BAB 4
Rumpang Dipaksa Utuh
Tepat di depannya, gundukan abu berserakan di tanah---terbawa angin berterbangan ke seluruh penjuru arah. Seorang gadis terhisak sembari menundukan kepala dengan tangan kanannya yang mengepal erat sementara tangan kiri terangkat---mengusap kasar ujung matanya sebelum benda cair itu kembali menetes berjatuhan. Bau bekas pembakaran menyeruak indera penciuman, Nara beralih menyentuh dada---rasa nyeri acap kali menyerang setiap dia menghirup udara.
Kecil, wajahmu meraut sedih
Siapa yang berlayar pergi
Melatihmu sendiri
Menertawakan sunyi
Sampai hatimu lupa
Terbiasa perih"Dasar payah."
Gadis itu meracau dengan suara parau---meremas abu dengan geram, mengacak-acaknya tidak karuan.
Kecil, seorang penipu mahir.
Sehingga tak ada lagi tanya
Apakah kau tak apa
Menertawakan rintih
Sampai ragamu lupa
Terbiasa letih"Menjaga milikmu saja tidak bisa!" Nara tanpa henti merutuki dirinya sendiri, beberapakali memukul-mukul kepala juga paha secara bergantian---mengabaikan rasa sakit yang mulai menjalari bagian tubuhnya. Dia semakin larut dalam tangisannya, mengerang, terhisak lanjut dengan berteriak kalap bak kesetanan. Ini tidak bercanda, sakit betulan. Seperti tulangmu dipatahkan secara bersamaan.
Hati?
Hati seperti apa yang kau pinta? Patah dan tegarnya ia terlatih sudah, susah payah menahan amarah pun linangan air mata. Berat langkah geraknya, tak pernah keluar sumpah serapah dari mulutnya. Memapah sakit terlebih pahit atas liku jalannya, ia bisa. Tidakkah kau tahu, teramat lelah ia sudah dalam kesia-siaan yang payah? Bodohnya masih saja mengharap belas kasihMu yang katanya banyak itu.
@gadisPuisi
"Nara butuh peluk, Ma, bukan sesuatu yang pelik seperti ini. Nara butuh direngkuh, Ma, bukan dibuat tambah jatuh dan rapuh," ucap gadis itu seraya menangkupkan wajah, lalu menangis setelahnya.
Tawa harusnya meminta maaf
Padamu yang lama ia tinggalkan"Semoga lo terbiasa dengan rasa sakit, karena gue pastikan setelah ini lo bakal dapat yang lebih dari gue. Kurang baik apa coba?"
Sosok berhodie serta topi hitam yang dikenakannya membuat bagian atas wajah orang itu tertutupi---menyisakan hidung bangir serta bibirnya yang tampak semu memerah, berdiri menyamping dekat jendela dari lantai dua. Jika dia mengarahkan matanya ke bawah, maka akan tampak gadis sedang terhisak parah sembari duduk sekenanya di tanah tanpa alas kaki.
Tangis gadis itu meraung, berdengung nyaring di gendang telinga. Sosok dalam balutan serba hitam itu tampak menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, lantas jari tangannya bergerak mengetuk layar ponsel. Lagu yang sedari tadi mengalun merdu pun berhenti, ia mengalihkan pandang dari gadis itu seraya beranjak menjauh dari jendela---memasukkan gawai ke kantong celana, beralih merogoh kantong satunya, mengambil pemantik api serta sebungkus rokok berbungkus warna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [On Going]
Teen Fiction"Maa ... jangan bakar buku Nara, semua karya Nara ada di sana!" Gadis 16 tahun itu hanya bisa menangis tersedu menyaksikan sekumpulan buku catatan kepunyaannya dilahap si jago merah---dia berteriak seraya berlari ke arah kobaran api yang menyala...