[CERITA INI SEDANG DIREVISI]
🏆 Nominasi cerita favorite writing challenge lovRinz publisher 2022
🏆 #4 prosa Januari 2025
📍Start from 2021
Bermula dari sosok misterius di balik nama pena @gadisPuisi yang karyanya selama dua tahun berturut-turut be...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Part 21
Lerai berderai kemudian
Langit dan laut itu dua kubu yang saling berkesinambungan, Pra. Masing-masing dari mereka ikut andil dalam menyambut riuh sorai harap-harap anak jagat saban warsanya. Kamu bebas menyemai do'a pada tiap lekuk, garis tak sejajar yang mana saja. Sampai kamu bosan dengan omong kosongmu sendiri, dua hal itu, Pra tak akan pergi barang sesenti, lebih-lebih kokoh cagaknya. Sebab, arti dari tabah yang benar-benar adalah mereka, Pra.
gadisPuisi
"Kuharap, setelah ini tidak ada lagi seseorang yang datang mengetuk pintu semena-mena. Agar aku tidak lagi kecewa, agar aku tidak lagi memupuk luka."
Gaun putih dengan hiasan emas milik gadis itu tampak berkilau diterpa sinar lampu, selaras laku tiap geraknya. Derap langkah ringan tanpa alas telapak kaki si gadis menyentuh lantai panggung yang dingin, sudah menjadi ciri khas seorang puan bergelar ibu peri itu dalam menampilkan lagu-lagunya.
Tepat setelah kalimatnya selesai, gemuruh sorakan juga tepuk tangan dari para penonton membuncah ria. Tidak terkecuali Nara dengan lantangnya menyerukan nama perempuan tinggi semampai di depan, binar matanya menggambarkan jelas perasaannya saat ini.
Sesuai janji minggu lalu, malam itu mereka benar-benar mendatangi konser Nadin Amizah. Perihal alasan jika Nara tidak bisa berlama-lama di sekolah sebenarnya dia telah berbohong kepada Hazel. Mamanya tidak pernah menunggunya pulang, juga ketidaktahuan Hazel akan perkenalan mereka. Nara seperti bermain kucing-kucingan dengan cowok itu, beruntung Pradipta menjemput gadis itu di saat orang tuanya belum sampai rumah. Bermodalkan izin dari Mbak Lilis dan bantal guling yang dia susun sedemikian rupa di tempat tidurnya, Nara nekad pergi. Selama itu pula dia mengantongi kunci cadangan sebagai jaga-jaga jika pintu depan telah terkunci.
"Sangat lucu ketika aku lebih mempercayai manusia lain, dibanding diri sendiri. Malangnya, hal-hal baik selalu lalang dalam lingkup semestaku. Maka dari itu, semoga semua yang di sini bisa lebih percaya pada kekuatan sendiri, tidak peduli seberapa lapuk kehilangan dan sakit merampas bahagiamu. Jangan pernah bosan melangitkan harap, jangan ...."
Di antara banyaknya anak manusia yang semakin lama semakin memenuhi tempat itu. Nara susah payah menarik napas banyak-banyak sampai kerongkongannya tercekat, ditambah dengan tubuh kecilnya terus mendapat desakan dari samping juga belakang, berulang-ulang dia menarik lengan Pradipta jadi pegangan. Cahaya dari senter Hp beberapa kali menyoroti wajah gadis SMA itu, Pradipta turut terperangai. Diam-Diam tidak pernah melepas pandang dari seseorang di sebelahnya.
"Semoga lama hidupmu di sini, melihatku kuat sampai akhir."
"Seperti detak jantung yang bertaut, nyawaku nyala karna denganmu."
Pemuda itu tampak tenang dalam berdirinya, sembari merogoh kantung saku, memotret wajah Nara yang lengah---melekatkan kedua telapak tangan disertai lolongan kegirangan. Gadis itu beberapa kali melompat-lompat di tempatnya, atau bertepuk tangan sangking kerasnya mengabaikan semu kemerahan pada permukaan telapak tangan. Pradipta sesekali menyenggol siku bahkan mencubit pipi Nara terlampau gemasnya.