Happy reading guys, so .... enjoy this story, love u :))
Dukung terus cerita ini, jangan lupa tinggalkan jejak , terima kasihPart 16
Rahasia
Dari ketidaksengajaan yang tercipta kala itu, Satya makin gemar ke luar sewaktu pelajaran berlangsung. Dua hari berselang, Satya belum juga berniat untuk memuplikasikan kepada masyarakat umum tentang keberadaan sosok gadispuisi. Pemuda itu merasa jika ini masih terlalu dini, setidaknya dibanding dengan orang lain dirinya jauh lebuh beruntung. Dikarenakan gambar bintang telah banyak menumpuk pada buku monitoring miliknya, alhasil siswa itu harus hati-hati agar bisa kabur dari jangkauan guru piket.
Dia berjalan sembari membungkuk, dengan langkah jinjit sesekali menoleh ke arah koridor gedung tiga---di sana Pak Han berdiri tegap, beliau mengantongi borgol di saku celana. Satya bergindik ngeri dari tempatnya, bersembunyi di balik tembok gedung empat.
Dia mengedarkan pandangannya mengelilingi kawasan itu, tampak lenggang sebab guru telah lama masuk kelas. Kali ini Pak Han diemani Bu Suci, berjalan mengitari koridor dari koridor paling depan sampai ujung belakang tidak terkecuali kantin juga wc. Mereka bergantian meninggalkan markas dengan Pak Han yang memimpin.
Melihat Pak Han dan Bu Suci berjalan menjauh dari gedung empat, Satya akhirnya dapat menghela napas lega. Pemuda itu buru-buru melangkah cepat menuju belakang gedung lima, sesampainya di sana dia mengepalkan tangan lantas bersorak ria.
Lebih dulu Satya merapikan baju seragam juga rambut dengan menyisir menggunkana sela-sela jarinya. Pelan dan penuh kehati-hatian pemuda itu berjalan ke tempatnya kemarin, sontak pandangannya kini tertuju pada tempat paling gelap di seberang.
Kosong, bayangan hitam yang mengumpul pada sudut gedung tidak terlihat olehnya, artinya sosok itu tidak berada di sana. Untuk memastikan, si pemudapun bergegas melangkah ke sana.
"Sial," umpatnya dikala menyadari jika hanya ada dia di tempat itu.
Matahari makin meninggi, sinarnya perlahan mulai menyorot tempat tepat Satya berdiri. Tumpikan balok kayu juga beberapa kaleng cat yang sengaja disandarkan di tempat itu memang cocok jika digunakan sebagai persembunyian. Satya mendecak, mulai mengamati dengan pasti.
Pemuda itu mengintip lewat celah kayu. Nihil, tetap saja dia tidak menemukan keberadaan si gadis. Sebuah pukulan dihadangkan pada tembok di hadapannya, terus-terusan mulut pemuda itu menggumamkan kata sial. Setelah dirasa tindakannya kali ini sia-sia dengan terburu diapun melenggang pergi dari sana sembari membawa perasaan dongkol. Sialnya, ketika cowok itu baru saja menginjakan kaki di koridor gedung empat, Bu Suci dari kejauhan meneriaki namanya dengan lantang. Satya yang kagetpun memilih berlari dengan cepat dan masuk ke dalam kelas.
Dia lebih memilih dihukum guru kimianya untuk didaftarkan olimpiade sains dibandingkan diseret masuk ke ruang kepala sekolah oleh Pak Han.
"Sudahlah, Bu. Biarkan saja, lagi pula kalau kita mau kasih poin juga percuma. Tidak ada lagi kolom yang tersisa," ujar Pak Han sembari menodngkan buku monitoring siswa ke hadapan Bu Suci, tindakannya itu berhasil menghentikan langkah wanita itu yang telah mengambil ancang-ancang menyusul siswa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [On Going]
Teen Fiction"Maa ... jangan bakar buku Nara, semua karya Nara ada di sana!" Gadis 16 tahun itu hanya bisa menangis tersedu menyaksikan sekumpulan buku catatan kepunyaannya dilahap si jago merah---dia berteriak seraya berlari ke arah kobaran api yang menyala...