Part 13
Babak Baru
"Lo boleh sebut gue gak waras, halu, keras kepala, ngigau atau apapun itu."
Aji belum juga berkedip sejak tadi, mulutnya tutut menganga menatap wajah pemuda setelan baju keluar sebelah juga dasi lepas dari kerah---Satya sengaja menjajarkan beberapa lembaran kertas pada meja temannya.
"Lo?" Satya tidak menimpali, dia justru sibuk merogoh saku celana mengambil buku kecil juga bolpoin dari sana.
"Pada akhirnya kemenangan justru ada di tangan gue."
"Apa ini gak terlalu berlebihan?" tanya Aji kemudian membuat Satya menyipitkan mata. Beelum kapok cowok itu membuat onar di sekolah.
Sorot nyalang tertuju sepenuhnya kepada cowok yang duduk terpaku di bangku, antara pikir juga nadinya yang belum selaras itu menyebabkan respon menggebu dari jantung. Aji sibuk menimbang-nimbang dengan kepala dipenuhi tanda tanya besar, meskipun harus dia akui jika manusia satu ini memang benar-benar liar jalan temunya.
Aji memberi apluse teruntuk pemuda yang keras kepalanya kepalang batu. Terbilang nekat memang, terlebih mengingat betapa lancangnya Satya diam-diam menyusup masuk ke ruang kerja ayahnya, juga mengotak-atik komputer yang tentu saja ada banyak dokumen-dokumen penting. Untuk masalah yang satu ini, Aji tidak berani campur tangan sebab jika sekali lagi dia berulah skor akan masuk ke menu hidangan, potongan uang jajan terus menghantui bayangannya.
Tetapi, Aji percaya jika Si Trouble ini bukan sembarang Kang Trouble, dia sudah mahir memanipulasi dan kepiawaiannya pantang diabaikan. Total waktu yang diperlukan Satya terbilang cukup singkat, entah sebab apa pemuda itu getol sangat. Padahal jika ditarik ke belakang, sosok Satya Abimanyu adalah seabai-abainya penghuni SMA Bakti Nusa akan hadirnya gadisPuisi ini.
Namun, bukankah sesuatu yang berjalan terlalu cepat dan tanpa hambat layaknya jalanan tol adalah mulanya sebuah masalah besar? Karena Kepala sekolah bisa saja sudah mengecek CCTV diruangnya, dan para guru maupun petugas lain memergoki Satya saat tengah lengah-lengahnya. Aji merenung sejemak, berpangku tangan dia ujung jari telunjuk mengetuk-ngetuk dagu. Ada beberapa bagian membuat kepala Aji seolah dirasa terhantam kayu dengan kerasnya.
"Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan juga beberapa saksi terpercaya, di mana salah satunya adalah satpam sekolah, gue bisa menarik kesimpulan kalau si gadis puisi ini mengambil kesempatan di sela-sela pergantian waktu sholat, setidaknya ada jeda 10 menit sebelum satpam kedua datang menggantikan satpam pertama ke tempat itu," ujar Satya yang membuat Aji mengangguk beberapa kali.
"Tapi, untuk menghapus rekaman sebanyak itu gak mungkin bisa cepet. Seenggaknya, dia butuh berkali-kali buat melakukannya." Aji menyahut, mereka sekarang makin terbawa arus percakapan yang berat ini.
Teman-teman yang lain hanya melewati tempat mereka begitu saja, termasuk Raka yang sejak awal memang tidak tahu-menahu soalan perkara.
Selepasnya melempar tas ke bangku Raka lantas menyelonong ke tengah-tengah mereka, duduk dengan kaki terangkat satu di kursi. Bergantian menatap kedua temannya dengan alis saling taut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [On Going]
Ficção Adolescente"Maa ... jangan bakar buku Nara, semua karya Nara ada di sana!" Gadis 16 tahun itu hanya bisa menangis tersedu menyaksikan sekumpulan buku catatan kepunyaannya dilahap si jago merah---dia berteriak seraya berlari ke arah kobaran api yang menyala...