"Sorry, gue ga bisa. "
Alfa berujar kaku. Kedua tangannya terbenam didalam saku. Sorot matanya membekukan apa pun yang ada dihadapannya. Tapi cewek dihadapannya sepertinya tak tahu malu. Karena dia masih saja tidak menerima penolakan yang ia lontarkan.
"Kenapa? "
Kenapa? Apa ia perlu alasan untuk menolak seseorang? Seperti halnya jatuh cinta, tidak menyukai seseorang pun juga tidak butuh alasan.
"Ya karna gue gak bisa, " ujar Alfa rada kesal.
"Apa karna Adit? "
"Kenapa sama Adit? "
"Ya karna Adit suka sama aku terus kamu ngerasa gak enak sama dia... "
Alfa menghembuskan napas panjang mendengar penuturan cewek dihadapannya. Ucapannya sama sekali tidak masuk diakal. Kenapa pula dia harus merasa tidak enak pada Adit? Adit kan bukan teman dekatnya.
Tapi bukan itu poin pentingnya. Alasan yang jauh lebih penting dari semua alasan yang mungkin saja bisa diciptakan Alfa adalah dia tidak tertarik untuk pacaran. Itu saja.
Mulut Alfa mengumpat pelan. Lagi. Kenapa sulit sekali menyingkirkan cewek-cewek ini? Ini sudah keempat kalinya dalam minggu ini dia mendapatkan pernyataan cinta.
Setiap kali dia selesai kerja kelompok dengan seseorang atau beberapa cewek, ada saja yang merasa ia memberinya harapan. Setiap kali dia menolong seorang cewek dari lemparan bola, mengambilkan buku, atau membantu mereka saat jatuh dikoridor, esoknya cewek-cewek itu akan mencari kontak nomornya dan memborbardirnya dengan pesan-pesan. Endingnya berakhir dengan para cewek itu merasa tersakiti dan melabelinya pemberi harapan. Bahkan saat dia gak melakukan apa-apa, ada saja cewek mendekatinya, mengaku pacarnya dan mengancam cewek lain yang kelihatan dekat dengannya.
"Yang jelas gue gak ada rasa sama lo. Titik! " ucap Alfa sadis.
Ucapan itu menohok telak hingga cewek dihadapannya berlinang air mata. Persis seperti cewek-cewek sebelumnya yang juga mendapatkan penolakan yang sama. Tanpa sepatah kata pun lagi cewek itu berbalik meninggalkan Alfa. Membuat cowok itu didera oleh perasaan bersalah.
Alfa mengacak-acak rambutnya kesal. Bukan kemauannya hal ini bisa terjadi. Seandainya semua cewek yang menyatakan perasaan padanya bisa menangkap sinyal-sinyal penolakan yang dia berikan sebelumnya, mungkin ia tidak akan berada dalam posisi ini.
Tapi siapa peduli? Mereka yang mendekatinya seharusnya sudah tahu resikonya bukan? Alfa bukanlah orang yang bisa bermanis-manis. Ia selalu to the point menyampaikan maksudnya. Sekali pun apa yang dia katakan menyakiti lawan bicaranya.
Ya. Dia tidak peduli cewek itu mau nangis kek, guling-guling dilantai kek, pingsan kek, dia gak peduli. Bagi Alfa cewek itu hanya satu dari ratusan cewek menyebalkan yang mengganggu ketentraman hidupnya.
***
"Makanya, lo punya cewek dong, " ujar Jeno, teman dekat Alfa sejak dia SMP. Dia pun turut prihatin dengan keadaan sahabatnya itu. Melihat karakter Alfa yang cendrung ansos, perhatian berlebihan dari cewek-cewek tentu sangat mengganggu baginya. Apalagi hampir setiap hari dia mendapatkan pernyataan cinta. Bukannya Alfa itu dingin, awal-awalnya juga pasti dia tidak enakan menolak cewek yang menyatakan perasaan padanya. Tapi berhubung itu sudah dilakukannya hampir ratusan kali (Alfa tidak pernah menghitungnya), tentu saja dia menjadi kebal pada perasaan bersalah.
"Udah pernah, " Alfa menghembuskan napas pelan mengingat kejadian tahun lalu. Kejadian yang tidak ingin diulangnya kembali karena membahayakan orang yang disayanginya.
"Siapa? " tanya Jeno penasaran. Pasalnya dia belum pernah melihat Alfa gandengan dengan cewek mana pun.
"Adek gue. "
Alfa menerawang mengingat kejadian tahun lalu. Saat ia menemukan adiknya dikunci di gudang sekolah oleh Kakak kelas. Kalau mengingat kejadian itu, Alfa jadi kesal lagi pada gadis-gadis itu.
"What? " Jeno menatap Alfa dengan tatapan yang seolah mengatakan 'man, lo udah gila ya?'
"Waktu itu pernah, gue ngaku-ngaku kalau Nabila pacar gue, dan lo tau jadinya apa?"
"Gimana? "
"Si Nabila di bully rame-rame. Dikunciin digudang sekolah. Udah gila emang, " kenang Alfa penuh kebencian. Ia ingat keesokan harinya ia mencari cewek-cewek yang membully adiknya. Tapi dia tak bisa berbuat banyak karena mereka cewek. Yang artinya dia tidak bisa memukuli mereka sepuas hatinya. Ia hanya bisa melontarkan peringatan beserta ancaman kalau-kalau mereka mengganggu Nabila lagi.
Ya ampun! Jeno geleng-geleng kepala. Dia pun gak habis pikir dengan sikap cewek-cewek ini. Memang segitu pentingnya ya seorang Alfa sampai harus melakukan tindakan anarkis begitu? Padahal kan banyak cowok-cowok lain yang lebih ganteng dari pada Alfa. Jeno contohnya. Hehe.
Jeno menepuk bahu Alfa prihatin. Ia tidak tahu apakah dia harus turut berduka atau bahagia melihat keadaan Alfa. Satu sisi Alfa merasa tersiksa karena cewek-cewek ini, tapi disisi lain Jeno jadi ikut keciptratan popularitas Alfa. Karena mereka berteman, dia jadi ikut terkenal dan bisa tebar pesona pada cewek-cewek.
"Ya makanya cari pacar beneran, " nasehat Jeno. Sebenarnya masalah Alfa itu cuma satu -- dia gak mau pacaran.
Alfa berdecak malas mendengar usulan tersebut. Pacaran itu hal yang tak pernah terlintas dipikirannya. Dia tidak pernah tertarik pada cewek-cewek. Bahkan yang sangat cantik sekali pun. Bukan berarti dia Homo. Alfa bisa pastikan dia juga tidak pernah tertarik pada laki-laki. Dia hanya menyukai kesendiriannya. Ia lebih suka menghabiskan waktu luangnya dengan bermain game didepan PCnya. Adiknya, Nabila, sampai melabeli Alfa itu gak normal. Yang pastinya membuat Alfa menghadiahinya sebuah jitakan dikepala adiknya itu.
"Emangnya tipe lo itu yang kayak gimana sih man? " tanya Jeno penasaran. Pasalnya Alfa tidak pernah sekali pun menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis sejak mereka SMP. Bertolak belakang dengan Jeno yang sudah jatuh bangun berkali-kali karna cinta. Di tolak pernah, pacaran pernah, diselingkuhi juga pernah.
"Hmmm, " Alfa berpikir sejenak untuk mendaftar hal-hal yang membuatnya tertarik pada cewek. "Gue sukanya yang cantik, kalem, lembut, nurut, dan yang terpenting... "
Jeno menunggu dengan penuh antisipasi.
"Dia gak suka sama gue. "
Mendengar itu Jeno cuma bisa menghela napas berat dan menepuk pundak Alfa dengan prihatin. "Lo mau cari keujung dunia juga, mana mungkin ada cewek kayak gitu. "
"Ya makanya gue gak pernah pacaran. "
Jeno cuma bisa geleng-geleng kepala. Sepertinya akan mustahil bagi Alfa untuk punya pacar. Sia-sia saja dia punya wajah ganteng yang bisa menarik minat cewek-cewek. Kalau tipe ceweknya seperti itu, mana mungkin dia bisa punya pacar.
Merasa diskusi mereka tidak ada gunanya, Jeno pun bangkit berdiri dari kursinya. "Kantin yuk. Laper nih gue."
Alfa turut bangkit dan mengikuti langkah Jeno dari belakang tanpa berkata apa-apa. Tanpa dia sadari pandangan cewek-cewek di kelasnya pun tertuju padanya. Mereka tersenyum diam-diam setelah mengetahui tipe cewek Alfa.
KAMU SEDANG MEMBACA
JeNa (Jennie and Alfa) || COMPLETE ||
Ficção Adolescente"Gue tau lo kesulitan di mata pelajaran eksak, dan gue ahli dibidang itu. Gue bisa bantu lo jadi tutor lo supaya misi lo semester ini berhasil. " Ucapan Alfa tersebut berhasil menarik perhatian Jennie. Cewek itu terlihat tengah memikirkan ide yang d...