Samar

268 68 20
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

BAB 8

Samar

Belajar dalam keadaan perut keroncongan bukan menjadi pilihan yang tepat, sebab pikiran jadi buyar belum lagi hafalan yang semula lancar mendadak kacau. Nara meringis, memegangi perut sembari terkantuk-kantuk, meraih segelas air di atas nakas lantas meminumnya hingga tandas. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, rasa nyeri bercampur perih membaur jadi satu.

"Tentukan bayangan garis y= 3x-2 oleh T= (-3, 4), duh!" Gadis itu membulatkan mata, sebisanya mengorak-arik kertas.

Perutnya kembali berteriak, kali ini lebih kencang dibanding kipas anginnya yang menyala, karena malas beranjak gadis itu memilih tetap melanjutkan pekerjaannya sekalipun rasa perih bercampur nyeri membuat dia pasrah---buru-buru menyelesaikan tugas, kemudian mendorong kasar tempat duduk, berlari menuju dapur.

"Enggak tahan lagi ... g-gue la-aapar!"

"Gak ada!" Nara menggeledah lemari dapur, meraba-raba isinya. Celingak-celinguk di depan pintu kayu yang terbuka.

"Di sini juga gak ada!" Berakhir dengan luruhnya tubuh ke lantai, dia menghela napas panjang sementara ricuh perut mengelegar, Nara menggeram sebal.

"Cari apa?" Itu suara ibu, dari daun pintu dapur dengan secangkir kopi di tangan----menyeruputnya perlahan, lurus pandangannya mengarah pada Nara yang terduduk di lantai. Gadis itu menoleh, raut wajahnya lesu.

"Mie instan."

"Bukannya sudah habis? Kamu sendiri yang terakhir kali memakannya," ujar wanita itu seraya memposisikan badan duduk pada kursi. Nara mencari pegangan, diapun berdiri kemudian melirik sekilas ke arah ibunya.

Tampak Nara memutar bola matanya.

"Sama sekali gak ada niatan buat beliin gitu?" Nara membatin, tahu dengan sikap ketidakpekaan sang ibu, dia hanya mampu mengelus dada sambil terus merapal kata sabar.

"Mau ke mana?" Menyadari anak gadisnya berjalan ke luar dapur membuat wanita itu kembali angkat bicara---masih sibuk dengan segelas kopi, sementara tangan satunya menggeser-geser layar ponsel berkali-kali.

"Supermarket."

Nara sudah mengganti alas kakinya, dia membalikkan badan kemudian menggoyang-goyangkan sebuah senter di tangan----meskipun penerangan jalan cukup terang, mengingat rumahnya dekat jalan raya juga jarak supermarket tidak lebih dari dua ratus meter, sebagai antisipasi gadis itu membawa senter.

Ibunya mengendik bahu acuh tak acuh, tanpa berlama-lama lagi gadis itu membuka pintu rumah lalu mulai melangkah di bawah naungan gelap yang menyelimuti semesta. Tiap satu pijakkan saja dia merasa berat, atau itu hanya piker yang dibuat-buat? Nara tetap fokus pada jalan di depan, sesekali harus berbelok sebab tiang.

"Sin 30° 1/2
Cos 30° 2√3
tan 30° 3√3
Cotan 30° √3."

Seolah mantra, dia terus mengulangnya sampai takut setidaknya sedikit ternetralisir.

BERTAUT [ On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang