnya ketus.

Alfa mengangguk sekali lagi. Setidaknya ia mulai paham cara berpikir perempuan. Jawaban ketus itu bukan karena ia benar-benar marah. Namun beliau sebenarnya ingin diperhatikan.

"Mau Alfa bantu gak?" tawar Alfa. Ia tersenyum ke arah Mamanya.

Diana mengerutkan dahinya dalam. "Gak usah."

"Biar Alfa yang bantu goreng tempenya," Alfa meraih    spatula dari tangan Mamanya. Tubuhnya kini berdiri di depan kompor.

"Kamu ganti seragam sekolah sana. Ga perlu bantu Mama." Diana menolak.

Alfa menggeleng. "Alfa pengen belajar masak. Mama ajarin ya?"

Melihat kegigihan Alfa, Diana menghela napasnya. Ia masih marah dan kecewa pada Alfa, namun melihat Alfa melunak seperti ini dia tidak bisa marah pada anaknya itu.
"Ya sudah. Tapi kamu ganti baju dulu. Habis itu baru bantuin Mama."

Alfa tersenyum senang. "Oke."

***

"Wah, enak nih kayaknya."

Tak lama kemudian Nabila ikut bergabung bersama mereka di meja makan. Ia memegangi perutnya yang terasa lapar.

"Ganti baju dulu," ucap Mamanya seraya menaruh piring di atas meja makan.

"Oke Ma," Nabila mengikuti perintah Mamanya dan berganti baju ke kamarnya.

Beberapa saat kemudian ketiganya telah duduk di meja makan. Nabila menatap Mamanya dan Alfa bergantian. Ia tersenyum diam-diam. Sepertinya ketegangan diantara keduanya mulai mereda.

"Pacar kamu itu, siapa namanya?" tanya Mamanya setelah jeda beberapa saat hanya ada keheningan yang mengisi di meja makan itu.

"Jennie Ma," jawab Alfa.

"Rencananya dia mau kuliah dimana?" tanya Mamanya lagi.

Alfa menatap Nabila. Gadis itu hanya mengangkat bahunya singkat. Akhirnya Alfa menjawab. "Belum tau sih Ma. Dia belum spesifik mau kuliah dimana. Yang jelas dia mau ambil jurusan musik."

"Musik?" ulang Mamanya dengan dahi mengerinyit. "Yakin itu?"

Alfa mengangguk. "Awalnya sih Mamanya Jennie juga gak setuju. Tapi setelah Jennie ngebuktiin kalau dia serius, akhirnya Mamanya ngebolehin."

Diana menghela napas setelah mendengar penjelasan Alfa. Apa yang terjadi sekarang sama sekali tidak ada dalam rencananya. Ia ingin Alfa kuliah kedokteran dan ia juga ingin punya mantu seorang dokter nantinya. Anaknya pintar, ia yakin anaknya bisa mewujudkan itu.

"Yah, yang jelas sekarang statusnya masih pacar. Jadi Mama gak akan ngomong apa-apa." Diana memutuskan untuk tidak peduli untuk saat ini.

Alfa tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuap. Ia menatap Mamanya dengan tatapan yang sulit untuk dimengerti. "Maksud Mama apa?"

JeNa (Jennie and Alfa)  || COMPLETE ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang