Part 28
Malam panjang itu diisi oleh mimpi si gadis yang berpetualang. Menaiki gunung, menyebrang sungai, dan berkelanan di hutan rimba. Sampai terbitsang fajar, cahaya kuning keemasan masuk melalui cela jendela kamar jatuh tepat di matanya. Merasa terusik, gadis itu perlahan membuka mata respon pertama tangannya bergerak menutupi wajah. Melupakan semalam korden tidak digesernya, alhasil kamarnya telah terang dengan bantuan dari cahaya matahari pagi.
Si gadis menghela napas agak panjang, dengan langkah gontai dia menjejajakan kakinya ke lantai ditujunya pintu kamar, setelah itu menyambar handuk merah yang tergantung pada sisi satunya. Hari ini minggu, gadis itu hanya akan menyibukan dirinya di dalam kamar sambil menyetel lagu kencang-kencang ditemani segelas susu coklat hangat dan cemilan seringkali menjadi rutinitas di akhir pekan.
Seusai berkemas, gadis itu mendatangi meja makan hendak sarapan. Tetapi sebelum sampai ke arah dapur, langkahnya terhenti sebab melihat pintu gudang terbuka dan menampilkan Bi Lilis sibuk mengeluarkan barang-barang dari sana.
"Ngapain?" tanya Nara, dia mendekati Bi Lilis sambil sibuk mengacak rambutnya yang masih basah menggunakan handuk.
Bi Lilis menolehkan kepala, " Ini, Non, saya disuruh Nyonya buat beres-beres gudang, katanya ada beberapa barang yang harus udah dibuang," jawab Bi Lilis yang tampak sibuk mengangkat dan menurunkan puluhan kardus.
Nara lantas jongkok, dibukanya kardus dengan tali warna merah. Nara mulai mengacak-acak isinya, ada beberapa baju uang sewaktu Mama waktu muda, semua didominasi oleh warna merah muda. Sampai tumpukan paling akhir pun hanya berisi baju, selanjutnya dia mengarah ke kardus di sebelah. Ternyata, kardus itu berisi barang-barang mainannya sewaktu kecil.
"Ini jangan dibuang!" Nara berseru seketika Bi Lilis mengalihkan pandang.
"Enggak dong, Non, itu kan mainan, Non, sewaktu masih kecil. Banyak kenangannya," kata Bi Lilis. Perempuan yang telah mengabdikan seperempat umurnya dengan keluarga Nara itu pun meraih mainan dari kardus itu.
"Yang ini misalnya, dulu waktu pertama kali Non bisa manggil Mama, Nyonya langsung belikan hadiah karena sangking senangnya. Nih, masih bisa diputar." Tuas mainan itu ditarik Bi Lilis sampai berbunyi dan mengeluarkan warna kelap-kelip. Nara tertawa menyaksikan Bi Lilis mengayun-ayunkan kepala seiring lagu yang keluar dari mainan itu.
"Kalau yang ini?" Nara menyeret boneka beruang bermata satu.
Bi Lilis meraih boneka itu. "Oh, ini tuh ... apa, ya, saya lupa. Sebentar ... ah, iya ini boneka ulang tahun Non yang ketiga. Waktu itu Nyonya udah jarang di rumah, sibuk ngantor sini-sana terus Cuma bisa nitip hadiah ini ke bibi, eh, pas Non buka, langsung ditarik dan matanya hilang satu deh," cetus Bi Lilis sambil berlagak seperti pendongeng. Nara hanya diam dan memperhatikan, didekapnya boneka itu amat sayang.
"Tapi, sekalipun begitu boneka itu tetep Non bawa ke mana-mana bahkan kalau bukan Nyonya yang suruh buah di simpan, Non pasti bakal terus bawa itu sampai ke sekolah." Tuntas dengan ceritanya, Bi Lilis lanjut membenahi area rak yang tinggi.
Sementara itu, Nara yang tidak juga mau pergi dari tempat itu kembali mengedarkan pandangannya dan berhenti pada sebuah kotak coklat usang. Dengan langkah pasti, gadis itu menghampiri.
"Bi, kenapa ini gak bisa dibuka?" tanya Nara, diangkatnya benda itu agar Bi Lilis dapat melihatnya.
"Ada kuncinya itu, Non," jawab Bi Lilis.
Nara mengernyitkan dahi, memandang kotak coklat di tangan dengan disuguhi rasa penasaran gadis itu menggerak-gerakan benda itu sampai isinya terdengar."Terus kuncinya mana?"
"Cuma Nyonya yang punya, di simpan dalam kamar bisa aja. Karena kalau sampai dikunci bisa jadi itu sesuatu yang penting."
Bi Lilis pun turun dari kursi, menepuk-nepuk kedua tangan berusaha menghilangkan debu. Kemudian lanjut beradegan menyeka keringat. "HAH!" Sambil berkacak pinggang, perempuan yang dua bulan lagi menginjak umur empat puluhan itupun tersenyum kea rah Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERTAUT [On Going]
Jugendliteratur"Maa ... jangan bakar buku Nara, semua karya Nara ada di sana!" Gadis 16 tahun itu hanya bisa menangis tersedu menyaksikan sekumpulan buku catatan kepunyaannya dilahap si jago merah---dia berteriak seraya berlari ke arah kobaran api yang menyala...